Fatihah F

Ditanya sehari yang lalu

Iklan

Fatihah F

Ditanya sehari yang lalu

Pertanyaan

Bacalah kutipan cerpen berikut! Pada pelajaran Bu Ratna, aku tidak dapat konsentrasi sama sekali. Oh Tuhan, aku menyesal. Mengapa aku lakukan perbuatan itu. Itu pun juga salahku karena tidak belajar sebelumnya. Aku terpaksa menyontek. Aku tidak ingin mendapatkan nilai di bawah Sudut pandang kutipan cerpen tersebut adalah.... a. Sudut pandang orang pertama pelaku utama b. Sudut pandang orang pertama palaku sampingan c. Sudut pandang orang ketiga serba tahu d. Sudut pandang orang ketiga pengamat e. Sudut padang orang kedua pelaku sampingan

Bacalah kutipan cerpen berikut! 

Pada pelajaran Bu Ratna, aku tidak dapat konsentrasi sama sekali. Oh Tuhan, aku menyesal. Mengapa aku lakukan perbuatan itu. Itu pun juga salahku karena tidak belajar sebelumnya. Aku terpaksa menyontek. Aku tidak ingin mendapatkan nilai di bawah Sudut pandang kutipan cerpen tersebut adalah.... 

a. Sudut pandang orang pertama pelaku utama 

b. Sudut pandang orang pertama palaku sampingan 

c. Sudut pandang orang ketiga serba tahu 

d. Sudut pandang orang ketiga pengamat 

e. Sudut padang orang kedua pelaku sampingan

Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb

Habis dalam

00

:

01

:

14

:

12

Klaim

15

2

Jawaban terverifikasi

Iklan

Torres T

Dijawab 17 jam yang lalu

Jawaban terverifikasi

<p><strong><u>Jawaban yang tepat dari pertanyaan diatas adalah A.</u></strong></p><p>Kutipan cerpen terebut mengunakan kata ganti "aku" sebagai tokoh utama yang menceritakan langsung pengalamannya. Tokoh "aku" menceritakan penyesalannya karena telah menyontek saat pelajaran Bu Ratna. Semua peristiwa diceritakan dari sudut pandang "aku" yang mengalami langsung kejadian tersebut.</p><p>&nbsp;</p><p>Ciri-ciri yang menunjukkan sudut pandang orang pertama pelaku utama dalam kutipan cerpen tersebut:<br>1. Menggunakan kata ganti "aku",<br>2. Tokoh utama menceritakan kisahnya sendiri,<br>3. Mengungkapkan perasaan dan pikiran tokoh secara langsung.</p>

Jawaban yang tepat dari pertanyaan diatas adalah A.

Kutipan cerpen terebut mengunakan kata ganti "aku" sebagai tokoh utama yang menceritakan langsung pengalamannya. Tokoh "aku" menceritakan penyesalannya karena telah menyontek saat pelajaran Bu Ratna. Semua peristiwa diceritakan dari sudut pandang "aku" yang mengalami langsung kejadian tersebut.

 

Ciri-ciri yang menunjukkan sudut pandang orang pertama pelaku utama dalam kutipan cerpen tersebut:
1. Menggunakan kata ganti "aku",
2. Tokoh utama menceritakan kisahnya sendiri,
3. Mengungkapkan perasaan dan pikiran tokoh secara langsung.


Iklan

Raafi R

Dijawab sehari yang lalu

Haloo, sepertinya ini A. Kenapa A? Karena sudut pandang orang pertama biasanya menggunakan "Aku" atau "Saya" di setiap adegan, dan ditemukan sang "Aku" terlibat banyak dalam adegan tersebut. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa kutipan cerpen tersebut memiliki sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama.


Mau pemahaman lebih dalam untuk soal ini?

Tanya ke Forum

Biar Robosquad lain yang jawab soal kamu

Tanya ke Forum

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

"Aku tidak percaya! Aku tidak percaya, jika hanya oleh melompat-lompat dan berkejaran semalaman penuh. Aku tidak percaya itu. Aku mulai percaya desas-desus itu bahwa kau orang yang tamak. Orang yang kikir. Penghisap. lintah darat. Inilah ganjarannya! Aku mulai percaya desas-desus itu, tentang dukun-dukun yang mengilui luka sunatan anak-anak kita. Aku mulai yakin bahwa itu karena kesombonganmu, kekikiranmu, angkuhmu, dan tak mau tahu dengan mereka. Aku yakin mereka menaruh racun di pisau dukun-dukun itu." Sumber: dikutip dari Panggilan Rasul karya Hamsad Rangkuti. Bagaimana pengarang menggambarkan rasa marah pada penggalan cerpen tersebut.... A. Merasa tidak percaya dengan dukun yang menaruh racun di pisau. B. Memikirkan desas-desus terhadap tokoh kau. C. Mengenang rasa dendam.

