Adzka A
03 Oktober 2024 01:05
Iklan
Adzka A
03 Oktober 2024 01:05
Pertanyaan
Kembangkan premis tersebut menjadi sebuah cerpen
"Rina dan Maya adalah sahabat sejak kecil, tapi suatu hari ketika keluarganya Maya jatuh miskin, Rina pun tak ingin lagi bersahabat dengan Maya"
Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb
Habis dalam
02
:
16
:
11
:
44
3
2
Iklan
Rendi R
Community
03 Oktober 2024 01:31
Judul: Persahabatan yang Pudar
Rina dan Maya sudah bersahabat sejak mereka masih mengenakan seragam taman kanak-kanak. Kedua keluarga mereka bertetangga, dan sejak kecil, mereka selalu bermain bersama. Rumah Rina yang megah dengan halaman luas selalu menjadi tempat favorit mereka untuk berlari-lari, bermain boneka, atau sekadar duduk di ayunan sambil bercanda.
Maya selalu mengagumi kehidupan Rina yang serba berkecukupan. Ayah Rina seorang pengusaha sukses, sementara ibunya seorang wanita sosialita yang sering mengadakan pesta di rumahnya. Sementara itu, Maya hidup dengan cukup sederhana, tetapi tidak pernah kekurangan kasih sayang dari orang tuanya.
Hari-hari mereka dipenuhi tawa, berbagi rahasia, dan mimpi-mimpi masa depan. Keduanya bersumpah akan selalu bersama, tak peduli apa yang terjadi. Namun, hidup tidak selalu berjalan seperti yang direncanakan.
Suatu hari, ayah Maya kehilangan pekerjaannya. Perusahaan tempatnya bekerja mengalami kebangkrutan, dan keluarga Maya pun jatuh miskin dalam waktu singkat. Tak ada lagi pesta ulang tahun meriah, tak ada lagi baju baru yang dikenakan Maya ketika pergi ke sekolah. Segalanya berubah, termasuk sikap orang-orang di sekitar mereka.
Di sekolah, Maya mulai merasakan tatapan aneh dari teman-temannya. Mereka mulai mengolok-olok sepatunya yang mulai usang dan baju seragamnya yang terlihat memudar warnanya. Yang paling menyakitkan, sahabatnya sendiri, Rina, mulai menjauh darinya.
"Maaf, aku sibuk," kata Rina ketika Maya mengajaknya bermain seperti dulu. Kali pertama Maya mendengar jawaban itu, dia menganggapnya angin lalu. Mungkin Rina memang benar-benar sibuk. Namun, seiring berjalannya waktu, jawaban itu semakin sering terdengar, hingga akhirnya, Rina berhenti merespons sama sekali.
Maya yang dulu selalu duduk di samping Rina di kelas, kini menemukan dirinya duduk sendirian. Tak ada lagi tawa bersama saat istirahat, tak ada lagi bisikan rahasia yang hanya mereka berdua tahu. Rina kini lebih sering terlihat bersama teman-teman lain, yang tampak lebih kaya dan terhormat di sekolah.
Maya tak bisa memahami apa yang terjadi. Sahabat yang dulu berjanji akan selalu ada untuknya, kini perlahan menjauh tanpa penjelasan.
Suatu hari, Maya memberanikan diri untuk berbicara dengan Rina di kantin. Dia menghampiri meja tempat Rina dan teman-temannya berkumpul.
"Rina, ada yang ingin aku bicarakan," kata Maya dengan lembut.
Rina meliriknya sebentar, lalu menunduk, seolah tidak melihatnya.
"Ada apa?" jawab Rina dengan suara datar, sambil memainkan ponselnya.
Maya terdiam sejenak, mengumpulkan keberanian. "Kenapa kamu berubah? Kenapa kita nggak bisa seperti dulu lagi? Aku tahu keluargaku sekarang nggak kaya lagi, tapi itu nggak seharusnya mengubah persahabatan kita, kan?"
Rina mendesah, lalu berkata tanpa menatap Maya, "Maya, hidupku udah berbeda sekarang. Aku punya lingkaran pertemanan baru, dan kamu... kamu udah nggak cocok lagi di sana."
Jawaban itu menusuk hati Maya lebih dari yang bisa dia bayangkan. Air matanya menggenang, tapi dia menahannya.
"Jadi, hanya karena aku miskin sekarang, kita nggak bisa bersahabat lagi?" tanyanya dengan suara bergetar.
Rina hanya diam, menatap layar ponselnya seolah mencari pelarian dari situasi canggung itu. Maya merasa hatinya hancur. Dia berbalik dan pergi tanpa berkata apa-apa lagi. Ternyata, uang memang bisa mengubah segalanya—bahkan persahabatan yang dia kira akan abadi.
Hari-hari berikutnya, Maya mulai terbiasa sendirian. Namun, dari pengalaman itu, dia belajar banyak hal. Dia belajar bahwa persahabatan sejati bukan diukur dari harta atau status sosial, melainkan dari ketulusan hati. Maya tahu, dia lebih baik kehilangan seseorang yang tidak benar-benar tulus dibanding terus mempertahankan hubungan yang palsu.
