Adzka A

03 Oktober 2024 01:05

Iklan

Adzka A

03 Oktober 2024 01:05

Pertanyaan

Kembangkan premis tersebut menjadi sebuah cerpen "Rina dan Maya adalah sahabat sejak kecil, tapi suatu hari ketika keluarganya Maya jatuh miskin, Rina pun tak ingin lagi bersahabat dengan Maya"

Kembangkan premis tersebut menjadi sebuah cerpen

"Rina dan Maya adalah sahabat sejak kecil, tapi suatu hari ketika keluarganya Maya jatuh miskin, Rina pun tak ingin lagi bersahabat dengan Maya"

Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb

Habis dalam

02

:

16

:

11

:

44

Klaim

3

2

Jawaban terverifikasi

Iklan

Rendi R

Community

03 Oktober 2024 01:31

Jawaban terverifikasi

<p><strong>Judul: Persahabatan yang Pudar</strong></p><p>Rina dan Maya sudah bersahabat sejak mereka masih mengenakan seragam taman kanak-kanak. Kedua keluarga mereka bertetangga, dan sejak kecil, mereka selalu bermain bersama. Rumah Rina yang megah dengan halaman luas selalu menjadi tempat favorit mereka untuk berlari-lari, bermain boneka, atau sekadar duduk di ayunan sambil bercanda.</p><p>Maya selalu mengagumi kehidupan Rina yang serba berkecukupan. Ayah Rina seorang pengusaha sukses, sementara ibunya seorang wanita sosialita yang sering mengadakan pesta di rumahnya. Sementara itu, Maya hidup dengan cukup sederhana, tetapi tidak pernah kekurangan kasih sayang dari orang tuanya.</p><p>Hari-hari mereka dipenuhi tawa, berbagi rahasia, dan mimpi-mimpi masa depan. Keduanya bersumpah akan selalu bersama, tak peduli apa yang terjadi. Namun, hidup tidak selalu berjalan seperti yang direncanakan.</p><p>Suatu hari, ayah Maya kehilangan pekerjaannya. Perusahaan tempatnya bekerja mengalami kebangkrutan, dan keluarga Maya pun jatuh miskin dalam waktu singkat. Tak ada lagi pesta ulang tahun meriah, tak ada lagi baju baru yang dikenakan Maya ketika pergi ke sekolah. Segalanya berubah, termasuk sikap orang-orang di sekitar mereka.</p><p>Di sekolah, Maya mulai merasakan tatapan aneh dari teman-temannya. Mereka mulai mengolok-olok sepatunya yang mulai usang dan baju seragamnya yang terlihat memudar warnanya. Yang paling menyakitkan, sahabatnya sendiri, Rina, mulai menjauh darinya.</p><p>"Maaf, aku sibuk," kata Rina ketika Maya mengajaknya bermain seperti dulu. Kali pertama Maya mendengar jawaban itu, dia menganggapnya angin lalu. Mungkin Rina memang benar-benar sibuk. Namun, seiring berjalannya waktu, jawaban itu semakin sering terdengar, hingga akhirnya, Rina berhenti merespons sama sekali.</p><p>Maya yang dulu selalu duduk di samping Rina di kelas, kini menemukan dirinya duduk sendirian. Tak ada lagi tawa bersama saat istirahat, tak ada lagi bisikan rahasia yang hanya mereka berdua tahu. Rina kini lebih sering terlihat bersama teman-teman lain, yang tampak lebih kaya dan terhormat di sekolah.</p><p>Maya tak bisa memahami apa yang terjadi. Sahabat yang dulu berjanji akan selalu ada untuknya, kini perlahan menjauh tanpa penjelasan.</p><p>Suatu hari, Maya memberanikan diri untuk berbicara dengan Rina di kantin. Dia menghampiri meja tempat Rina dan teman-temannya berkumpul.</p><p>"Rina, ada yang ingin aku bicarakan," kata Maya dengan lembut.</p><p>Rina meliriknya sebentar, lalu menunduk, seolah tidak melihatnya.</p><p>"Ada apa?" jawab Rina dengan suara datar, sambil memainkan ponselnya.</p><p>Maya terdiam sejenak, mengumpulkan keberanian. "Kenapa kamu berubah? Kenapa kita nggak bisa seperti dulu lagi? Aku tahu keluargaku sekarang nggak kaya lagi, tapi itu nggak seharusnya mengubah persahabatan kita, kan?"</p><p>Rina mendesah, lalu berkata tanpa menatap Maya, "Maya, hidupku udah berbeda sekarang. Aku punya lingkaran pertemanan baru, dan kamu... kamu udah nggak cocok lagi di sana."</p><p>Jawaban itu menusuk hati Maya lebih dari yang bisa dia bayangkan. Air matanya menggenang, tapi dia menahannya.</p><p>"Jadi, hanya karena aku miskin sekarang, kita nggak bisa bersahabat lagi?" tanyanya dengan suara bergetar.</p><p>Rina hanya diam, menatap layar ponselnya seolah mencari pelarian dari situasi canggung itu. Maya merasa hatinya hancur. Dia berbalik dan pergi tanpa berkata apa-apa lagi. Ternyata, uang memang bisa mengubah segalanya—bahkan persahabatan yang dia kira akan abadi.</p><p>Hari-hari berikutnya, Maya mulai terbiasa sendirian. Namun, dari pengalaman itu, dia belajar banyak hal. Dia belajar bahwa persahabatan sejati bukan diukur dari harta atau status sosial, melainkan dari ketulusan hati. Maya tahu, dia lebih baik kehilangan seseorang yang tidak benar-benar tulus dibanding terus mempertahankan hubungan yang palsu.</p><p>Di balik kesedihannya, Maya menemukan kekuatan baru. Dia bertekad untuk melanjutkan hidup dan tetap menjadi diri sendiri, tanpa bergantung pada persahabatan yang hanya memandang status.</p><p>Sementara itu, Rina mungkin akan terus bersama teman-teman barunya, tapi Maya tahu, yang terpenting adalah menemukan orang-orang yang benar-benar menghargai kita apa adanya. Dan suatu hari nanti, Maya yakin akan menemukan sahabat sejati yang tak akan pernah meninggalkannya, tak peduli seberapa sulit hidup menjadi.</p>

