Adzka A

Ditanya 6 hari yang lalu

Iklan

Adzka A

Ditanya 6 hari yang lalu

Pertanyaan

Sahabat yang Tergadai Rina dan Maya telah bersahabat sejak kecil. Mereka tinggal di kompleks perumahan yang sama, duduk di bangku sekolah yang sama, bahkan berbagi mimpi untuk bisa terus bersama hingga dewasa. Setiap sore, Rina selalu datang ke rumah Maya untuk bermain atau sekadar mengerjakan PR bersama. Rumah Maya terasa hangat dan nyaman, penuh dengan canda tawa dan rasa kekeluargaan. Maya adalah teman yang selalu mendukung Rina dalam segala hal, tak peduli apa yang terjadi. Namun, suatu hari segalanya berubah. Ayah Maya, yang sebelumnya memiliki usaha sukses, mengalami kebangkrutan. Usahanya gulung tikar setelah dihadapkan pada masalah keuangan yang tak terduga. Keluarga Maya terpaksa menjual rumah mereka dan pindah ke sebuah rumah kontrakan kecil di pinggiran kota. Maya tak lagi bisa mengenakan seragam baru yang biasa mereka beli bersama di awal tahun ajaran. Kini, pakaian Maya tampak kusam, dan sepatu yang dia kenakan mulai berlubang di ujungnya. Pada awalnya, Rina tetap berteman dengan Maya seperti biasa. Mereka masih bertemu di sekolah, dan Rina sesekali mengundang Maya ke rumahnya. Namun, Rina mulai mendengar bisik-bisik dari teman-teman lainnya. "Kenapa masih berteman dengan Maya? Keluarganya sudah jatuh miskin. Nanti kamu jadi terlihat seperti dia." Salah seorang teman di kelas berkata dengan nada mengejek. Bisikan-bisikan itu semakin keras, bahkan beberapa di antaranya terang-terangan menertawakan Maya di depan Rina. Rina merasa tersudut. Di satu sisi, dia merasa bersalah kepada Maya, sahabatnya sejak kecil, yang tidak pernah memintanya apa-apa kecuali persahabatan tulus. Namun di sisi lain, dia merasa takut dijauhi oleh teman-teman lain yang mulai memandang rendah Maya. Rina mulai menjaga jarak. Suatu sore, Maya mendatangi Rina. "Kenapa kamu menjauh? Aku merindukanmu, Rina," Maya bertanya dengan mata yang penuh harap, mencoba mencari jawaban atas perubahan sikap sahabatnya. Rina menghindari tatapan Maya, menunduk dan berpura-pura sibuk dengan bukunya. "Aku sibuk sekarang, banyak tugas. Maaf, Maya." Maya terdiam. Hatinya hancur. Dia tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi dia berharap itu tidak benar. Namun, kenyataannya terlalu menyakitkan untuk diabaikan. Sejak itu Maya tak pernah lagi mengajak Rina berbicara. Mereka masih bertemu di sekolah, tetapi Maya belajar untuk menahan diri dari rasa sakit ditinggalkan. Waktu berlalu, dan pertemanan mereka tergerus oleh jarak yang diciptakan Rina. Suatu hari, sekolah mengadakan reuni kecil bagi siswa-siswa angkatan mereka. Maya, yang sekarang telah menemukan jalan hidupnya sendiri, datang dengan percaya diri. Dia tak lagi terjebak dalam bayang-bayang masa lalu. Rina melihat Maya dari jauh, merasa tertampar oleh keberadaan sahabatnya yang dulu. Maya telah tumbuh menjadi sosok yang mandiri dan sukses, meski tanpa dirinya. Rina mendekat dengan perasaan bersalah. "Maya... maafkan aku." Maya menatapnya, senyumnya tenang. "Rina, aku sudah memaafkanmu sejak lama. Aku hanya belajar bahwa tidak semua hal bisa kita pertahankan, bahkan persahabatan. Kadang, orang berubah, dan itu tidak apa-apa. Yang penting, kita tetap berdiri dan melanjutkan hidup." Rina menahan air matanya. Pada saat itu, dia menyadari bahwa dia telah kehilangan lebih dari sekadar seorang sahabat. Dia telah kehilangan kesempatan untuk setia pada seseorang yang benar-benar berarti dalam hidupnya. Tapi, waktu tak bisa diputar kembali. Rina hanya bisa menerima kenyataan bahwa persahabatan mereka telah tergadai oleh ketakutan dan gengsi. Maya pun berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Rina dalam kesunyian yang menyesakkan. Ubahlah cerpen tersebut menjadi sebuah adegan 1, adegan 2, adegan 3, dan adegan 4

