Lavenn L

27 Mei 2024 14:56

Iklan

Iklan

Lavenn L

27 Mei 2024 14:56

Pertanyaan

Jenderal Sudirman lahir pada 24 Januari 1916 di Bodas Karangjati, Purbalingga, Jawa Tengah. Ayahnya bernama Karsid Kartawiradji adalah seorang pekerja di Pabrik Gula Kalibagor, Banyumas. Ibunya Siyem adalah keturunan Wedana Rembang. Sejak umur 8 bulan Sudirman diangkat menjadi anak oleh Toeridowati dan Raden Tjokrosoenaryo. Raden Tjokrosoenaryo adalah seorang Asisten Wedana Rembang yang masih saudara dari ibunya. Sudirman seorang anak yang pandai dan sangat menyukai organisasi. Ia mendapatkan pendidikan formal di sekolah Taman Siswa. Ia melanjutkan ke HIK (sekolah guru) Muhammadiyah, Surakarta, tetapi tidak sampai tamat hanya 1 tahun bersekolah. Pada saat itu, Sudirman giat berorganisasi Pramuka Hizbul Wathan. Sudirman juga pernah mengikuti pendidikan tentara PETA (Pembela Tanah Air) di Bogor. Selanjutnya, Sudirman mengajar di sekolah HIS Muhammadiyah di Cilacap. Penggunaan konjungsi subordinatif dalam teks biografi tersebut adalah. a. Ia mendapatkan pendidikan formal di Sekolah Taman Siswa. b. Sudirman seorang anak yang pandai dan sangat menyukai organisasi. c. Selanjutnya, Sudirman mengajar di sekolah HIS Muhammadiyah di Cilacap. d. Sejak umur 8 bulan Sudirman diangkat menjadi anak oleh Toeridowati dan Raden Tjokrosoenaryo. e. Ia melanjutkan ke HIK (sekolah guru) Muhammadiyah, Surakarta, tetapi tidak sampai tamat hanya 1 tahun bersekolah.


30

2

Jawaban terverifikasi

Iklan

Iklan

Kevin L

Bronze

27 Mei 2024 15:37

Jawaban terverifikasi

Dalam bahasa Indonesia, konjungsi subordinatif adalah kata penghubung yang menghubungkan antara klausa utama dengan klausa anak (subordinate clause) yang tidak bisa berdiri sendiri sebagai kalimat. Kata subordinatif ini memberikan informasi tambahan yang mendukung klausa utama. Mari kita lihat setiap pilihan: a. "Ia mendapatkan pendidikan formal di sekolah Taman Siswa." - Tidak ada konjungsi subordinatif di sini; kedua klausa adalah klausa utama. b. "Sudirman seorang anak yang pandai dan sangat menyukai organisasi." - "yang" adalah sebuah relatif pronoun dan bukan konjungsi subordinatif dalam konteks ini. c. "Selanjutnya, Sudirman mengajar di sekolah HIS Muhammadiyah di Cilacap." - Tidak ada konjungsi subordinatif; ini adalah klausa utama. d. "Sejak umur 8 bulan Sudirman diangkat menjadi anak oleh Toeridowati dan Raden Tjokrosoenaryo." - "Sejak" adalah kata depan, bukan konjungsi subordinatif. e. "Ia melanjutkan ke HIK (sekolah guru) Muhammadiyah, Surakarta, tetapi tidak sampai tamat hanya 1 tahun bersekolah." - "tetapi" adalah konjungsi koordinatif yang menghubungkan dua klausa utama, bukan subordinatif. Kesimpulannya, tidak ada kalimat dalam teks tersebut yang menggunakan konjungsi subordinatif. Jadi, jawaban "E" yang sebelumnya disebutkan sebagai jawaban yang tepat sebenarnya tidak tepat dalam konteks ini.


