Adzka A

03 Oktober 2024 06:06

Iklan

Adzka A

03 Oktober 2024 06:06

Pertanyaan

Kembangkan premis tersebut menjadi sebuah cerpen "Nana dan nini adalah seorang anak kembar. Tetapi, sifat keduanya sangat berbeda jauh. Nana mempunyai sifat yang pemalas sedangkan nini sifatnya rajin."

Kembangkan premis tersebut menjadi sebuah cerpen

"Nana dan nini adalah seorang anak kembar. Tetapi, sifat keduanya sangat berbeda jauh. Nana mempunyai sifat yang pemalas sedangkan nini sifatnya rajin."

Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb

Habis dalam

02

:

16

:

12

:

27

Klaim

8

2

Jawaban terverifikasi

Iklan

Salma R

04 Oktober 2024 04:49

Jawaban terverifikasi

<p>Hai hai... aku bantu jawab yah..😄💯</p><h1><i>Cerpen</i>: "Rahasia di Balik Cermin"</h1><p>Nana dan Nini adalah sepasang anak kembar yang aneh. Meskipun wajah mereka identik, sifatnya bertolak belakang. Nana, si pemalas yang selalu menghindari tanggung jawab, lebih suka berbaring sambil menatap langit-langit kamarnya. Sedangkan Nini, selalu rajin, bangun pagi, dan tak pernah mengeluh meski lelah menyapu halaman atau membantu ibu di dapur.</p><p>Tapi, akhir-akhir ini ada yang aneh di rumah mereka. Setiap malam, Nana mendengar suara aneh dari kamar sebelah—kamar Nini. Bukan suara biasa. Ada gemerisik seperti orang berbisik atau langkah-langkah kecil yang mondar-mandir di lantai kayu. Awalnya, Nana pikir itu cuma perasaannya. Tapi semakin hari, suara itu semakin jelas.</p><p>“Nini, kamu denger sesuatu nggak semalem?” tanya Nana sambil menguap lebar. Pagi itu, seperti biasa, Nini sudah sibuk menyiapkan sarapan.</p><p>“Suara apa, Na?” jawab Nini tanpa memandang Nana. Wajahnya terlihat pucat, dan ada lingkaran hitam di bawah matanya.</p><p>“Kayak bisikan... atau langkah-langkah di kamarmu. Mungkin kita kedatangan tikus?” ujar Nana sambil mengerutkan kening.</p><p>Nini menggeleng pelan, tapi tidak berkata apa-apa lagi. Nana merasa ada yang aneh, tapi dia tidak tahu apa.</p><p>Malam itu, rasa penasaran Nana memuncak. Setelah semua orang tidur, dia memutuskan untuk menyelinap masuk ke kamar Nini. Saat membuka pintu, yang disambutnya bukanlah kamar tidur biasa. Cahaya bulan menembus jendela dan jatuh tepat di sebuah cermin besar yang terpajang di sudut ruangan. Cermin itu baru, belum pernah Nana melihatnya di sana sebelumnya.</p><p>Nana berjalan mendekat, menatap pantulan dirinya di cermin. Tapi sesuatu membuat jantungnya berdetak kencang. Di pantulan itu, dia melihat Nini. Bukan Nini yang biasa—wajahnya begitu pucat, matanya kosong, dan bibirnya bergerak seolah-olah berbisik. Nana melangkah mundur dengan tergesa, dan tiba-tiba Nini muncul di pintu kamar, menatapnya dengan mata yang sama kosong.</p><p>“Nana, apa yang kamu lakukan?” suara Nini terdengar datar, hampir tak bernyawa.</p><p>Nana tak menjawab, tatapannya beralih lagi ke cermin. Tapi kali ini, pantulannya menunjukkan hal yang berbeda. Di belakangnya, ada bayangan lain, sosok hitam yang mendekat dari dalam cermin. Tangan Nana gemetar, dan tanpa sadar dia berlari keluar kamar, tak berani menoleh lagi.</p><p>Keesokan harinya, Nana memberanikan diri bertanya. “Nini... ada apa dengan cermin di kamarmu?”