Judul: Persahabatan yang Pudar

Rina dan Maya sudah bersahabat sejak mereka masih mengenakan seragam taman kanak-kanak. Kedua keluarga mereka bertetangga, dan sejak kecil, mereka selalu bermain bersama. Rumah Rina yang megah dengan halaman luas selalu menjadi tempat favorit mereka untuk berlari-lari, bermain boneka, atau sekadar duduk di ayunan sambil bercanda.

Maya selalu mengagumi kehidupan Rina yang serba berkecukupan. Ayah Rina seorang pengusaha sukses, sementara ibunya seorang wanita sosialita yang sering mengadakan pesta di rumahnya. Sementara itu, Maya hidup dengan cukup sederhana, tetapi tidak pernah kekurangan kasih sayang dari orang tuanya.

Hari-hari mereka dipenuhi tawa, berbagi rahasia, dan mimpi-mimpi masa depan. Keduanya bersumpah akan selalu bersama, tak peduli apa yang terjadi. Namun, hidup tidak selalu berjalan seperti yang direncanakan.

Suatu hari, ayah Maya kehilangan pekerjaannya. Perusahaan tempatnya bekerja mengalami kebangkrutan, dan keluarga Maya pun jatuh miskin dalam waktu singkat. Tak ada lagi pesta ulang tahun meriah, tak ada lagi baju baru yang dikenakan Maya ketika pergi ke sekolah. Segalanya berubah, termasuk sikap orang-orang di sekitar mereka.

Di sekolah, Maya mulai merasakan tatapan aneh dari teman-temannya. Mereka mulai mengolok-olok sepatunya yang mulai usang dan baju seragamnya yang terlihat memudar warnanya. Yang paling menyakitkan, sahabatnya sendiri, Rina, mulai menjauh darinya.

"Maaf, aku sibuk," kata Rina ketika Maya mengajaknya bermain seperti dulu. Kali pertama Maya mendengar jawaban itu, dia menganggapnya angin lalu. Mungkin Rina memang benar-benar sibuk. Namun, seiring berjalannya waktu, jawaban itu semakin sering terdengar, hingga akhirnya, Rina berhenti merespons sama sekali.

Maya yang dulu selalu duduk di samping Rina di kelas, kini menemukan dirinya duduk sendirian. Tak ada lagi tawa bersama saat istirahat, tak ada lagi bisikan rahasia yang hanya mereka berdua tahu. Rina kini lebih sering terlihat bersama teman-teman lain, yang tampak lebih kaya dan terhormat di sekolah.

Maya tak bisa memahami apa yang terjadi. Sahabat yang dulu berjanji akan selalu ada untuknya, kini perlahan menjauh tanpa penjelasan.