Lavenn L

27 Mei 2024 16:57

rispek bro, thanks

Iklan

Iklan

Nanda R

Gold

29 Mei 2024 03:02

Jawaban terverifikasi

<p>Penggunaan konjungsi subordinatif dalam teks biografi tersebut adalah pada opsi:</p><p>e. la melanjutkan ke HIK (sekolah guru) Muhammadiyah, Surakarta, tetapi tidak sampai tamat hanya 1 tahun bersekolah.</p><p>Konjungsi subordinatif "tetapi" digunakan di sini untuk menyampaikan informasi yang bertentangan dengan apa yang diharapkan atau diinginkan, yaitu Sudirman tidak menyelesaikan pendidikan di sekolah guru Muhammadiyah.</p>

Penggunaan konjungsi subordinatif dalam teks biografi tersebut adalah pada opsi:

e. la melanjutkan ke HIK (sekolah guru) Muhammadiyah, Surakarta, tetapi tidak sampai tamat hanya 1 tahun bersekolah.

Konjungsi subordinatif "tetapi" digunakan di sini untuk menyampaikan informasi yang bertentangan dengan apa yang diharapkan atau diinginkan, yaitu Sudirman tidak menyelesaikan pendidikan di sekolah guru Muhammadiyah.


lock

Yah, akses pembahasan gratismu habis


atau

Dapatkan jawaban pertanyaanmu di AiRIS. Langsung dijawab oleh bestie pintar

Tanya Sekarang

Mau pemahaman lebih dalam untuk soal ini?