</p><p>Nini menatap Nana dengan dingin. “Cermin itu sudah ada sejak dulu, Na. Aku selalu melihat diriku di sana. Mungkin, sekarang giliran kamu yang melihat apa yang seharusnya kamu lihat.”</p><p>Perkataan Nini membuat Nana semakin bingung. Ada sesuatu yang disembunyikan kembarannya. Dan semakin hari, Nini makin berbeda. Dia jarang berbicara, seringkali berdiri lama di depan cermin, seolah-olah berbicara dengan seseorang di dalamnya. Tubuhnya semakin kurus, dan dia terlihat seolah menua dengan cepat.</p><p>Suatu malam, Nana tak tahan lagi. Dia menunggu sampai Nini tertidur, lalu kembali ke kamar itu, menghadapi cermin yang membuatnya penasaran dan takut sekaligus. Tapi kali ini, cermin itu tak hanya memantulkan bayangan. Ada tulisan yang terbentuk dari kabut di permukaannya, seperti ditulis oleh tangan yang tak terlihat.</p><p>“Bukan Nini yang kamu lihat,” kata tulisan itu.</p><p>Nana tertegun. Jantungnya berdetak kencang. Perlahan, cermin itu memperlihatkan adegan lain. Nini—Nini yang asli—terkunci di dalam cermin, terperangkap dan berusaha keluar. Sosok yang selama ini ada di dunia nyata, yang tidur di kamar sebelah, bukan Nini. Itu hanya bayangan, kembaran yang diciptakan dari dunia cermin.</p><p>Nana panik. “Gimana caranya aku bisa nyelamatin kamu, Nin?” bisiknya, berharap Nini bisa mendengarnya. Tapi sosok di cermin hanya menatapnya, mulutnya terbuka, tapi tak ada suara yang keluar.</p><p>Tiba-tiba, bayangan lain muncul dari balik cermin, mendekati Nini. Sosok itu... mirip sekali dengan Nana. Cermin itu mulai bergetar, seolah-olah batas antara dunia nyata dan dunia cermin akan runtuh.</p><p>Nana harus bertindak cepat. Dia teringat cerita lama dari nenek mereka, tentang bagaimana kembar punya ikatan yang lebih kuat dari yang orang tahu. Dengan tekad bulat, Nana menyentuh permukaan cermin dan berbisik, "Kembalilah."</p><p>Cermin itu bersinar terang, dan tiba-tiba, Nini yang asli terlempar keluar. Sosok bayangan yang selama ini menggantikan Nini di dunia nyata hancur berantakan, lenyap dalam cahaya. Mereka berdua jatuh terduduk, kehabisan napas, tapi Nini yang sekarang di hadapan Nana adalah Nini yang ia kenal—yang asli.</p><p>“Kamu udah nyelamatin aku, Na,” ujar Nini, suaranya lemah tapi penuh rasa syukur.</p><p>Nana mengangguk, dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia tahu apa arti tanggung jawab. Bukan hanya kepada dirinya, tapi kepada Nini—kembarannya, bagian lain dari dirinya yang tak bisa ia abaikan lagi.</p><p><strong>Tamat</strong>.</p>

Hai hai... aku bantu jawab yah..😄💯

Cerpen: "Rahasia di Balik Cermin"

Nana dan Nini adalah sepasang anak kembar yang aneh. Meskipun wajah mereka identik, sifatnya bertolak belakang. Nana, si pemalas yang selalu menghindari tanggung jawab, lebih suka berbaring sambil menatap langit-langit kamarnya. Sedangkan Nini, selalu rajin, bangun pagi, dan tak pernah mengeluh meski lelah menyapu halaman atau membantu ibu di dapur.

Tapi, akhir-akhir ini ada yang aneh di rumah mereka. Setiap malam, Nana mendengar suara aneh dari kamar sebelah—kamar Nini. Bukan suara biasa. Ada gemerisik seperti orang berbisik atau langkah-langkah kecil yang mondar-mandir di lantai kayu. Awalnya, Nana pikir itu cuma perasaannya. Tapi semakin hari, suara itu semakin jelas.

