Adzka A
03 Oktober 2024 06:06
Iklan
Adzka A
03 Oktober 2024 06:06
Pertanyaan
Kembangkan premis tersebut menjadi sebuah cerpen
"Nana dan nini adalah seorang anak kembar. Tetapi, sifat keduanya sangat berbeda jauh. Nana mempunyai sifat yang pemalas sedangkan nini sifatnya rajin."
Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb
Habis dalam
02
:
16
:
12
:
27
8
2
Iklan
Salma R
04 Oktober 2024 04:49
Hai hai... aku bantu jawab yah..😄💯
Nana dan Nini adalah sepasang anak kembar yang aneh. Meskipun wajah mereka identik, sifatnya bertolak belakang. Nana, si pemalas yang selalu menghindari tanggung jawab, lebih suka berbaring sambil menatap langit-langit kamarnya. Sedangkan Nini, selalu rajin, bangun pagi, dan tak pernah mengeluh meski lelah menyapu halaman atau membantu ibu di dapur.
Tapi, akhir-akhir ini ada yang aneh di rumah mereka. Setiap malam, Nana mendengar suara aneh dari kamar sebelah—kamar Nini. Bukan suara biasa. Ada gemerisik seperti orang berbisik atau langkah-langkah kecil yang mondar-mandir di lantai kayu. Awalnya, Nana pikir itu cuma perasaannya. Tapi semakin hari, suara itu semakin jelas.
“Nini, kamu denger sesuatu nggak semalem?” tanya Nana sambil menguap lebar. Pagi itu, seperti biasa, Nini sudah sibuk menyiapkan sarapan.
“Suara apa, Na?” jawab Nini tanpa memandang Nana. Wajahnya terlihat pucat, dan ada lingkaran hitam di bawah matanya.
“Kayak bisikan... atau langkah-langkah di kamarmu. Mungkin kita kedatangan tikus?” ujar Nana sambil mengerutkan kening.
Nini menggeleng pelan, tapi tidak berkata apa-apa lagi. Nana merasa ada yang aneh, tapi dia tidak tahu apa.
Malam itu, rasa penasaran Nana memuncak. Setelah semua orang tidur, dia memutuskan untuk menyelinap masuk ke kamar Nini. Saat membuka pintu, yang disambutnya bukanlah kamar tidur biasa. Cahaya bulan menembus jendela dan jatuh tepat di sebuah cermin besar yang terpajang di sudut ruangan. Cermin itu baru, belum pernah Nana melihatnya di sana sebelumnya.
Nana berjalan mendekat, menatap pantulan dirinya di cermin. Tapi sesuatu membuat jantungnya berdetak kencang. Di pantulan itu, dia melihat Nini. Bukan Nini yang biasa—wajahnya begitu pucat, matanya kosong, dan bibirnya bergerak seolah-olah berbisik. Nana melangkah mundur dengan tergesa, dan tiba-tiba Nini muncul di pintu kamar, menatapnya dengan mata yang sama kosong.
“Nana, apa yang kamu lakukan?” suara Nini terdengar datar, hampir tak bernyawa.
Nana tak menjawab, tatapannya beralih lagi ke cermin. Tapi kali ini, pantulannya menunjukkan hal yang berbeda. Di belakangnya, ada bayangan lain, sosok hitam yang mendekat dari dalam cermin. Tangan Nana gemetar, dan tanpa sadar dia berlari keluar kamar, tak berani menoleh lagi.
Keesokan harinya, Nana memberanikan diri bertanya. “Nini... ada apa dengan cermin di kamarmu?”
Nini menatap Nana dengan dingin. “Cermin itu sudah ada sejak dulu, Na. Aku selalu melihat diriku di sana. Mungkin, sekarang giliran kamu yang melihat apa yang seharusnya kamu lihat.”
Perkataan Nini membuat Nana semakin bingung. Ada sesuatu yang disembunyikan kembarannya. Dan semakin hari, Nini makin berbeda. Dia jarang berbicara, seringkali berdiri lama di depan cermin, seolah-olah berbicara dengan seseorang di dalamnya. Tubuhnya semakin kurus, dan dia terlihat seolah menua dengan cepat.
Suatu malam, Nana tak tahan lagi. Dia menunggu sampai Nini tertidur, lalu kembali ke kamar itu, menghadapi cermin yang membuatnya penasaran dan takut sekaligus. Tapi kali ini, cermin itu tak hanya memantulkan bayangan. Ada tulisan yang terbentuk dari kabut di permukaannya, seperti ditulis oleh tangan yang tak terlihat.
“Bukan Nini yang kamu lihat,” kata tulisan itu.
Nana tertegun. Jantungnya berdetak kencang. Perlahan, cermin itu memperlihatkan adegan lain. Nini—Nini yang asli—terkunci di dalam cermin, terperangkap dan berusaha keluar. Sosok yang selama ini ada di dunia nyata, yang tidur di kamar sebelah, bukan Nini. Itu hanya bayangan, kembaran yang diciptakan dari dunia cermin.
Nana panik. “Gimana caranya aku bisa nyelamatin kamu, Nin?” bisiknya, berharap Nini bisa mendengarnya. Tapi sosok di cermin hanya menatapnya, mulutnya terbuka, tapi tak ada suara yang keluar.
Tiba-tiba, bayangan lain muncul dari balik cermin, mendekati Nini. Sosok itu... mirip sekali dengan Nana. Cermin itu mulai bergetar, seolah-olah batas antara dunia nyata dan dunia cermin akan runtuh.
Nana harus bertindak cepat. Dia teringat cerita lama dari nenek mereka, tentang bagaimana kembar punya ikatan yang lebih kuat dari yang orang tahu. Dengan tekad bulat, Nana menyentuh permukaan cermin dan berbisik, "Kembalilah."
