Undang-Undang Agraria 1870 (bahasa Belanda: Agrarische Wet 1870) diberlakukan pada tahun 1870 oleh Engelbertus de Waal (menteri jajahan) sebagai reaksi atas kebijakan pemerintah Hindia Belanda di Jawa. Latar belakang dikeluarkannya Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) antara lain karena kesewenangan pemerintah mengambil alih tanah rakyat. Politikus liberal yang saat itu berkuasa di Belanda tidak setuju dengan Tanam Paksa di Jawa dan ingin membantu penduduk Jawa sambil sekaligus mengambil keuntungan ekonomi dari tanah jajahan dengan mengizinkan berdirinya sejumlah perusahaan swasta.
UU Agraria memastikan bahwa kepemilikan tanah di Jawa tercatat. Tanah penduduk dijamin sementara tanah tak bertuan dalam sewaan dapat diserahkan. UU ini dapat dikatakan mengawali berdirinya sejumlah perusahaan swasta di Hindia Belanda. UU Agraria sering disebut sejalan dengan Undang-Undang Gula 1870 sebab kedua UU itu menimbulkan hasil dan konsekuensi besar atas perekonomian di Jawa.
UU Agraria bertujuan untuk melindungi hak milik petani atas tanahnya dari penguasa dan pemodal asing, memberi peluang kepada pemodal asing untuk menyewa tanah dari penduduk Indonesia seperti dari Inggris, Belgia, Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan lain-lain, membuka kesempatan kerja kepada penduduk untuk menjadi buruh perkebunan. Dampak dikeluarkannya UU Agraria antara lain adalah perkebunan diperluas, baik di Jawa maupun di luar pulau Jawa dan angkutan laut dimonopoli oleh perusahaan KPM, yaitu perusahaan pengangkutan Belanda.
Jadi, Undang-Undang Agraria 1870 adalah sebuah undang-undang yang dikeluarkan oleh Belanda untuk melindungi hak milik petani setelah Sistem Tanam Paksa dihapuskan.