“Nini, kamu denger sesuatu nggak semalem?” tanya Nana sambil menguap lebar. Pagi itu, seperti biasa, Nini sudah sibuk menyiapkan sarapan.

“Suara apa, Na?” jawab Nini tanpa memandang Nana. Wajahnya terlihat pucat, dan ada lingkaran hitam di bawah matanya.

“Kayak bisikan... atau langkah-langkah di kamarmu. Mungkin kita kedatangan tikus?” ujar Nana sambil mengerutkan kening.

Nini menggeleng pelan, tapi tidak berkata apa-apa lagi. Nana merasa ada yang aneh, tapi dia tidak tahu apa.

Malam itu, rasa penasaran Nana memuncak. Setelah semua orang tidur, dia memutuskan untuk menyelinap masuk ke kamar Nini. Saat membuka pintu, yang disambutnya bukanlah kamar tidur biasa. Cahaya bulan menembus jendela dan jatuh tepat di sebuah cermin besar yang terpajang di sudut ruangan. Cermin itu baru, belum pernah Nana melihatnya di sana sebelumnya.

Nana berjalan mendekat, menatap pantulan dirinya di cermin. Tapi sesuatu membuat jantungnya berdetak kencang. Di pantulan itu, dia melihat Nini. Bukan Nini yang biasa—wajahnya begitu pucat, matanya kosong, dan bibirnya bergerak seolah-olah berbisik. Nana melangkah mundur dengan tergesa, dan tiba-tiba Nini muncul di pintu kamar, menatapnya dengan mata yang sama kosong.

“Nana, apa yang kamu lakukan?” suara Nini terdengar datar, hampir tak bernyawa.

Nana tak menjawab, tatapannya beralih lagi ke cermin. Tapi kali ini, pantulannya menunjukkan hal yang berbeda. Di belakangnya, ada bayangan lain, sosok hitam yang mendekat dari dalam cermin. Tangan Nana gemetar, dan tanpa sadar dia berlari keluar kamar, tak berani menoleh lagi.

Keesokan harinya, Nana memberanikan diri bertanya. “Nini... ada apa dengan cermin di kamarmu?”

Nini menatap Nana dengan dingin. “Cermin itu sudah ada sejak dulu, Na. Aku selalu melihat diriku di sana. Mungkin, sekarang giliran kamu yang melihat apa yang seharusnya kamu lihat.”

Perkataan Nini membuat Nana semakin bingung. Ada sesuatu yang disembunyikan kembarannya. Dan semakin hari, Nini makin berbeda. Dia jarang berbicara, seringkali berdiri lama di depan cermin, seolah-olah berbicara dengan seseorang di dalamnya. Tubuhnya semakin kurus, dan dia terlihat seolah menua dengan cepat.

Suatu malam, Nana tak tahan lagi. Dia menunggu sampai Nini tertidur, lalu kembali ke kamar itu, menghadapi cermin yang membuatnya penasaran dan takut sekaligus. Tapi kali ini, cermin itu tak hanya memantulkan bayangan. Ada tulisan yang terbentuk dari kabut di permukaannya, seperti ditulis oleh tangan yang tak terlihat.

“Bukan Nini yang kamu lihat,” kata tulisan itu.

Nana tertegun. Jantungnya berdetak kencang. Perlahan, cermin itu memperlihatkan adegan lain. Nini—Nini yang asli—terkunci di dalam cermin, terperangkap dan berusaha keluar. Sosok yang selama ini ada di dunia nyata, yang tidur di kamar sebelah, bukan Nini. Itu hanya bayangan, kembaran yang diciptakan dari dunia cermin.

Nana panik. “Gimana caranya aku bisa nyelamatin kamu, Nin?” bisiknya, berharap Nini bisa mendengarnya. Tapi sosok di cermin hanya menatapnya, mulutnya terbuka, tapi tak ada suara yang keluar.