6

0.0

Jawaban terverifikasi

Sahabat yang Tergadai Rina dan Maya telah bersahabat sejak kecil. Mereka tinggal di kompleks perumahan yang sama, duduk di bangku sekolah yang sama, bahkan berbagi mimpi untuk bisa terus bersama hingga dewasa. Setiap sore, Rina selalu datang ke rumah Maya untuk bermain atau sekadar mengerjakan PR bersama. Rumah Maya terasa hangat dan nyaman, penuh dengan canda tawa dan rasa kekeluargaan. Maya adalah teman yang selalu mendukung Rina dalam segala hal, tak peduli apa yang terjadi. Namun, suatu hari segalanya berubah. Ayah Maya, yang sebelumnya memiliki usaha sukses, mengalami kebangkrutan. Usahanya gulung tikar setelah dihadapkan pada masalah keuangan yang tak terduga. Keluarga Maya terpaksa menjual rumah mereka dan pindah ke sebuah rumah kontrakan kecil di pinggiran kota. Maya tak lagi bisa mengenakan seragam baru yang biasa mereka beli bersama di awal tahun ajaran. Kini, pakaian Maya tampak kusam, dan sepatu yang dia kenakan mulai berlubang di ujungnya. Pada awalnya, Rina tetap berteman dengan Maya seperti biasa. Mereka masih bertemu di sekolah, dan Rina sesekali mengundang Maya ke rumahnya. Namun, Rina mulai mendengar bisik-bisik dari teman-teman lainnya. "Kenapa masih berteman dengan Maya? Keluarganya sudah jatuh miskin. Nanti kamu jadi terlihat seperti dia." Salah seorang teman di kelas berkata dengan nada mengejek. Bisikan-bisikan itu semakin keras, bahkan beberapa di antaranya terang-terangan menertawakan Maya di depan Rina. Rina merasa tersudut. Di satu sisi, dia merasa bersalah kepada Maya, sahabatnya sejak kecil, yang tidak pernah memintanya apa-apa kecuali persahabatan tulus. Namun di sisi lain, dia merasa takut dijauhi oleh teman-teman lain yang mulai memandang rendah Maya. Rina mulai menjaga jarak. Suatu sore, Maya mendatangi Rina. "Kenapa kamu menjauh? Aku merindukanmu, Rina," Maya bertanya dengan mata yang penuh harap, mencoba mencari jawaban atas perubahan sikap sahabatnya. Rina menghindari tatapan Maya, menunduk dan berpura-pura sibuk dengan bukunya. "Aku sibuk sekarang, banyak tugas. Maaf, Maya." Maya terdiam. Hatinya hancur. Dia tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi dia berharap itu tidak benar. Namun, kenyataannya terlalu menyakitkan untuk diabaikan. Sejak itu Maya tak pernah lagi mengajak Rina berbicara. Mereka masih bertemu di sekolah, tetapi Maya belajar untuk menahan diri dari rasa sakit ditinggalkan. Waktu berlalu, dan pertemanan mereka tergerus oleh jarak yang diciptakan Rina. Suatu hari, sekolah mengadakan reuni kecil bagi siswa-siswa angkatan mereka. Maya, yang sekarang telah menemukan jalan hidupnya sendiri, datang dengan percaya diri. Dia tak lagi terjebak dalam bayang-bayang masa lalu. Rina melihat Maya dari jauh, merasa tertampar oleh keberadaan sahabatnya yang dulu. Maya telah tumbuh menjadi sosok yang mandiri dan sukses, meski tanpa dirinya. Rina mendekat dengan perasaan bersalah. "Maya... maafkan aku." Maya menatapnya, senyumnya tenang. "Rina, aku sudah memaafkanmu sejak lama. Aku hanya belajar bahwa tidak semua hal bisa kita pertahankan, bahkan persahabatan. Kadang, orang berubah, dan itu tidak apa-apa. Yang penting, kita tetap berdiri dan melanjutkan hidup." Rina menahan air matanya. Pada saat itu, dia menyadari bahwa dia telah kehilangan lebih dari sekadar seorang sahabat. Dia telah kehilangan kesempatan untuk setia pada seseorang yang benar-benar berarti dalam hidupnya. Tapi, waktu tak bisa diputar kembali. Rina hanya bisa menerima kenyataan bahwa persahabatan mereka telah tergadai oleh ketakutan dan gengsi. Maya pun berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Rina dalam kesunyian yang menyesakkan. Ubahlah cerpen tersebut menjadi sebuah adegan 1, adegan 2, adegan 3, dan adegan 4