Tanya ke Forum

Biar Robosquad lain yang jawab soal kamu

Tanya ke Forum

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

HOS Cokroaminoto, Yang Guru Bangsa Haji Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara dari ayah barname RM Tjokroamiseno, salah seorang pejabat pemerintahan pada saat itu. Kakaknya, RM. Adipati Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai Bupati Ponorogo Tjokro lahir di Tegalsari, Ponorogo, Jawa Timur, pada tanggal 16 Agustus 1882. Awalnya kehidupan Tjokro terbilang biasa-basa saja. Semasa kecil ia dikenal sebagai anak yang nakal dan suka berkelahi. Setelah beberapa kali berpindah sekolah, akhirnya ia berhasil menyelesaikan sekolahnya di osvia (sekolah calon pegawai pervarintah atau pamong praja di Magelang pada tahun 1902. Setelah menamatkan osvia, Tjokro bekerja sebagai seorang juru tulis di Ngawi, Jawa Timur Tiga tahun kemudian ia bekerja di perusahaan dagang di Surajaya. Keindahannya ke Surajaya membawanya terjun ke dunia politik. Di kota pahlawan itu Tjokro kemudian bergabung dalam Sarekat Dagang Islam (sdi pimpinan H. Samanhudi, la menyarankan agar SDI diubah menjadi partai politik. SDI kemudian resmi diubah menjadi Sarekat Islam (50) dan Tjokro menjadi Ketua SI pada tanggal 10 Sepetember 1912. Tjokroaminoto dipercaya untuk memangiku jabatan ketua setelah sebelumnya menjabat sebagai komisaris Sl. Di bawah kepemimpinannya, Sl mengalami kemajuan pesat dan berkembang menjadi partai massa sehingga menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda. Pemerintah Hindia Belanda berupaya menghalangi St yang termasuk organisasi Islam terbesar pa anak tu. Pemerintah kolonial sangat membatasi kekuasaan pengurus pusat Si agar mudah di dipengaruhi pangreh praja setempat. Situasi itu menjadikan Sl menghadapi kesenjangan antara p dan daerah yang menyebabkan kesulitan dalam mobilisasi para anggotanya. G 57 tahap Thidangka ke by Iharaar magedi inspire smu generasi muda Pada periode tahun 1912-1916, Tjokroaminoto dan para pemimpin Si lainnya sedikit bersikap moderat terhadap pamarntah Belancia. Mereka memperjuangkan penegakan hak-hak manusia sewa meningkatkan taraf hidup masyarakat. Tapi sejak tahun 1916, menghadapi pembentukan Dewan Rakyat 8. sana m jadi hangat. Dalam kongres kongres 51, Tjokroaminoto mulai melancarkan ide pembentukan kation (bangsa) dan pemerintahan sendiri. Sebagai reaksi terhadap seni Novembar (November beloftemt, Gubernur Jenderal dan Limburgh Stanum, Tjokroaminoto selaku wakil SI delam Volksraad bersama sastrawan, aktivis, jurnalis Adul Kuis, Cipto Mangunkusumo mengajukan mosi yang kemudian dikenal dengan Mosi Tjokroaminoto pada tanggal 25 November 1918. Mereka menuntut Pertama, pembentukan Dewan Negara di mana penduduk semua wakil dari kerajaan. Kedua, pertanggungjawaban departemen/pemerintah Hindia Belanda terhadap perwakilan rakyat. Tiga, pertanggungjawaban terhadap perwakilan rakyat. Keempat, reformasi pemerintahan dan desentralisasi. Intinya, mereka menuntut pemerintah Belanda membentuk parlemen yang anggotama dipilih dari rakyat dan oleh rakyat Pemerintah sendiri dituntut bertanggung jawab pada parlemen Namun, oleh Ketua Parlemen Belanda, tuntutan tersebut dianggap hanya fantasi belaka. Selanjutnya, pada kongres gas ona SI di Yogyakata tanggal 2-6 Maret 1921, SI pimpinan Tjokro . memberikan reaksi atas sikap pemerintah Belanda tersebut dengan merumuskan tujuan perjuangan politik Sl sebagai, Untuk merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan Belanda. Selama hidupnya, Tjokroaminoto merupakan sosok yang berpengaruh besar terhadap tokoh-tokoh muda pergerakan nasional saat itu. Keahliannya berpidato ia gunakan untuk mengecam kesewenang wenangan pemerintah Belanda. Semasa perjuangannya, dia misalnya mengecam perampasan tanah oleh Belanda untuk dijadikan perkebunan milik Belanda. la juga mendesak Sumatera Landsyndicaat supaya mengembalikan tanah rakyat di Gunung Seminung (tepi Danau Danau, Sumatera Selatan). Nasib para dokter pribumi juga turut diperjuangkannya dengan menuntut kesetaraan kedudukan antara dokter Indonesia dengan dokter Belanda. Pada tahun 1920, Tjokro dijebloskan ke penjara dengan tuduhan marghasut dan mempersiapkan pemberontakan untuk menggulingkan pemerintah Belanda. Pada Apris 1922, setelah tujuh bulan meringkuk di penjara, ia kemudian dibebaskan. cokroaminoto kemudian diminta kembali untuk duduk am Volksraad, namun permintaan itu ditolaknya kerena ia sudah tak mau lagi bekerja sama dengan pemerintah Belanda Sebagai tokoh masyarakat, pemerintah koloria menjulukinya sebagai de Ongekroonde Kuning dan Jasa (Raja Jawa yang tidak bermahkota atau tidak dinobatkan). Pengaruh Tjokro yang Luas menjadikannya sebagai tokoh panutan masyarakat. Karena alasan itu pula maka R.M. Soekemi Sesrodihardjo mengirimkan anaknya Soekamo untuk pendidikan dengan in de kost di rumahnya. Selain menjadi politikus, Tjokroaminoto aktif menulis karangan di majalah dan surat kabar. Salah satu karyanya ialah buku yang berjudul Islam dan Nasionalisme. Tjokroaminoto menghembuskan napasnya yang terakhir pada tanggal 17 Desember 1934 di Yogyakata pada usia 51 tahun. Atas jasa-jasanya kepada negara, Haji Gemar Siad Cokroaminoto dianugerahkan gelar pahlawan Kemerdekaan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No.590 Tahun 1961, tanggal 9 Nopember 1961. 1. carilah gagasan penjelas dari teks diatas 2. carilah keteladanan atau hikmah dari teks diatas