Tiba-tiba, bayangan lain muncul dari balik cermin, mendekati Nini. Sosok itu... mirip sekali dengan Nana. Cermin itu mulai bergetar, seolah-olah batas antara dunia nyata dan dunia cermin akan runtuh.

Nana harus bertindak cepat. Dia teringat cerita lama dari nenek mereka, tentang bagaimana kembar punya ikatan yang lebih kuat dari yang orang tahu. Dengan tekad bulat, Nana menyentuh permukaan cermin dan berbisik, "Kembalilah."

Cermin itu bersinar terang, dan tiba-tiba, Nini yang asli terlempar keluar. Sosok bayangan yang selama ini menggantikan Nini di dunia nyata hancur berantakan, lenyap dalam cahaya. Mereka berdua jatuh terduduk, kehabisan napas, tapi Nini yang sekarang di hadapan Nana adalah Nini yang ia kenal—yang asli.

“Kamu udah nyelamatin aku, Na,” ujar Nini, suaranya lemah tapi penuh rasa syukur.

Nana mengangguk, dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia tahu apa arti tanggung jawab. Bukan hanya kepada dirinya, tapi kepada Nini—kembarannya, bagian lain dari dirinya yang tak bisa ia abaikan lagi.

Tamat.


Iklan

Rendi R

Community

14 Oktober 2024 23:07

Jawaban terverifikasi

<p><strong>Cerpen: Perbedaan yang Menyatukan</strong></p><p>Di sebuah rumah kecil di tepi desa, hiduplah dua anak kembar yang memiliki sifat sangat berbeda, Nana dan Nini. Meskipun wajah mereka hampir tidak bisa dibedakan, kepribadian mereka benar-benar bertolak belakang. Nana adalah seorang yang pemalas, selalu menghindari pekerjaan rumah, lebih suka berbaring sepanjang hari, atau sekadar menonton awan yang berlalu. Sedangkan Nini, kembarannya, adalah gadis yang rajin. Setiap hari Nini bangun pagi, membantu ibu membersihkan rumah, menyapu halaman, dan bahkan menyiapkan sarapan sebelum berangkat sekolah.</p><p>Mereka seringkali bertengkar karena perbedaan sifat ini.</p><p>“Nana, ayo bantu aku menyapu lantai! Kita bisa menyelesaikan pekerjaan ini lebih cepat kalau kamu mau bergerak,” seru Nini suatu pagi sambil menggerakkan sapu dengan cekatan.</p><p>Namun Nana hanya berbaring di sofa, menatap ponselnya sambil tersenyum kecil. “Ah, Nini. Kamu kan tahu aku nggak suka berurusan dengan pekerjaan rumah. Kamu saja yang lebih suka kerja keras. Aku lebih suka santai,” jawab Nana dengan nada malas.</p><p>Nini menghela napas panjang. “Bukannya kamu nggak bisa bantu sedikit saja? Selalu aku yang harus melakukan semuanya. Coba lihat, bahkan baju seragammu pun belum kamu setrika.”</p><p>“Mungkin nanti,” jawab Nana singkat sambil menguap.</p><p>Hari-hari berlalu dengan rutinitas seperti itu. Nini semakin sibuk mengurus banyak hal, sementara Nana tampak semakin santai. Meski begitu, Nini tetap menyayangi Nana. Mereka adalah saudara kembar, dan Nini tahu bahwa seburuk apapun perbedaan mereka, Nana adalah bagian dari hidupnya.</p><p>Suatu hari, kejadian tak terduga menimpa keluarga mereka. Ibu mereka jatuh sakit. Ibu yang selama ini mengatur segalanya, kini terbaring lemah di tempat tidur. Nini, dengan naluri rajinnya, segera mengambil alih semua tugas rumah tangga. Namun, kali ini terasa lebih berat. Dengan sekolah, pekerjaan rumah, dan merawat ibu, Nini mulai kelelahan.</p><p>Nana, yang biasanya cuek dan malas, mulai memperhatikan. Setiap kali ia melihat Nini berjuang, mengerjakan semuanya sendiri, ada rasa bersalah yang perlahan muncul di hatinya. Meski ia tak pernah mengatakannya, Nana sadar ia tak bisa terus-menerus mengandalkan Nini.</p><p>Suatu malam, ketika Nini tertidur kelelahan di ruang tamu, Nana duduk di sampingnya, merasa bingung. Ia menatap wajah Nini yang tertidur lelap, rambutnya acak-acakan, dan lingkaran hitam di bawah matanya.</p><p>“Mungkin aku memang harus berubah,” bisik Nana dalam hati.</p><p>Keesokan paginya, Nini terbangun lebih lambat dari biasanya. Ia merasa kelelahan dari hari sebelumnya. Saat ia membuka mata, alangkah terkejutnya ia melihat lantai yang sudah bersih, piring yang sudah dicuci, dan meja makan yang rapi. Semua itu sudah selesai dikerjakan.</p><p>Nini melihat ke dapur dan melihat Nana sedang sibuk memasak bubur untuk ibu mereka. Untuk pertama kalinya, Nana melakukan pekerjaan rumah tanpa diminta.</p><p>“Nana?” Nini tak percaya dengan apa yang dilihatnya.</p><p>Nana tersenyum kecil. “Iya, ini memang pertama kalinya aku melakukan semua ini. Jangan salahkan aku kalau buburnya sedikit asin, ya.”</p><p>Nini tersenyum lebar, air mata haru menetes di pipinya. "Aku tidak peduli buburnya seperti apa. Yang penting, aku tidak sendirian lagi."</p><p>Hari itu menjadi titik balik dalam hubungan mereka. Meskipun Nana masih kadang-kadang malas, ia mulai membantu sedikit demi sedikit. Nini belajar bahwa dengan sedikit kesabaran dan kasih sayang, bahkan sifat seseorang bisa berubah.</p><p>Mereka tetap berbeda, tetapi kini mereka tahu bahwa perbedaan itu justru yang membuat mereka saling melengkapi. Mereka adalah saudara kembar yang berbeda, namun tak terpisahkan.</p><p><strong>Tamat</strong>.</p><p>Cerpen ini menggambarkan bahwa meskipun perbedaan sifat antara saudara bisa menjadi sumber konflik, namun dengan kasih sayang, pengertian, dan dukungan, perbedaan tersebut bisa saling melengkapi dan menyatukan mereka.</p>