Sahabat yang Tergadai

Rina dan Maya telah bersahabat sejak kecil. Mereka tinggal di kompleks perumahan yang sama, duduk di bangku sekolah yang sama, bahkan berbagi mimpi untuk bisa terus bersama hingga dewasa. Setiap sore, Rina selalu datang ke rumah Maya untuk bermain atau sekadar mengerjakan PR bersama. Rumah Maya terasa hangat dan nyaman, penuh dengan canda tawa dan rasa kekeluargaan. Maya adalah teman yang selalu mendukung Rina dalam segala hal, tak peduli apa yang terjadi.

Namun, suatu hari segalanya berubah.

Ayah Maya, yang sebelumnya memiliki usaha sukses, mengalami kebangkrutan. Usahanya gulung tikar setelah dihadapkan pada masalah keuangan yang tak terduga. Keluarga Maya terpaksa menjual rumah mereka dan pindah ke sebuah rumah kontrakan kecil di pinggiran kota. Maya tak lagi bisa mengenakan seragam baru yang biasa mereka beli bersama di awal tahun ajaran. Kini, pakaian Maya tampak kusam, dan sepatu yang dia kenakan mulai berlubang di ujungnya.

Pada awalnya, Rina tetap berteman dengan Maya seperti biasa. Mereka masih bertemu di sekolah, dan Rina sesekali mengundang Maya ke rumahnya. Namun, Rina mulai mendengar bisik-bisik dari teman-teman lainnya. "Kenapa masih berteman dengan Maya? Keluarganya sudah jatuh miskin. Nanti kamu jadi terlihat seperti dia." Salah seorang teman di kelas berkata dengan nada mengejek. Bisikan-bisikan itu semakin keras, bahkan beberapa di antaranya terang-terangan menertawakan Maya di depan Rina.

Rina merasa tersudut. Di satu sisi, dia merasa bersalah kepada Maya, sahabatnya sejak kecil, yang tidak pernah memintanya apa-apa kecuali persahabatan tulus. Namun di sisi lain, dia merasa takut dijauhi oleh teman-teman lain yang mulai memandang rendah Maya. Rina mulai menjaga jarak.

Suatu sore, Maya mendatangi Rina. "Kenapa kamu menjauh? Aku merindukanmu, Rina," Maya bertanya dengan mata yang penuh harap, mencoba mencari jawaban atas perubahan sikap sahabatnya.

Rina menghindari tatapan Maya, menunduk dan berpura-pura sibuk dengan bukunya. "Aku sibuk sekarang, banyak tugas. Maaf, Maya."

Maya terdiam. Hatinya hancur. Dia tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi dia berharap itu tidak benar. Namun, kenyataannya terlalu menyakitkan untuk diabaikan. Sejak itu Maya tak pernah lagi mengajak Rina berbicara. Mereka masih bertemu di sekolah, tetapi Maya belajar untuk menahan diri dari rasa sakit ditinggalkan.

Waktu berlalu, dan pertemanan mereka tergerus oleh jarak yang diciptakan Rina. Suatu hari, sekolah mengadakan reuni kecil bagi siswa-siswa angkatan mereka. Maya, yang sekarang telah menemukan jalan hidupnya sendiri, datang dengan percaya diri. Dia tak lagi terjebak dalam bayang-bayang masa lalu. Rina melihat Maya dari jauh, merasa tertampar oleh keberadaan sahabatnya yang dulu. Maya telah tumbuh menjadi sosok yang mandiri dan sukses, meski tanpa dirinya.

Rina mendekat dengan perasaan bersalah. "Maya... maafkan aku."

Maya menatapnya, senyumnya tenang. "Rina, aku sudah memaafkanmu sejak lama. Aku hanya belajar bahwa tidak semua hal bisa kita pertahankan, bahkan persahabatan. Kadang, orang berubah, dan itu tidak apa-apa. Yang penting, kita tetap berdiri dan melanjutkan hidup."

Rina menahan air matanya. Pada saat itu, dia menyadari bahwa dia telah kehilangan lebih dari sekadar seorang sahabat. Dia telah kehilangan kesempatan untuk setia pada seseorang yang benar-benar berarti dalam hidupnya. Tapi, waktu tak bisa diputar kembali. Rina hanya bisa menerima kenyataan bahwa persahabatan mereka telah tergadai oleh ketakutan dan gengsi.