Di balik kesedihannya, Maya menemukan kekuatan baru. Dia bertekad untuk melanjutkan hidup dan tetap menjadi diri sendiri, tanpa bergantung pada persahabatan yang hanya memandang status.
Sementara itu, Rina mungkin akan terus bersama teman-teman barunya, tapi Maya tahu, yang terpenting adalah menemukan orang-orang yang benar-benar menghargai kita apa adanya. Dan suatu hari nanti, Maya yakin akan menemukan sahabat sejati yang tak akan pernah meninggalkannya, tak peduli seberapa sulit hidup menjadi.
· 0.0 (0)
Khalisa Q
04 Oktober 2024 10:29
gak ngertiiii
Iklan
Icha H
03 Oktober 2024 03:37
Sahabat yang Tergadai
Rina dan Maya telah bersahabat sejak kecil. Mereka tinggal di kompleks perumahan yang sama, duduk di bangku sekolah yang sama, bahkan berbagi mimpi untuk bisa terus bersama hingga dewasa. Setiap sore, Rina selalu datang ke rumah Maya untuk bermain atau sekadar mengerjakan PR bersama. Rumah Maya terasa hangat dan nyaman, penuh dengan canda tawa dan rasa kekeluargaan. Maya adalah teman yang selalu mendukung Rina dalam segala hal, tak peduli apa yang terjadi.
Namun, suatu hari segalanya berubah.
Ayah Maya, yang sebelumnya memiliki usaha sukses, mengalami kebangkrutan. Usahanya gulung tikar setelah dihadapkan pada masalah keuangan yang tak terduga. Keluarga Maya terpaksa menjual rumah mereka dan pindah ke sebuah rumah kontrakan kecil di pinggiran kota. Maya tak lagi bisa mengenakan seragam baru yang biasa mereka beli bersama di awal tahun ajaran. Kini, pakaian Maya tampak kusam, dan sepatu yang dia kenakan mulai berlubang di ujungnya.
Pada awalnya, Rina tetap berteman dengan Maya seperti biasa. Mereka masih bertemu di sekolah, dan Rina sesekali mengundang Maya ke rumahnya. Namun, Rina mulai mendengar bisik-bisik dari teman-teman lainnya. "Kenapa masih berteman dengan Maya? Keluarganya sudah jatuh miskin. Nanti kamu jadi terlihat seperti dia." Salah seorang teman di kelas berkata dengan nada mengejek. Bisikan-bisikan itu semakin keras, bahkan beberapa di antaranya terang-terangan menertawakan Maya di depan Rina.
Rina merasa tersudut. Di satu sisi, dia merasa bersalah kepada Maya, sahabatnya sejak kecil, yang tidak pernah memintanya apa-apa kecuali persahabatan tulus. Namun di sisi lain, dia merasa takut dijauhi oleh teman-teman lain yang mulai memandang rendah Maya. Rina mulai menjaga jarak.
Suatu sore, Maya mendatangi Rina. "Kenapa kamu menjauh? Aku merindukanmu, Rina," Maya bertanya dengan mata yang penuh harap, mencoba mencari jawaban atas perubahan sikap sahabatnya.
Rina menghindari tatapan Maya, menunduk dan berpura-pura sibuk dengan bukunya. "Aku sibuk sekarang, banyak tugas. Maaf, Maya."
Maya terdiam. Hatinya hancur. Dia tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi dia berharap itu tidak benar. Namun, kenyataannya terlalu menyakitkan untuk diabaikan. Sejak itu, Maya tak pernah lagi mengajak Rina berbicara. Mereka masih bertemu di sekolah, tetapi Maya belajar untuk menahan diri dari rasa sakit ditinggalkan.
Waktu berlalu, dan pertemanan mereka tergerus oleh jarak yang diciptakan Rina. Suatu hari, sekolah mengadakan reuni kecil bagi siswa-siswa angkatan mereka. Maya, yang sekarang telah menemukan jalan hidupnya sendiri, datang dengan percaya diri. Dia tak lagi terjebak dalam bayang-bayang masa lalu. Rina melihat Maya dari jauh, merasa tertampar oleh keberadaan sahabatnya yang dulu. Maya telah tumbuh menjadi sosok yang mandiri dan sukses, meski tanpa dirinya.
Rina mendekat dengan perasaan bersalah. "Maya... maafkan aku."
Maya menatapnya, senyumnya tenang. "Rina, aku sudah memaafkanmu sejak lama. Aku hanya belajar bahwa tidak semua hal bisa kita pertahankan, bahkan persahabatan. Kadang, orang berubah, dan itu tidak apa-apa. Yang penting, kita tetap berdiri dan melanjutkan hidup."
Rina menahan air matanya. Pada saat itu, dia menyadari bahwa dia telah kehilangan lebih dari sekadar seorang sahabat. Dia telah kehilangan kesempatan untuk setia pada seseorang yang benar-benar berarti dalam hidupnya. Tapi, waktu tak bisa diputar kembali. Rina hanya bisa menerima kenyataan bahwa persahabatan mereka telah tergadai oleh ketakutan dan gengsi.
Maya pun berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Rina dalam kesunyian yang menyesakkan.
· 0.0 (0)
Tanya ke Forum
Biar Robosquad lain yang jawab soal kamu
LATIHAN SOAL GRATIS!
Drill Soal
Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian
Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!