Cerpen: Perbedaan yang Menyatukan

Di sebuah rumah kecil di tepi desa, hiduplah dua anak kembar yang memiliki sifat sangat berbeda, Nana dan Nini. Meskipun wajah mereka hampir tidak bisa dibedakan, kepribadian mereka benar-benar bertolak belakang. Nana adalah seorang yang pemalas, selalu menghindari pekerjaan rumah, lebih suka berbaring sepanjang hari, atau sekadar menonton awan yang berlalu. Sedangkan Nini, kembarannya, adalah gadis yang rajin. Setiap hari Nini bangun pagi, membantu ibu membersihkan rumah, menyapu halaman, dan bahkan menyiapkan sarapan sebelum berangkat sekolah.

Mereka seringkali bertengkar karena perbedaan sifat ini.

“Nana, ayo bantu aku menyapu lantai! Kita bisa menyelesaikan pekerjaan ini lebih cepat kalau kamu mau bergerak,” seru Nini suatu pagi sambil menggerakkan sapu dengan cekatan.

Namun Nana hanya berbaring di sofa, menatap ponselnya sambil tersenyum kecil. “Ah, Nini. Kamu kan tahu aku nggak suka berurusan dengan pekerjaan rumah. Kamu saja yang lebih suka kerja keras. Aku lebih suka santai,” jawab Nana dengan nada malas.

Nini menghela napas panjang. “Bukannya kamu nggak bisa bantu sedikit saja? Selalu aku yang harus melakukan semuanya. Coba lihat, bahkan baju seragammu pun belum kamu setrika.”

“Mungkin nanti,” jawab Nana singkat sambil menguap.