Maya pun berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Rina dalam kesunyian yang menyesakkan.

 

Ubahlah cerpen tersebut menjadi sebuah adegan 1, adegan 2, adegan 3, dan adegan 4

8 dari 10 siswa nilainya naik

dengan paket belajar pilihan

Habis dalam

01

:

23

:

41

:

33

Klaim

10

2

Jawaban terverifikasi

Iklan

Nanas N

Dijawab 4 hari yang lalu

Jawaban terverifikasi

Adegan 1: Kenangan Manis Persahabatan Rina dan Maya telah bersahabat sejak kecil. Mereka tinggal di kompleks perumahan yang sama, duduk di sekolah yang sama, dan berbagi mimpi untuk terus bersama hingga dewasa. Setiap sore, Rina selalu datang ke rumah Maya untuk bermain atau mengerjakan PR bersama. Rumah Maya terasa hangat dan penuh dengan canda tawa serta rasa kekeluargaan. Maya selalu mendukung Rina dalam segala hal, tak peduli apa yang terjadi. Adegan 2: Kehidupan Maya Berubah Suatu hari, kehidupan Maya berubah drastis. Ayahnya mengalami kebangkrutan dan usahanya terpaksa tutup. Keluarga Maya harus menjual rumah mereka dan pindah ke rumah kontrakan kecil di pinggiran kota. Kini, Maya tak lagi bisa mengenakan seragam baru, pakaian yang dikenakannya tampak kusam, dan sepatunya mulai berlubang. Adegan 3: Rina Menjaga Jarak Meskipun awalnya Rina tetap berteman seperti biasa, ia mulai mendengar bisikan-bisikan negatif dari teman-temannya yang mengejek kondisi Maya. Rina merasa tertekan dan mulai menjaga jarak dari Maya. Suatu sore, Maya datang dengan penuh harap, bertanya kenapa Rina menjauh. Namun, Rina hanya mengatakan, "Aku sibuk sekarang, banyak tugas. Maaf, Maya." Maya pun terdiam, menyadari perubahan sikap Rina. Adegan 4: Pertemuan Kembali di Reuni Bertahun-tahun kemudian, saat reuni sekolah, Rina dan Maya bertemu kembali. Maya datang dengan percaya diri, tampak telah menemukan jalannya sendiri. Rina, dengan perasaan bersalah, mendekatinya dan meminta maaf. Maya hanya tersenyum tenang dan berkata, "Aku sudah memaafkanmu sejak lama. Kadang, orang berubah, dan itu tidak apa-apa." Rina menyadari bahwa persahabatan mereka telah tergadai oleh ketakutan dan gengsi yang pernah dimilikinya.