Suatu hari, Maya memberanikan diri untuk berbicara dengan Rina di kantin. Dia menghampiri meja tempat Rina dan teman-temannya berkumpul.

"Rina, ada yang ingin aku bicarakan," kata Maya dengan lembut.

Rina meliriknya sebentar, lalu menunduk, seolah tidak melihatnya.

"Ada apa?" jawab Rina dengan suara datar, sambil memainkan ponselnya.

Maya terdiam sejenak, mengumpulkan keberanian. "Kenapa kamu berubah? Kenapa kita nggak bisa seperti dulu lagi? Aku tahu keluargaku sekarang nggak kaya lagi, tapi itu nggak seharusnya mengubah persahabatan kita, kan?"

Rina mendesah, lalu berkata tanpa menatap Maya, "Maya, hidupku udah berbeda sekarang. Aku punya lingkaran pertemanan baru, dan kamu... kamu udah nggak cocok lagi di sana."

Jawaban itu menusuk hati Maya lebih dari yang bisa dia bayangkan. Air matanya menggenang, tapi dia menahannya.

"Jadi, hanya karena aku miskin sekarang, kita nggak bisa bersahabat lagi?" tanyanya dengan suara bergetar.

Rina hanya diam, menatap layar ponselnya seolah mencari pelarian dari situasi canggung itu. Maya merasa hatinya hancur. Dia berbalik dan pergi tanpa berkata apa-apa lagi. Ternyata, uang memang bisa mengubah segalanya—bahkan persahabatan yang dia kira akan abadi.

Hari-hari berikutnya, Maya mulai terbiasa sendirian. Namun, dari pengalaman itu, dia belajar banyak hal. Dia belajar bahwa persahabatan sejati bukan diukur dari harta atau status sosial, melainkan dari ketulusan hati. Maya tahu, dia lebih baik kehilangan seseorang yang tidak benar-benar tulus dibanding terus mempertahankan hubungan yang palsu.

Di balik kesedihannya, Maya menemukan kekuatan baru. Dia bertekad untuk melanjutkan hidup dan tetap menjadi diri sendiri, tanpa bergantung pada persahabatan yang hanya memandang status.

Sementara itu, Rina mungkin akan terus bersama teman-teman barunya, tapi Maya tahu, yang terpenting adalah menemukan orang-orang yang benar-benar menghargai kita apa adanya. Dan suatu hari nanti, Maya yakin akan menemukan sahabat sejati yang tak akan pernah meninggalkannya, tak peduli seberapa sulit hidup menjadi.