Hari-hari berlalu dengan rutinitas seperti itu. Nini semakin sibuk mengurus banyak hal, sementara Nana tampak semakin santai. Meski begitu, Nini tetap menyayangi Nana. Mereka adalah saudara kembar, dan Nini tahu bahwa seburuk apapun perbedaan mereka, Nana adalah bagian dari hidupnya.

Suatu hari, kejadian tak terduga menimpa keluarga mereka. Ibu mereka jatuh sakit. Ibu yang selama ini mengatur segalanya, kini terbaring lemah di tempat tidur. Nini, dengan naluri rajinnya, segera mengambil alih semua tugas rumah tangga. Namun, kali ini terasa lebih berat. Dengan sekolah, pekerjaan rumah, dan merawat ibu, Nini mulai kelelahan.

Nana, yang biasanya cuek dan malas, mulai memperhatikan. Setiap kali ia melihat Nini berjuang, mengerjakan semuanya sendiri, ada rasa bersalah yang perlahan muncul di hatinya. Meski ia tak pernah mengatakannya, Nana sadar ia tak bisa terus-menerus mengandalkan Nini.

Suatu malam, ketika Nini tertidur kelelahan di ruang tamu, Nana duduk di sampingnya, merasa bingung. Ia menatap wajah Nini yang tertidur lelap, rambutnya acak-acakan, dan lingkaran hitam di bawah matanya.

“Mungkin aku memang harus berubah,” bisik Nana dalam hati.

Keesokan paginya, Nini terbangun lebih lambat dari biasanya. Ia merasa kelelahan dari hari sebelumnya. Saat ia membuka mata, alangkah terkejutnya ia melihat lantai yang sudah bersih, piring yang sudah dicuci, dan meja makan yang rapi. Semua itu sudah selesai dikerjakan.

Nini melihat ke dapur dan melihat Nana sedang sibuk memasak bubur untuk ibu mereka. Untuk pertama kalinya, Nana melakukan pekerjaan rumah tanpa diminta.

“Nana?” Nini tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Nana tersenyum kecil. “Iya, ini memang pertama kalinya aku melakukan semua ini. Jangan salahkan aku kalau buburnya sedikit asin, ya.”

Nini tersenyum lebar, air mata haru menetes di pipinya. "Aku tidak peduli buburnya seperti apa. Yang penting, aku tidak sendirian lagi."

Hari itu menjadi titik balik dalam hubungan mereka. Meskipun Nana masih kadang-kadang malas, ia mulai membantu sedikit demi sedikit. Nini belajar bahwa dengan sedikit kesabaran dan kasih sayang, bahkan sifat seseorang bisa berubah.

Mereka tetap berbeda, tetapi kini mereka tahu bahwa perbedaan itu justru yang membuat mereka saling melengkapi. Mereka adalah saudara kembar yang berbeda, namun tak terpisahkan.

Tamat.

Cerpen ini menggambarkan bahwa meskipun perbedaan sifat antara saudara bisa menjadi sumber konflik, namun dengan kasih sayang, pengertian, dan dukungan, perbedaan tersebut bisa saling melengkapi dan menyatukan mereka.


Mau pemahaman lebih dalam untuk soal ini?

Tanya ke Forum

Biar Robosquad lain yang jawab soal kamu

Tanya ke Forum

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

Kembangkan premis tersebut menjadi sebuah cerpen "Rina dan Maya adalah sahabat sejak kecil, tapi suatu hari ketika keluarganya Maya jatuh miskin, Rina pun tak ingin lagi bersahabat dengan Maya"