Iklan

Rendi R

Community

Dijawab sehari yang lalu

Jawaban terverifikasi

<p>Berikut adalah pembagian cerita "Langit Merah di Ujung Jalan" menjadi empat adegan:</p><p><strong>Adegan 1: Perkenalan Tokoh dan Impian</strong></p><p><strong>Lokasi</strong>: Lapangan terbuka di desa kecil yang dikelilingi pohon-pohon tinggi.</p><ul><li><strong>Deskripsi</strong>: Mira, Andi, Lila, dan Budi adalah sekelompok sahabat yang sering berkumpul di lapangan setiap sore sepulang sekolah.</li><li><strong>Dialog</strong>:<ul><li>Mira berbagi impiannya untuk menjadi seorang penulis.</li><li>Andi mengungkapkan keinginannya untuk menjadi pemain sepak bola terkenal.</li><li>Lila bercita-cita ingin belajar ke luar negeri.</li><li>Budi yang pemalu mengutarakan impiannya untuk menjadi seniman, meski masih merasa ragu dengan kemampuannya.</li></ul></li><li><strong>Aksi</strong>: Mira mengusulkan ide untuk membuat film pendek tentang impian mereka masing-masing.</li><li><strong>Reaksi</strong>: Andi, Lila, dan Budi merespons dengan semangat, meskipun Budi sedikit ragu karena kurang percaya diri dengan kemampuannya menggambar.</li></ul><p><strong>Adegan 2: Persiapan Proyek Film</strong></p><p><strong>Lokasi</strong>: Lapangan terbuka, rumah masing-masing karakter (untuk persiapan individu).</p><ul><li><strong>Deskripsi</strong>: Mereka mulai merencanakan proyek film pendek dengan membagi tugas masing-masing.</li><li><strong>Dialog</strong>:<ul><li>Mira, Lila, Andi, dan Budi berdiskusi tentang naskah, adegan, dan latar belakang film.</li><li>Mira mengisi buku catatannya dengan ide-ide kreatif.</li><li>Lila menulis naskah, Andi berlatih adegan aksi, dan Budi menggambar latar belakang.</li></ul></li><li><strong>Aksi</strong>: Proses persiapan dan latihan untuk film pendek berjalan dengan baik, tetapi mulai muncul kesulitan bagi masing-masing karakter.</li><li><strong>Reaksi</strong>: Andi merasa kewalahan karena harus membagi waktu antara latihan sepak bola dan proyek film. Lila merasa tertekan dengan naskahnya, dan Budi mulai meragukan hasil karyanya.</li></ul><p><strong>Adegan 3: Konflik dan Kebimbangan</strong></p><p><strong>Lokasi</strong>: Lapangan terbuka di sore hari.</p><ul><li><strong>Deskripsi</strong>: Konflik mulai muncul ketika masing-masing karakter merasa terbebani dengan proyek ini.</li><li><strong>Dialog</strong>:<ul><li>Andi mengungkapkan keraguannya untuk melanjutkan proyek karena ia merasa waktu latihannya terganggu.</li><li>Lila mengutarakan ketakutannya bahwa naskahnya tidak cukup bagus.</li><li>Mira mencoba menyemangati teman-temannya, mengingatkan mereka tentang arti dari mimpi dan dukungan sahabat.</li><li>Budi, yang biasanya pendiam, mengakui bahwa dia juga merasa takut tapi tetap ingin mencoba.</li></ul></li><li><strong>Aksi</strong>: Mereka berdiskusi untuk saling mendukung dan mencari cara agar proyek ini tetap bisa berjalan.</li><li><strong>Reaksi</strong>: Keempat sahabat sepakat untuk terus melanjutkan proyek dengan membagi waktu dan tugas lebih baik.</li></ul><p><strong>Adegan 4: Pemutaran Perdana dan Refleksi</strong></p><p><strong>Lokasi</strong>: Lapangan terbuka yang sudah diatur untuk pemutaran film.</p><ul><li><strong>Deskripsi</strong>: Setelah beberapa minggu bekerja keras, film mereka akhirnya selesai dan diputar di depan teman-teman dan keluarga.</li><li><strong>Dialog</strong>:<ul><li>Para penonton memberikan pujian dan dukungan untuk keempat sahabat.</li><li>Masing-masing sahabat mengungkapkan perasaan bangga mereka akan hasil kerja keras dan proses belajar mereka.</li><li>Mira menyampaikan pesan kepada teman-temannya tentang pentingnya kerja sama dan keberanian untuk mengejar mimpi.</li></ul></li><li><strong>Aksi</strong>: Mereka saling berpelukan dan merayakan hasil karya bersama.</li><li><strong>Reaksi</strong>: Mereka merasa lebih percaya diri dan berjanji untuk terus mengejar mimpi masing-masing.</li></ul><p>Itulah pembagian ceritanya ke dalam empat adegan. Setiap adegan menggambarkan perjalanan persahabatan, kerja keras, konflik, dan pencapaian mereka dalam menggapai impian.</p>

Berikut adalah pembagian cerita "Langit Merah di Ujung Jalan" menjadi empat adegan:

Adegan 1: Perkenalan Tokoh dan Impian

Lokasi: Lapangan terbuka di desa kecil yang dikelilingi pohon-pohon tinggi.

  • Deskripsi: Mira, Andi, Lila, dan Budi adalah sekelompok sahabat yang sering berkumpul di lapangan setiap sore sepulang sekolah.
  • Dialog:
    • Mira berbagi impiannya untuk menjadi seorang penulis.
    • Andi mengungkapkan keinginannya untuk menjadi pemain sepak bola terkenal.
    • Lila bercita-cita ingin belajar ke luar negeri.
    • Budi yang pemalu mengutarakan impiannya untuk menjadi seniman, meski masih merasa ragu dengan kemampuannya.
  • Aksi: Mira mengusulkan ide untuk membuat film pendek tentang impian mereka masing-masing.
  • Reaksi: Andi, Lila, dan Budi merespons dengan semangat, meskipun Budi sedikit ragu karena kurang percaya diri dengan kemampuannya menggambar.

Adegan 2: Persiapan Proyek Film

Lokasi: Lapangan terbuka, rumah masing-masing karakter (untuk persiapan individu).