Khalisa Q

04 Oktober 2024 10:29

gak ngertiiii

Iklan

Icha H

03 Oktober 2024 03:37

Jawaban terverifikasi

<p>Sahabat yang Tergadai</p><p>Rina dan Maya telah bersahabat sejak kecil. Mereka tinggal di kompleks perumahan yang sama, duduk di bangku sekolah yang sama, bahkan berbagi mimpi untuk bisa terus bersama hingga dewasa. Setiap sore, Rina selalu datang ke rumah Maya untuk bermain atau sekadar mengerjakan PR bersama. Rumah Maya terasa hangat dan nyaman, penuh dengan canda tawa dan rasa kekeluargaan. Maya adalah teman yang selalu mendukung Rina dalam segala hal, tak peduli apa yang terjadi.</p><p>Namun, suatu hari segalanya berubah.</p><p>Ayah Maya, yang sebelumnya memiliki usaha sukses, mengalami kebangkrutan. Usahanya gulung tikar setelah dihadapkan pada masalah keuangan yang tak terduga. Keluarga Maya terpaksa menjual rumah mereka dan pindah ke sebuah rumah kontrakan kecil di pinggiran kota. Maya tak lagi bisa mengenakan seragam baru yang biasa mereka beli bersama di awal tahun ajaran. Kini, pakaian Maya tampak kusam, dan sepatu yang dia kenakan mulai berlubang di ujungnya.</p><p>Pada awalnya, Rina tetap berteman dengan Maya seperti biasa. Mereka masih bertemu di sekolah, dan Rina sesekali mengundang Maya ke rumahnya. Namun, Rina mulai mendengar bisik-bisik dari teman-teman lainnya. "Kenapa masih berteman dengan Maya? Keluarganya sudah jatuh miskin. Nanti kamu jadi terlihat seperti dia." Salah seorang teman di kelas berkata dengan nada mengejek. Bisikan-bisikan itu semakin keras, bahkan beberapa di antaranya terang-terangan menertawakan Maya di depan Rina.</p><p>Rina merasa tersudut. Di satu sisi, dia merasa bersalah kepada Maya, sahabatnya sejak kecil, yang tidak pernah memintanya apa-apa kecuali persahabatan tulus. Namun di sisi lain, dia merasa takut dijauhi oleh teman-teman lain yang mulai memandang rendah Maya. Rina mulai menjaga jarak.</p><p>Suatu sore, Maya mendatangi Rina. "Kenapa kamu menjauh? Aku merindukanmu, Rina," Maya bertanya dengan mata yang penuh harap, mencoba mencari jawaban atas perubahan sikap sahabatnya.</p><p>Rina menghindari tatapan Maya, menunduk dan berpura-pura sibuk dengan bukunya. "Aku sibuk sekarang, banyak tugas. Maaf, Maya."</p><p>Maya terdiam. Hatinya hancur. Dia tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi dia berharap itu tidak benar. Namun, kenyataannya terlalu menyakitkan untuk diabaikan. Sejak itu, Maya tak pernah lagi mengajak Rina berbicara. Mereka masih bertemu di sekolah, tetapi Maya belajar untuk menahan diri dari rasa sakit ditinggalkan.</p><p>Waktu berlalu, dan pertemanan mereka tergerus oleh jarak yang diciptakan Rina. Suatu hari, sekolah mengadakan reuni kecil bagi siswa-siswa angkatan mereka. Maya, yang sekarang telah menemukan jalan hidupnya sendiri, datang dengan percaya diri. Dia tak lagi terjebak dalam bayang-bayang masa lalu. Rina melihat Maya dari jauh, merasa tertampar oleh keberadaan sahabatnya yang dulu. Maya telah tumbuh menjadi sosok yang mandiri dan sukses, meski tanpa dirinya.</p><p>Rina mendekat dengan perasaan bersalah. "Maya... maafkan aku."</p><p>Maya menatapnya, senyumnya tenang. "Rina, aku sudah memaafkanmu sejak lama. Aku hanya belajar bahwa tidak semua hal bisa kita pertahankan, bahkan persahabatan. Kadang, orang berubah, dan itu tidak apa-apa. Yang penting, kita tetap berdiri dan melanjutkan hidup."</p><p>Rina menahan air matanya. Pada saat itu, dia menyadari bahwa dia telah kehilangan lebih dari sekadar seorang sahabat. Dia telah kehilangan kesempatan untuk setia pada seseorang yang benar-benar berarti dalam hidupnya. Tapi, waktu tak bisa diputar kembali. Rina hanya bisa menerima kenyataan bahwa persahabatan mereka telah tergadai oleh ketakutan dan gengsi.</p><p>Maya pun berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Rina dalam kesunyian yang menyesakkan.</p>

Sahabat yang Tergadai

Rina dan Maya telah bersahabat sejak kecil. Mereka tinggal di kompleks perumahan yang sama, duduk di bangku sekolah yang sama, bahkan berbagi mimpi untuk bisa terus bersama hingga dewasa. Setiap sore, Rina selalu datang ke rumah Maya untuk bermain atau sekadar mengerjakan PR bersama. Rumah Maya terasa hangat dan nyaman, penuh dengan canda tawa dan rasa kekeluargaan. Maya adalah teman yang selalu mendukung Rina dalam segala hal, tak peduli apa yang terjadi.

Namun, suatu hari segalanya berubah.

Ayah Maya, yang sebelumnya memiliki usaha sukses, mengalami kebangkrutan. Usahanya gulung tikar setelah dihadapkan pada masalah keuangan yang tak terduga. Keluarga Maya terpaksa menjual rumah mereka dan pindah ke sebuah rumah kontrakan kecil di pinggiran kota. Maya tak lagi bisa mengenakan seragam baru yang biasa mereka beli bersama di awal tahun ajaran. Kini, pakaian Maya tampak kusam, dan sepatu yang dia kenakan mulai berlubang di ujungnya.

Pada awalnya, Rina tetap berteman dengan Maya seperti biasa. Mereka masih bertemu di sekolah, dan Rina sesekali mengundang Maya ke rumahnya. Namun, Rina mulai mendengar bisik-bisik dari teman-teman lainnya. "Kenapa masih berteman dengan Maya? Keluarganya sudah jatuh miskin. Nanti kamu jadi terlihat seperti dia." Salah seorang teman di kelas berkata dengan nada mengejek. Bisikan-bisikan itu semakin keras, bahkan beberapa di antaranya terang-terangan menertawakan Maya di depan Rina.