3

0.0

Jawaban terverifikasi

Sahabat yang Tergadai Rina dan Maya telah bersahabat sejak kecil. Mereka tinggal di kompleks perumahan yang sama, duduk di bangku sekolah yang sama, bahkan berbagi mimpi untuk bisa terus bersama hingga dewasa. Setiap sore, Rina selalu datang ke rumah Maya untuk bermain atau sekadar mengerjakan PR bersama. Rumah Maya terasa hangat dan nyaman, penuh dengan canda tawa dan rasa kekeluargaan. Maya adalah teman yang selalu mendukung Rina dalam segala hal, tak peduli apa yang terjadi. Namun, suatu hari segalanya berubah. Ayah Maya, yang sebelumnya memiliki usaha sukses, mengalami kebangkrutan. Usahanya gulung tikar setelah dihadapkan pada masalah keuangan yang tak terduga. Keluarga Maya terpaksa menjual rumah mereka dan pindah ke sebuah rumah kontrakan kecil di pinggiran kota. Maya tak lagi bisa mengenakan seragam baru yang biasa mereka beli bersama di awal tahun ajaran. Kini, pakaian Maya tampak kusam, dan sepatu yang dia kenakan mulai berlubang di ujungnya. Pada awalnya, Rina tetap berteman dengan Maya seperti biasa. Mereka masih bertemu di sekolah, dan Rina sesekali mengundang Maya ke rumahnya. Namun, Rina mulai mendengar bisik-bisik dari teman-teman lainnya. "Kenapa masih berteman dengan Maya? Keluarganya sudah jatuh miskin. Nanti kamu jadi terlihat seperti dia." Salah seorang teman di kelas berkata dengan nada mengejek. Bisikan-bisikan itu semakin keras, bahkan beberapa di antaranya terang-terangan menertawakan Maya di depan Rina. Rina merasa tersudut. Di satu sisi, dia merasa bersalah kepada Maya, sahabatnya sejak kecil, yang tidak pernah memintanya apa-apa kecuali persahabatan tulus. Namun di sisi lain, dia merasa takut dijauhi oleh teman-teman lain yang mulai memandang rendah Maya. Rina mulai menjaga jarak. Suatu sore, Maya mendatangi Rina. "Kenapa kamu menjauh? Aku merindukanmu, Rina," Maya bertanya dengan mata yang penuh harap, mencoba mencari jawaban atas perubahan sikap sahabatnya. Rina menghindari tatapan Maya, menunduk dan berpura-pura sibuk dengan bukunya. "Aku sibuk sekarang, banyak tugas. Maaf, Maya." Maya terdiam. Hatinya hancur. Dia tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi dia berharap itu tidak benar. Namun, kenyataannya terlalu menyakitkan untuk diabaikan. Sejak itu Maya tak pernah lagi mengajak Rina berbicara. Mereka masih bertemu di sekolah, tetapi Maya belajar untuk menahan diri dari rasa sakit ditinggalkan. Waktu berlalu, dan pertemanan mereka tergerus oleh jarak yang diciptakan Rina. Suatu hari, sekolah mengadakan reuni kecil bagi siswa-siswa angkatan mereka. Maya, yang sekarang telah menemukan jalan hidupnya sendiri, datang dengan percaya diri. Dia tak lagi terjebak dalam bayang-bayang masa lalu. Rina melihat Maya dari jauh, merasa tertampar oleh keberadaan sahabatnya yang dulu. Maya telah tumbuh menjadi sosok yang mandiri dan sukses, meski tanpa dirinya. Rina mendekat dengan perasaan bersalah. "Maya... maafkan aku." Maya menatapnya, senyumnya tenang. "Rina, aku sudah memaafkanmu sejak lama. Aku hanya belajar bahwa tidak semua hal bisa kita pertahankan, bahkan persahabatan. Kadang, orang berubah, dan itu tidak apa-apa. Yang penting, kita tetap berdiri dan melanjutkan hidup." Rina menahan air matanya. Pada saat itu, dia menyadari bahwa dia telah kehilangan lebih dari sekadar seorang sahabat. Dia telah kehilangan kesempatan untuk setia pada seseorang yang benar-benar berarti dalam hidupnya. Tapi, waktu tak bisa diputar kembali. Rina hanya bisa menerima kenyataan bahwa persahabatan mereka telah tergadai oleh ketakutan dan gengsi. Maya pun berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Rina dalam kesunyian yang menyesakkan. Ubahlah cerpen tersebut menjadi sebuah adegan 1, adegan 2, adegan 3, dan adegan 4