  • Deskripsi: Mereka mulai merencanakan proyek film pendek dengan membagi tugas masing-masing.
  • Dialog:
    • Mira, Lila, Andi, dan Budi berdiskusi tentang naskah, adegan, dan latar belakang film.
    • Mira mengisi buku catatannya dengan ide-ide kreatif.
    • Lila menulis naskah, Andi berlatih adegan aksi, dan Budi menggambar latar belakang.
  • Aksi: Proses persiapan dan latihan untuk film pendek berjalan dengan baik, tetapi mulai muncul kesulitan bagi masing-masing karakter.
  • Reaksi: Andi merasa kewalahan karena harus membagi waktu antara latihan sepak bola dan proyek film. Lila merasa tertekan dengan naskahnya, dan Budi mulai meragukan hasil karyanya.

Adegan 3: Konflik dan Kebimbangan

Lokasi: Lapangan terbuka di sore hari.

  • Deskripsi: Konflik mulai muncul ketika masing-masing karakter merasa terbebani dengan proyek ini.
  • Dialog:
    • Andi mengungkapkan keraguannya untuk melanjutkan proyek karena ia merasa waktu latihannya terganggu.
    • Lila mengutarakan ketakutannya bahwa naskahnya tidak cukup bagus.
    • Mira mencoba menyemangati teman-temannya, mengingatkan mereka tentang arti dari mimpi dan dukungan sahabat.
    • Budi, yang biasanya pendiam, mengakui bahwa dia juga merasa takut tapi tetap ingin mencoba.
  • Aksi: Mereka berdiskusi untuk saling mendukung dan mencari cara agar proyek ini tetap bisa berjalan.
  • Reaksi: Keempat sahabat sepakat untuk terus melanjutkan proyek dengan membagi waktu dan tugas lebih baik.

Adegan 4: Pemutaran Perdana dan Refleksi

Lokasi: Lapangan terbuka yang sudah diatur untuk pemutaran film.

  • Deskripsi: Setelah beberapa minggu bekerja keras, film mereka akhirnya selesai dan diputar di depan teman-teman dan keluarga.
  • Dialog:
    • Para penonton memberikan pujian dan dukungan untuk keempat sahabat.
    • Masing-masing sahabat mengungkapkan perasaan bangga mereka akan hasil kerja keras dan proses belajar mereka.
    • Mira menyampaikan pesan kepada teman-temannya tentang pentingnya kerja sama dan keberanian untuk mengejar mimpi.
  • Aksi: Mereka saling berpelukan dan merayakan hasil karya bersama.
  • Reaksi: Mereka merasa lebih percaya diri dan berjanji untuk terus mengejar mimpi masing-masing.

Itulah pembagian ceritanya ke dalam empat adegan. Setiap adegan menggambarkan perjalanan persahabatan, kerja keras, konflik, dan pencapaian mereka dalam menggapai impian.


Mau pemahaman lebih dalam untuk soal ini?

Tanya ke Forum

Biar Robosquad lain yang jawab soal kamu

Tanya ke Forum

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

Tentukanlah sindiran/kritikan dan makna tersirat yang pada teks dibawah! Pil RT Suatu ketika Roni dan Karto sedang ngobrol di depan rumah Roni. "Lihat itu Pak RT kita yang baru, tingkahnya dan peraturannya justru membuat warga risau, ini salahmu, To. Kamu dulu sudah tak ingatkan agar ndak usah ikut nyoblos, nanti kalau pilihanmu berbuat dosa kamu malah ikut menanggung dosanya," demikian kata Doni kepada Karto. "Kamu itu, Don. Justru kamu dan teman-temanmu yang ndak mau nyobloslah yang berdosa," jawab Karto kesal. "Kok bisa?" sahut Doni. "Kalau saja kalian dulu nyoblos, tentu Pak Wono tak akan jadi RT, sebab pilihan kalian yang bukan Pak Wono membantu agar Pak Wono tidak jadi RT," ujar Karto. Doni diam sejenak, ia memikirkan dengan sangat dalam kalimat yang diungkapkan Karto.