9

0.0

Jawaban terverifikasi

temukan konjungsi dalam teks hikayat ibnu hasan kemudian jeniskan! Ibnu Hasan Syahdan, zaman dahulu kala, ada seorang kaya hartawan, bernama Syekh Hasan. Banyak harta, banyak uang, terkenal ke setiap negeri, merupakan orang terkaya. Bertempat tinggal di negeri Bagdad yang terkenal ke mana-mana sebagai kota yang paling ramai saat itu. Syekh Hasan sangat bijaksana, mengasihi fakir miskin, menyayangi yang kekurangan, menasihati yang berpikiran sempit, mengajarkan ilmu yang baik, walaupun harus mengeluarkan biaya berupa pakaian atau uang. Oleh karena itu, banyak pengikutnya. Syekh Hasan memiliki seorang anak laki-laki yang sangat tampan, pendiam, dan baik budi, berusia sekitar tujuh tahun. Ibnu Hasan namanya. Ibnu Hasan sedang lucu-lucunya. Semua orang senang melihatnya, apalagi orang tuanya. Namun demikian, anak itu tidak sombong, perilakunya kalem, walaupun hidupnya dimanjakan, tidak kekurangan. Ayahnya berpikir, "Alangkah salannya aku, menyayangi di luar batas, tanpa pertimbangan. Bagaimana kalau akhirnya dimurkai Allah Yang Agung? Aku pasti durhaka, tak dapat mendidik anak, mengkaji ilmu yang bermanfaat." Dipanggilnya putranya. Anak itu segera mendatanginya, diusap-usapnya putranya sambil dinasihati, bahwa ia harus mengaji, katanya, "Sekarang saatnya, Anakku. Sebenarnya aku khawatir, tapi pergilah ke Mesir. Carilah jalan menuju keutamaan." Ibnu Hasan menjawab, "Ayah jangan ragu-ragu, semua kehendak orang tua akan hamba turuti, tidak akan kutolak, siang malam hanya perintah Ayah Ibu yang hamba nantikan." Kemudian, Ibnu Hasan berangkat ke pesantren, berpisah dengan kedua orang tuanya, hatinya sangat sedih. Ibunya tidak tahan menangis terisak-isak harus berpisah dengan putranya yang masih sangat kecil, belum cukup usia. "Kelak, apabila Ananda sudah sampai ke tempat merantau, pandai-pandailah menjaga diri karena jauh dari orang tua. Harus tahu ilmunya hidup, jangan keras kepala, angkuh, dan menyombongkan diri, merasa lebih dari yang lain, merasa diri orang kaya lalu menghina sesama. Kalau begitu perbuatanmu, hidupmu tidak akan senang karena dimusuhi semua orang, tidak akan ada yang mau menolong. Kalau celaka tidak akan diperhatikan. Berada di rantau orang kalau judes akan mendapatkan kesusahan. Hati-hatilah menjaga diri. Jangan menganggap enteng segala hal." Ibnu Hasan menjawab dengan takzim, "Apa yang Ibu katakan akan selalu kuingat dan kucatat dalam hati. Doakanlah aku agar selamat. Semoga jangan sampai menempuh jalan yang salah. Pesan Ibu akan kuperhatikan, siang dan malam." Singkat cerita Ibnu Hasan sudah berangkat dikawal dua pengasuhnya sejak kecil, Mairin dan Mairun. Mereka berangkat berjalan kaki. Mairun memikul semua perbekalan dan pakaian, sementara Mairin mengikuti dari belakang, sesekali menggantikan tugas Mairun. Perasaan sedih, prihatin, kehujanan, kepanasan selama perjalanan yang memakan waktu berhari-hari namun akhirnya sampai juga di pusat kota negara Mesir, dengan selamat berkat doa ayah dan ibunda. Selanjutnya, segeralah menemui seorang alim ulama, terus berguru padanya. Pada suatu hari, saat bakda zuhur, Ibnu Hasan sedang di jalan, bertemu seseorang bernama Saleh yang baru pulang dari sekolah. Ibnu Hasan menyapa, "Anda pulang dari mana?" Saleh menjawab dengan sopan, "Saya pulang sekolah." Ibnu Hasan bertanya lagi, "Sekolah itu apa? Coba jelaskan padaku!" Yang ditanya menjawab, "Apakah Anda belum tahu?Sekolah itu tempat ilmu, tepatnya tempat belajar, berhitung, menulis, mengeja, belajar tata krama, sopan santun terhadap yang lebih tua dan yang lebih muda, dan terhadap sesama, harus sesuai dengan aturan." Begitu Ibnu Hasan mendengar penjelasan tersebut, betapa girang hatinya. Dia segera pulang menghadap kyai dan meminta izinnya untuk belajar di sekolah guna mencari ilmu. "Sekarang katakan padaku apa yang sebenarnya kamu harapkan," Kyai berkata demikian. Tujuan untuk menguji muridnya, apakah betul-betul ingin mencari ilmu atau hanya alasan supaya mendapat pujian. Ibnu Hasan menunduk, menjawab agak malu, "Hamba ingin menjelaskan mengapa hamba bersusah payah tanpa mengenal lelah mencari ilmu. Memang sangkaan orang begitu karena ayahku kaya raya, tidak kekurangan uang, ternaknya pun banyak. Hamba tidak usah bekerja karena tidak akan kekurangan. Namun, pendapat hamba tidak demikian, akan sangat memalukan seandainya ayah sudah tiada, sudah meninggal dunia, semua hartanya jatuh ke tangan hamba. Tapi, ternyata tidak terurus karena hamba tidak teliti akhimya harta itu habis, bukan bertambah. Di situlah terlihat temyata kalau hamba ini bodoh. Bukan bertambah masyhur, asalnya anak orang kaya, harus menjadi buruh. Begitulah pendapat hamba karena modal sudah ada, hamba hanya tinggal melanjutkan. Pangkat anakpun begitu pula, walaupun tidak melebihi orang tua, paling tidak harus sama dengan orang tua, dan tidak akan memalukan, apalagi kalau lebih miskin, ibaratnya anak seorang palih" Maka, yakinlah kyai itu akan baik muridnya.