Cermin itu bersinar terang, dan tiba-tiba, Nini yang asli terlempar keluar. Sosok bayangan yang selama ini menggantikan Nini di dunia nyata hancur berantakan, lenyap dalam cahaya. Mereka berdua jatuh terduduk, kehabisan napas, tapi Nini yang sekarang di hadapan Nana adalah Nini yang ia kenal—yang asli.
“Kamu udah nyelamatin aku, Na,” ujar Nini, suaranya lemah tapi penuh rasa syukur.
Nana mengangguk, dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia tahu apa arti tanggung jawab. Bukan hanya kepada dirinya, tapi kepada Nini—kembarannya, bagian lain dari dirinya yang tak bisa ia abaikan lagi.
Tamat.
· 0.0 (0)
Iklan
Rendi R
Community
14 Oktober 2024 23:07
Cerpen: Perbedaan yang Menyatukan
Di sebuah rumah kecil di tepi desa, hiduplah dua anak kembar yang memiliki sifat sangat berbeda, Nana dan Nini. Meskipun wajah mereka hampir tidak bisa dibedakan, kepribadian mereka benar-benar bertolak belakang. Nana adalah seorang yang pemalas, selalu menghindari pekerjaan rumah, lebih suka berbaring sepanjang hari, atau sekadar menonton awan yang berlalu. Sedangkan Nini, kembarannya, adalah gadis yang rajin. Setiap hari Nini bangun pagi, membantu ibu membersihkan rumah, menyapu halaman, dan bahkan menyiapkan sarapan sebelum berangkat sekolah.
Mereka seringkali bertengkar karena perbedaan sifat ini.
“Nana, ayo bantu aku menyapu lantai! Kita bisa menyelesaikan pekerjaan ini lebih cepat kalau kamu mau bergerak,” seru Nini suatu pagi sambil menggerakkan sapu dengan cekatan.
Namun Nana hanya berbaring di sofa, menatap ponselnya sambil tersenyum kecil. “Ah, Nini. Kamu kan tahu aku nggak suka berurusan dengan pekerjaan rumah. Kamu saja yang lebih suka kerja keras. Aku lebih suka santai,” jawab Nana dengan nada malas.
Nini menghela napas panjang. “Bukannya kamu nggak bisa bantu sedikit saja? Selalu aku yang harus melakukan semuanya. Coba lihat, bahkan baju seragammu pun belum kamu setrika.”
“Mungkin nanti,” jawab Nana singkat sambil menguap.
Hari-hari berlalu dengan rutinitas seperti itu. Nini semakin sibuk mengurus banyak hal, sementara Nana tampak semakin santai. Meski begitu, Nini tetap menyayangi Nana. Mereka adalah saudara kembar, dan Nini tahu bahwa seburuk apapun perbedaan mereka, Nana adalah bagian dari hidupnya.
Suatu hari, kejadian tak terduga menimpa keluarga mereka. Ibu mereka jatuh sakit. Ibu yang selama ini mengatur segalanya, kini terbaring lemah di tempat tidur. Nini, dengan naluri rajinnya, segera mengambil alih semua tugas rumah tangga. Namun, kali ini terasa lebih berat. Dengan sekolah, pekerjaan rumah, dan merawat ibu, Nini mulai kelelahan.
Nana, yang biasanya cuek dan malas, mulai memperhatikan. Setiap kali ia melihat Nini berjuang, mengerjakan semuanya sendiri, ada rasa bersalah yang perlahan muncul di hatinya. Meski ia tak pernah mengatakannya, Nana sadar ia tak bisa terus-menerus mengandalkan Nini.
Suatu malam, ketika Nini tertidur kelelahan di ruang tamu, Nana duduk di sampingnya, merasa bingung. Ia menatap wajah Nini yang tertidur lelap, rambutnya acak-acakan, dan lingkaran hitam di bawah matanya.
“Mungkin aku memang harus berubah,” bisik Nana dalam hati.
Keesokan paginya, Nini terbangun lebih lambat dari biasanya. Ia merasa kelelahan dari hari sebelumnya. Saat ia membuka mata, alangkah terkejutnya ia melihat lantai yang sudah bersih, piring yang sudah dicuci, dan meja makan yang rapi. Semua itu sudah selesai dikerjakan.
Nini melihat ke dapur dan melihat Nana sedang sibuk memasak bubur untuk ibu mereka. Untuk pertama kalinya, Nana melakukan pekerjaan rumah tanpa diminta.
“Nana?” Nini tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Nana tersenyum kecil. “Iya, ini memang pertama kalinya aku melakukan semua ini. Jangan salahkan aku kalau buburnya sedikit asin, ya.”
Nini tersenyum lebar, air mata haru menetes di pipinya. "Aku tidak peduli buburnya seperti apa. Yang penting, aku tidak sendirian lagi."
Hari itu menjadi titik balik dalam hubungan mereka. Meskipun Nana masih kadang-kadang malas, ia mulai membantu sedikit demi sedikit. Nini belajar bahwa dengan sedikit kesabaran dan kasih sayang, bahkan sifat seseorang bisa berubah.
Mereka tetap berbeda, tetapi kini mereka tahu bahwa perbedaan itu justru yang membuat mereka saling melengkapi. Mereka adalah saudara kembar yang berbeda, namun tak terpisahkan.
Tamat.
Cerpen ini menggambarkan bahwa meskipun perbedaan sifat antara saudara bisa menjadi sumber konflik, namun dengan kasih sayang, pengertian, dan dukungan, perbedaan tersebut bisa saling melengkapi dan menyatukan mereka.
· 0.0 (0)
Tanya ke Forum
Biar Robosquad lain yang jawab soal kamu
LATIHAN SOAL GRATIS!
Drill Soal
Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian
Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!