Rina merasa tersudut. Di satu sisi, dia merasa bersalah kepada Maya, sahabatnya sejak kecil, yang tidak pernah memintanya apa-apa kecuali persahabatan tulus. Namun di sisi lain, dia merasa takut dijauhi oleh teman-teman lain yang mulai memandang rendah Maya. Rina mulai menjaga jarak.

Suatu sore, Maya mendatangi Rina. "Kenapa kamu menjauh? Aku merindukanmu, Rina," Maya bertanya dengan mata yang penuh harap, mencoba mencari jawaban atas perubahan sikap sahabatnya.

Rina menghindari tatapan Maya, menunduk dan berpura-pura sibuk dengan bukunya. "Aku sibuk sekarang, banyak tugas. Maaf, Maya."

Maya terdiam. Hatinya hancur. Dia tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi dia berharap itu tidak benar. Namun, kenyataannya terlalu menyakitkan untuk diabaikan. Sejak itu, Maya tak pernah lagi mengajak Rina berbicara. Mereka masih bertemu di sekolah, tetapi Maya belajar untuk menahan diri dari rasa sakit ditinggalkan.

Waktu berlalu, dan pertemanan mereka tergerus oleh jarak yang diciptakan Rina. Suatu hari, sekolah mengadakan reuni kecil bagi siswa-siswa angkatan mereka. Maya, yang sekarang telah menemukan jalan hidupnya sendiri, datang dengan percaya diri. Dia tak lagi terjebak dalam bayang-bayang masa lalu. Rina melihat Maya dari jauh, merasa tertampar oleh keberadaan sahabatnya yang dulu. Maya telah tumbuh menjadi sosok yang mandiri dan sukses, meski tanpa dirinya.

Rina mendekat dengan perasaan bersalah. "Maya... maafkan aku."

Maya menatapnya, senyumnya tenang. "Rina, aku sudah memaafkanmu sejak lama. Aku hanya belajar bahwa tidak semua hal bisa kita pertahankan, bahkan persahabatan. Kadang, orang berubah, dan itu tidak apa-apa. Yang penting, kita tetap berdiri dan melanjutkan hidup."

Rina menahan air matanya. Pada saat itu, dia menyadari bahwa dia telah kehilangan lebih dari sekadar seorang sahabat. Dia telah kehilangan kesempatan untuk setia pada seseorang yang benar-benar berarti dalam hidupnya. Tapi, waktu tak bisa diputar kembali. Rina hanya bisa menerima kenyataan bahwa persahabatan mereka telah tergadai oleh ketakutan dan gengsi.

Maya pun berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Rina dalam kesunyian yang menyesakkan.


Mau pemahaman lebih dalam untuk soal ini?