9

0.0

Jawaban terverifikasi

Kondisi kehidupan bangsa Indonesia pada masa awal kemerdekaan belum stabil. Dibawah ini adalah penyabab ketidakstabilan kehidupan politik pada masa awal kemerdekaan, kecuali... A. Pertentangan antar partai B. Gangguan dari Belanda yang ingin berkuasa kembali C. Munculnya kesulitan ekonomi dan keuangan D. Terjadinya bentrokan antar etnis E. Munculnya gangguan keamanan dalam negeri 2. Pada tanggal 3 November 1945 diterbitkan maklumat pemerintah mengenai pendirian partai partai politik. Sebelum adanya maklumat pemerintah tanggal 3 November 1945, Indonesia merencanakan satu partai tunggal yaitu... A. Masyumi D. PNI B. PKI E. NU C. PSI 3. Terbentuknya Kabinet Sjahrir tanggal 14 November 1945 merupakan suatu bentuk penyelewengan pertama pemerintah RI terhadap UUD 1945. Sejak tanggal 14 November 1945 Indonesia menganut sistem pemerintahan... A. Presidensial B. Liberalisme C. Parlementer D. Terpimpin E. Aristokrasi 4. Berdirinya partai partai politik telah mendorong Sutan Sjahrir yang berasal dari partai Sosialis untuk menghidupkan bentuk pemerintahan dengan cabinet parlementer. Hal ini dilakukan dengan alasan... A. agar perjuangan bangsa Indonesia mendapat dukungan dari negara negara barat B. mengikuti arus perpolitikan Indonesia yang mulai berkembang C. sesuai dengan perkembangan ideology di Indonesia D. sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 E. permintaan dari Presiden Soekarno. 5. Pada masa awal kemerdekaan, system pemerintahan berubah dari presidensial menjadi parlementer. Salah satu alasan dan pertimbangan perubahan system pemerintahan dari presidensial ke parlementer pada awal kemerdekaan adalah... A. Demokrasi bisa segera ditegakkan secara benar B. Parlementer sangat cocok untuk bangsa Indonesia C. Presidensial tidak sesuai dengan Indonesia yang multi etnis. D. Presidensial terlalu sulit untuk diterapkan dalam pemerintahan E. Mempermudah perundingan dengan Belanda 6. Sampai dengan awal tahun 1946, keadaan ibu kota Jakarta semakin kacau. Pemerintah terus didesak dan diteror oleh pemerintah asing.Pada saat ibukota dipindahkan ke Yogyakarta, Perdana Menteri Sjahrir masih berkedudukan di Jakarta untuk... A. menghadapi terror Belanda B. menjalankan roda pemerintahan dari pusat C. menghimpun kekuatan menghadapi Belanda D. menciptakan pemerintahan tandingan E. mengadakan hubungan dengan luar negeri 7. Kondisi kehidupan ekonomi bangsa Indonesia pada awal kemerdekaan tidak stabil. Keadaan ekonomi pada awal kemerdekaan mengalami kekacauan, salah satu factor penyebab antara lain... A. Adanya Blokade ekonomi oleh Belanda B. Rakyat Indonesia hanya mengandalkan pendapatan dalam pertanian . C. Banyaknya investor asing yang mengintervensi perekonomian Indonesia D. Rendahnya sumber daya manusia Indonesia dalam perekonomian E. Sering terjadi konflik horizontal dalam negeri Indonesia 8. Kondisi kehidupan ekonomi pada masa awal kemerdekaan tidak stabil karena terjadi inflasi. Terjadinya inflasi pada masa awal kemerdekaan disebabkan oleh... A. Indonesia belum memiliki mata uang yang sah B. Tentara Jepang masih menguasai sebagian besar sector ekonomi C. Terjadinya pertempuran pertempuran diberbagai daerah. D. Peredaran mata uang Jepang yang belum terkendali E. Munculnya perusahaan perusahaan asing milik Belanda 9. Indonesia harus dapat mengatasi permasalahan ekonomi yang dihadapi pada masa awal kemerdekaan. Salah satu upaya bangsa Indonesia dalam melakukan perbaikan ekonomi pada awal kemerdekaan dilakukan dengan cara ... A. Menaikkan pajak dan bea Cukai B. Meningkatkan produksi pertanian dan perkebunan untuk diekspor C. Mengeluarkan mata uang sendiri (ORI) D. Mengisi kas pemerintah yang kosong E. Mengedarkan uang secara besar besaran. 10. Salah satu penyebab kacaunya kondisi perekonomian Indonesia pada masa awal kemerdekaan karena kas negara kosong. Upaya pemerintah Republik Indonesia mengisi kas negara yang kosong pada awal Kemerdekaan adalah ... A. Menasionalisasi De Javasche Bank B. Membuat kebijakan Gunting Syafruddin C. Mendevaluasi mata uang rupiah D. Sistim ekonomi Gerakan Benteng E. Menyelenggarakan pinjaman Nasional

33

0.0

Jawaban terverifikasi

Iklan