3

0.0

Jawaban terverifikasi

Ali Audah lahir pada 14 Juli 1924 di Bondowos Jawa derita. Ayahnya meningga Jawa Timur. Sejak kecil, ia terbiasa hidu berumur tujuh tahun. Ali hanya menikma pendidikan formal sampai kelas dua sekola dasar. Meskipun demikian, ia mempunya kemauan belajar yang sangat tinggi. Ali mencoba belajar sendiri atau bersama teman-teman sepermainannya. Ia belajar menulis dengan mencoret-coret tanah sambil bermain gundu. Ia juga belajar membaca dan koran bekas pembungkus kue, majalah bekas serta buku-buku pelajaran dan bacaan anak- anak milik teman sepermainannya. Setelah dewasa, barulah Ali berkesempatan mengikuti kursus. Ali Audah menguasai sejumlah bahasa asing, seperti Arab, Inggris, Prancis, Jerman, dan Belanda. Berkat perkenalannya dengan Moh. Dimyati seorang wartawan dan sastrawan, Ali mendapat dorongan untuk belajar menulis. Tidal disangka, Ali ternyata berbakat di bidang itu bidang pendidikan. Sejak tahun 1952 Ali mulai bekerja sebaga wartawan lepas di berbagai harian. Ali beker sebagai penerjemah. Kemudian Ali bekerja di bidang pendidikan. Semangat kemauan belajar Ali yang cukup tinggi dan bakat yang dimiliki Ali dapat menjadi sumber inspirasi bagi kita semua. Keterbatasan kemampuan untuk bersekolah tidak menghalangi Ali untuk tetap bisa belajar membaca dan menulis. Semoga kita semua dapat meniru semangat Ali Audah. Penggunaan adjektiva berdasarkan teks biografi tersebut terdapat pada kalimat.. A. Ali sudah lahir pada 14 Juli 1924 di Bondowoso, Jawa Timur. b. Sejak kecil, ia terbiasa hidup menderita. C. Ibunya meninggal ketika ia berumur tujuh tahun. d. Ali hanya menikmati pendidikan formal sampai kelas dua sekolah dasar. E. Meskipun demikian, ia mempunyai kemauan belajar yang sangat tinggi

24

5.0

Jawaban terverifikasi