Tanya ke Forum

Biar Robosquad lain yang jawab soal kamu

Tanya ke Forum

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

Teks 1 Salah Kelas Pagi itu, Joni nampak bahagia sekali. Di meja makan, ibunya bertanya kepada Joni. "Jon, Ibu perhatikan dari tadi kamu senyum-senyum sendiri?" "Anu, Bu, semalam ibu wali kelas membagikan jadwal tatap muka terbatas. Senang rasanya karena besok aku bisa bertemu teman-teman. Belajar daring di rumah membosankan, Bu. Apalagi kalau zoom meeting Matematika." "Memangnya kenapa kalau Matematika, Jon?" Ibu bertanya kembali. "Gurunya galak, Bu, materinya juga susah, wong diajarkan di kelas saja masih susah pahamnya, apalagi daring," jawab Joni. "Oh, begitu," Ibu menimpali. "Ya sudah, Bu. Joni pamit, ya." Joni langsung pergi sambil mencium tangan ibunya. Sekolah sudah nampak ramai. Joni berjalan sambil sesekali melihat jadwal mapel yang dibagikan wali kelasnya. Lalu, dia segera masuk kelas dan ternyata sudah ada guru di dalam kelas. "Selamat pagi, Pak. Maaf, saya terlambat." "Selamat pagi juga, Nak, silakan duduk," sahut Pak Guru. Joni langsung mencari kursi dan duduk tanpa melihat kanan kiri. Saat mengeluarkan buku catatan, Joni mengedarkan pandangannya dan langsung kaget. Semua seperti asing. Dia seperti tidak mengenali teman sekelasnya, apalagi semuanya memakai masker. Dia berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa mereka adalah teman kelasnya. Tidak berapa lama, Joni kaget ketika melihat ke papan tulis Pak Guru sedang menjelaskan soal Matematika, padahal seingatnya jadwal pagi itu adalah Bahasa Indonesia. "Astaga, ini kan kelasku satu tahun yang lalu, ini kan kelas satu. Sekarang kan aku sudah naik kelas dua." Keringat dingin keluar di wajah Joni, lalu dia memberanikan diri menemui Pak Guru. "Maaf, Pak, karena sudah satu tahun daring, saya lupa kalau sekarang saya sudah kelas dua. Saya salah masuk kelas, Pak." Semua peserta didik pun tertawa. Dengan wajah malu, Joni keluar kelas. Teks 2 PKH Pada suatu hari, dua orang ibu rumah tangga sedang berbincang-bincang di depan rumah. Mereka sedang asyik membahas tentang bantuan pemerintah yang dinamakan PKH. Bu Tuti : Mar, aku semakin heran dengan pemerintah sekarang. Bu Marni Loh, kenapa, Bu? Ada masalah? (penasaran) Bu Tuti : Ya jelas ada. Kalau enggak ada, buat apa saya repot-repot membahas masalah ini? Bu Marni: Oalah, Bu, sempat-sempatnya memikirkan pemerintah, memangnya pemerintah memikirkan nasib kita? Bu Tuti : Jangan salah. Tuh, lihat tetangga sebelah kita. Dia dapat bantuan dari pemerintah. Setiap bulan, dia rutin mengambil sembako di warung dekat balai desa sana. Bu Marni Masa? Enggak salah, sampeyan, Bu? Dia, kan, lumayan mampu. Lihat saja, kulkas ada, mesin cuci punya, motor dua, kalau pergi perhiasannya selalu menempel di tangannya. Benar enggak salah, Bu? (sedikit tidak percaya) Bu Tuti : Nah, itu yang membuat saya bingung. Kenapa dia dapat bantuan? Padahal, kalau dipikir, dia tergolong keluarga mampu. Coba kita bandingkan dengan tetangga kita yang lain. Ada yang jauh lebih berhak mendapatkan bantuan itu sebenarnya. Bu Marni : Iya betul Bu. Ngomong-ngomong, bantuan apa yang bisa dia dapat, Bu? Bu Tuti Bu Marni: Masa kamu enggak tahu? Itu, loh, bantuan PKH. Oh, yang rumahnya ditempeli stiker "Keluarga Miskin" itu, to? Bu Tuti Nah, itu kamu tahu, Mar. (mengacungkan jempol kepada Bu Marni) Bu Marni Bu Tuti Ya tahu lah, Bu. Apa, sih, yang tidak saya ketahui? Mar, PKH itu apa, to? (penasaran) Bu Marni Program Keluarga Harapan. Bu Tuti : Harapan apa? Bu Marni Harapan biar dikasih sembako tiap bulan, ha...ha...ha... Bu Tuti : Ngawur kamu, Mar. Tulislah persamaan dan perbedaan kedua teks tersebut