85

0.0

Jawaban terverifikasi

Iklan

Pro dan Kontra Puisi Esai Selama ini, kita mengenal beberapa jenis puisi seperti puisi deskriptif, puisi lirik, puisi naratif, dan lain sebagainya. Namun, bagaimana jika kemudian muncul puisi esai sebagai jenis puisi baru. Hal inilah yang menjadi polemik atau kontroversi di kalangan penyair dan pemerhati sastra pada beberapa tahun lalu. Perdebatan pun terjadi cukup ramai di media masa cetak maupun elektronik hingga menimbulkan berbagai pro dan kontra. Kalangan penyair dan sastrawan pun beberapa ada yang bersikap mendukung/pro tetapi tidak sedikit pula yang menentang/kontra. Pihak yang mendukung beranggapan bahwa perpuisian Indonesia saat ini mirip dengan kondisi Amerika Serikat sekitar tahun 2006. Pada saat itu, puisi makin sulit dipahami dan seakan berada di wilayah yang lain. Penulisannya mengalami kebuntuan dan tidak mengalami perubahan berarti selama puluhan tahun. Munculnya puisi esai dianggap sebagai upaya menjadikan puisi dekat dan dapat mudah dipahami masyarakat umum. Hal ini terutama ditunjukan dengan kehadiran catatan kaki yang merupakan upaya menjelaskan dan mengaitkan isi puisi dengan konteks sosial di luar puisi. Beberapa pihak yang mendukung bahkan tergerak untuk memunculkan angkatan baru puisi esai selain angkatan yang sudah ada sebelumnya. Hal ini ditunjukan dengan penerbitan 34 buku puisi esai di 34 provinsi di seluruh Indonesia yang melibatkan 170 orang dari kalangan penyair, aktivis, penulis, jurnalis, hingga peneliti. Dalam penyebarannya, puisi esai saat ini bahkan sudah mencapai beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Brunei, dan Thailand. Adapun, pihak yang menentang berargumen bahwa puisi pada dasarnya identik dengan tulisan fiksi dan bersifat imajinatif. Hal ini berbeda dengan esai yang merupakan teks yang bersifat faktual dan realistis sehingga keduanya tidak bisa gabungkan. Selain itu, terkait klaim beberapa pihak sebagai pencipta pertama jenis puisi esai yang beredar dianggap menyesatkan. Hal ini karena puisi semacam itu bukanlah hal yang baru sebab sebenarnya telah ada sejak masa Alexander Pope, penyair Inggris abad ke 18. Beberapa penyair Indonesia juga pernah menulis puisi dengan tema sosial berbentuk transparan dan memiliki catatan kaki sejenis puisi esai. Beberapa pihak juga menyoroti masifnya gerakan puisi esai karena adanya pihak tertentu yang menjadi sponsor dan mendanai dengan maksud dan tujuan tertentu seperti popularitas dan elektabilitas. Apapun itu, pro kontra kemunculan puisi esai saat ini memang tak terhindarkan. Perdebatan pun tetap berlanjut hingga kini. Sekali pun demikian, diakui atau tidak, aksistensi puisi esai akhirnya menjadi fenomena tersendiri dalam dunia sastra. Dalam sudut pandang positif, hal ini menunjukan kreativitas sastrawan Indonesia dan dapat mengaktifkan kembali diskusi intelektual sesama penyair, sastrawan, maupun masyarakat luas tentang perpuisian Indonesia. Mungkin suatu nanti ada penjelasan dan tempat tersendiri puisi esai. Bahkan hal ini mungkin menjadi pembuka kemunculan jenis puisi- puisi baru lainnya yang menambah dinamika perpuisian dan sastra Indonesia. Semoga. Setelah itu analisislah 1.bagian isu 2.bagian isi/argumen 3.kesimpulan 4.saran

2

0.0

Jawaban terverifikasi