10

0.0

Jawaban terverifikasi

Soal Pilihan Ganda tentang Ekonomi. Perhatikan kutipan korupsi berikut! Data Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan kerugian negara akibat kasus korupsi mencapai Rp238,14 triliun selama 10 tahun terakhir (2013-2022. ICW mencatat data ini berdasarkan putusan korupsi yang dikeluarkan oleh pengadilan tingkat pertama hingga kasasi. Data detailnya seperti berikut ini : Tahun 2013 : Rp3,46 triliun Tahun 2014 : Rp10,69 triliun Tahun 2015 : Rp1,74 triliun Tahun 2016 : Rp3,08 triliun Tahun 2017 : Rp29,42 triliun Tahun 2018 : Rp9,29 triliun Tahun 2019 : Rp12 triliun Tahun 2020 : Rp56,74 triliun Tahun 2021 : Rp62,93 triliun Tahun 2022 : Rp48,79 triliun Dalam buku edukasi antikorupsi Pantang Korupsi Sampai Mati (KPK: 2015) dijelaskan tentang konsep kerugian keuangan negara yang berkaitan dengan korupsi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, konsep kerugian keuangan negara mengandung delik formil. Unsur “dapat merugikan keuangan negara” artinya tindakan akan dianggap merugikan keuangan negara ketika suatu tindakan tersebut berpotensi menyebabkan kerugian negara secara langsung maupun tidak langsung. Jadi, apakah secara nyata kerugian negara memang terjadi atau tidak, bukanlah hal yang penting. ↓ Bayangkan saja betapa mirisnya negara Indonesia jika korupsi ini diteruskan. Maka Korupsi mengakibatkan melambatnya pertumbuhan ekonomi negara, menurunnya investasi, meningkatnya kemiskinan serta meningkatnya ketimpangan pendapatan. Korupsi juga dapat menurunkan tingkat kebahagiaan masyarakat di suatu negara. Alhasil skor anti korupsi jadi menurun, dari 40 poin menjadi 34 poin. Berdasarkan kutipan diatas, yang dirasakan oleh penduduk dan cara mengatasi situasi tersebut adalah .... A. Pata penduduk merasa sedih dan pasrah terhadap situasi negara Indonesia. Solusi yang bisa dilakukan adalah melakukan kebijakan peraturan tentang anti korupsi, bahwa siapapun yang melakukan korupsi akan dihukum sesuai UUD. B. Penduduk merasa kecewa, marah, dan kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah. Solusi yang bisa dilakukan adalah penguatan sistem pengawasan, penegakan hukum yang tegas, transparansi dalam pengelolaan keuangan negara, serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang penting menolak dan melaporkan tindakan korupsi. C. Prihatin dengan KPK yang justru diramaikan dengan kasus dugaan pelanggaran etik. Padahal kondisi lembaga sedang terpuruk setelah Ketua KPK sebelumnya, Firli Bahuri menjadi tersangka korupsi. Akibatnya para rakyatnya jadi tidak percaya lagi sama KPK. Solusinya ada menegakkan keadilan negeri. D. Korupsi berdampak begitu besar bagi negara &amp; masyarakat. Salah satunya, kerugian finansial dan ekonomi. Dengan kerugian seperti itu sangat mempengaruhi kualitas pelayanan publik. Cara mengatasinya adalah membuat sebuah peraturan UUD tentang korupsi, dimana pemeriksaan penjabat dilakukan secara menyeluruh bagi seluruh penjabat negeri. E. Para warga merasa kecewa &amp; marah terhadap pemerintah negara. Karena semua pajak yang mereka bayar jadi sia-sia. Jadi, dia mengatakan celah tersebut akan hilang jika wajib pajak taat aturan dan tak berupaya mengurangi pajak yang harusnya dibayarkan. Dia berharap celah tersebut bisa ditutup untuk mencegah korupsi. Tingkat kesulitan : Nearly impossible (HOTS/Menciptakan) : 🤯 Jawab dengam benar. Jika jawaban salah, maka bintang tidak akan dinilai.

3

5.0

Jawaban terverifikasi