27

0.0

Jawaban terverifikasi

Sahabat yang Tergadai Rina dan Maya telah bersahabat sejak kecil. Mereka tinggal di kompleks perumahan yang sama, duduk di bangku sekolah yang sama, bahkan berbagi mimpi untuk bisa terus bersama hingga dewasa. Setiap sore, Rina selalu datang ke rumah Maya untuk bermain atau sekadar mengerjakan PR bersama. Rumah Maya terasa hangat dan nyaman, penuh dengan canda tawa dan rasa kekeluargaan. Maya adalah teman yang selalu mendukung Rina dalam segala hal, tak peduli apa yang terjadi. Namun, suatu hari segalanya berubah. Ayah Maya, yang sebelumnya memiliki usaha sukses, mengalami kebangkrutan. Usahanya gulung tikar setelah dihadapkan pada masalah keuangan yang tak terduga. Keluarga Maya terpaksa menjual rumah mereka dan pindah ke sebuah rumah kontrakan kecil di pinggiran kota. Maya tak lagi bisa mengenakan seragam baru yang biasa mereka beli bersama di awal tahun ajaran. Kini, pakaian Maya tampak kusam, dan sepatu yang dia kenakan mulai berlubang di ujungnya. Pada awalnya, Rina tetap berteman dengan Maya seperti biasa. Mereka masih bertemu di sekolah, dan Rina sesekali mengundang Maya ke rumahnya. Namun, Rina mulai mendengar bisik-bisik dari teman-teman lainnya. "Kenapa masih berteman dengan Maya? Keluarganya sudah jatuh miskin. Nanti kamu jadi terlihat seperti dia." Salah seorang teman di kelas berkata dengan nada mengejek. Bisikan-bisikan itu semakin keras, bahkan beberapa di antaranya terang-terangan menertawakan Maya di depan Rina. Rina merasa tersudut. Di satu sisi, dia merasa bersalah kepada Maya, sahabatnya sejak kecil, yang tidak pernah memintanya apa-apa kecuali persahabatan tulus. Namun di sisi lain, dia merasa takut dijauhi oleh teman-teman lain yang mulai memandang rendah Maya. Rina mulai menjaga jarak. Suatu sore, Maya mendatangi Rina. "Kenapa kamu menjauh? Aku merindukanmu, Rina," Maya bertanya dengan mata yang penuh harap, mencoba mencari jawaban atas perubahan sikap sahabatnya. Rina menghindari tatapan Maya, menunduk dan berpura-pura sibuk dengan bukunya. "Aku sibuk sekarang, banyak tugas. Maaf, Maya." Maya terdiam. Hatinya hancur. Dia tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi dia berharap itu tidak benar. Namun, kenyataannya terlalu menyakitkan untuk diabaikan. Sejak itu Maya tak pernah lagi mengajak Rina berbicara. Mereka masih bertemu di sekolah, tetapi Maya belajar untuk menahan diri dari rasa sakit ditinggalkan. Waktu berlalu, dan pertemanan mereka tergerus oleh jarak yang diciptakan Rina. Suatu hari, sekolah mengadakan reuni kecil bagi siswa-siswa angkatan mereka. Maya, yang sekarang telah menemukan jalan hidupnya sendiri, datang dengan percaya diri. Dia tak lagi terjebak dalam bayang-bayang masa lalu. Rina melihat Maya dari jauh, merasa tertampar oleh keberadaan sahabatnya yang dulu. Maya telah tumbuh menjadi sosok yang mandiri dan sukses, meski tanpa dirinya. Rina mendekat dengan perasaan bersalah. "Maya... maafkan aku." Maya menatapnya, senyumnya tenang. "Rina, aku sudah memaafkanmu sejak lama. Aku hanya belajar bahwa tidak semua hal bisa kita pertahankan, bahkan persahabatan. Kadang, orang berubah, dan itu tidak apa-apa. Yang penting, kita tetap berdiri dan melanjutkan hidup." Rina menahan air matanya. Pada saat itu, dia menyadari bahwa dia telah kehilangan lebih dari sekadar seorang sahabat. Dia telah kehilangan kesempatan untuk setia pada seseorang yang benar-benar berarti dalam hidupnya. Tapi, waktu tak bisa diputar kembali. Rina hanya bisa menerima kenyataan bahwa persahabatan mereka telah tergadai oleh ketakutan dan gengsi. Maya pun berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Rina dalam kesunyian yang menyesakkan. Ubahlah cerpen tersebut menjadi sebuah adegan 1, adegan 2, adegan 3, dan adegan 4

10

0.0

Jawaban terverifikasi

Iklan

Soal Pilihan Ganda tentang Ekonomi. Perhatikan kutipan korupsi berikut! Data Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan kerugian negara akibat kasus korupsi mencapai Rp238,14 triliun selama 10 tahun terakhir (2013-2022. ICW mencatat data ini berdasarkan putusan korupsi yang dikeluarkan oleh pengadilan tingkat pertama hingga kasasi. Data detailnya seperti berikut ini : Tahun 2013 : Rp3,46 triliun Tahun 2014 : Rp10,69 triliun Tahun 2015 : Rp1,74 triliun Tahun 2016 : Rp3,08 triliun Tahun 2017 : Rp29,42 triliun Tahun 2018 : Rp9,29 triliun Tahun 2019 : Rp12 triliun Tahun 2020 : Rp56,74 triliun Tahun 2021 : Rp62,93 triliun Tahun 2022 : Rp48,79 triliun Dalam buku edukasi antikorupsi Pantang Korupsi Sampai Mati (KPK: 2015) dijelaskan tentang konsep kerugian keuangan negara yang berkaitan dengan korupsi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, konsep kerugian keuangan negara mengandung delik formil. Unsur “dapat merugikan keuangan negara” artinya tindakan akan dianggap merugikan keuangan negara ketika suatu tindakan tersebut berpotensi menyebabkan kerugian negara secara langsung maupun tidak langsung. Jadi, apakah secara nyata kerugian negara memang terjadi atau tidak, bukanlah hal yang penting. ↓ Bayangkan saja betapa mirisnya negara Indonesia jika korupsi ini diteruskan. Maka Korupsi mengakibatkan melambatnya pertumbuhan ekonomi negara, menurunnya investasi, meningkatnya kemiskinan serta meningkatnya ketimpangan pendapatan. Korupsi juga dapat menurunkan tingkat kebahagiaan masyarakat di suatu negara. Alhasil skor anti korupsi jadi menurun, dari 40 poin menjadi 34 poin. Berdasarkan kutipan diatas, yang dirasakan oleh penduduk dan cara mengatasi situasi tersebut adalah .... A. Pata penduduk merasa sedih dan pasrah terhadap situasi negara Indonesia. Solusi yang bisa dilakukan adalah melakukan kebijakan peraturan tentang anti korupsi, bahwa siapapun yang melakukan korupsi akan dihukum sesuai UUD. B. Penduduk merasa kecewa, marah, dan kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah. Solusi yang bisa dilakukan adalah penguatan sistem pengawasan, penegakan hukum yang tegas, transparansi dalam pengelolaan keuangan negara, serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang penting menolak dan melaporkan tindakan korupsi. C. Prihatin dengan KPK yang justru diramaikan dengan kasus dugaan pelanggaran etik. Padahal kondisi lembaga sedang terpuruk setelah Ketua KPK sebelumnya, Firli Bahuri menjadi tersangka korupsi. Akibatnya para rakyatnya jadi tidak percaya lagi sama KPK. Solusinya ada menegakkan keadilan negeri. D. Korupsi berdampak begitu besar bagi negara &amp; masyarakat. Salah satunya, kerugian finansial dan ekonomi. Dengan kerugian seperti itu sangat mempengaruhi kualitas pelayanan publik. Cara mengatasinya adalah membuat sebuah peraturan UUD tentang korupsi, dimana pemeriksaan penjabat dilakukan secara menyeluruh bagi seluruh penjabat negeri. E. Para warga merasa kecewa &amp; marah terhadap pemerintah negara. Karena semua pajak yang mereka bayar jadi sia-sia. Jadi, dia mengatakan celah tersebut akan hilang jika wajib pajak taat aturan dan tak berupaya mengurangi pajak yang harusnya dibayarkan. Dia berharap celah tersebut bisa ditutup untuk mencegah korupsi. Tingkat kesulitan : Nearly impossible (HOTS/Menciptakan) : 🤯 Jawab dengam benar. Jika jawaban salah, maka bintang tidak akan dinilai.

3

5.0

Jawaban terverifikasi

Kerusakan Situs Gunung Padang Akibat Gempa Cianjur Kepala Berita: Gunung Padang yang berlokasi di Cianjur, Jawa Barat, mengalami kerusakan. Gunung Padang turut terdampak gempa bumi. Tubuh Berita: Dilansir detikJabar, Sabtu (26/11/2022), Koordinator Juru Pelihara Situs Gunung Padang, Nanang Sukmana, menjelaskan kerusakan Gunung Padang di bagian tourist information center (TIC), plafon TIC roboh akibat gempa. "Jadi yang rusak kantor TIC, itu pun hanya plafonnya yang jatuh. Kalau situs utamanya aman, tidak ada kerusakan apa pun," ucap Nanang, Sabtu (26/11/2022). Menurutnya, aktivitas wisata di Gunung Padang saat ini masih berjalan. Wisatawan dari luar daerah pun masih banyak yang berdatangan untuk melihat kemegahan struktur bangunan peninggalan leluhur itu. "Yang berkunjung masih banyak, terutama rombongan pelajar. Tapi tidak sebanyak sebelumnya, karena Cianjur masih berduka pascagempa," jelasnya. Ekor Berita: Gunung Padang merupakan situs megalitikum yang dibangun pada 5200 sebelum Masehi (SM). Situs dengan luas 291.800 meter persegi itu berlokasi di Kampung Gunung Padang, Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur. Gunung Padang juga ternyata mengarah ke Gunung Gede Pangrango di sebelah utara. Bahkan perhitungan arahnya sangat tepat, di mana Gunung Gede sebenarnya tidak persis berada di nol derajat arah utara, dan Gunung Padang sengaja dirahakan sesuai garis lurus dengan Gunung Gede Pangrango. Situs Gunung Padang dibuat menggunakan bebatuan kekar kolom (coloumnar joint) dengan bentuk persegi lima memanjang disusun dan bukan terbentuk secara alami. Carilah ciri kebahasaan dalam teks berita tersebut!!

2

0.0

Jawaban terverifikasi