Penumpasan pemberontakan Permesta sangatlah berat karena terdapat intervensi pihak asing yang membantu pemberontakan tersebut
Untuk lebih detailnya, yuk pahami penjelasan berikut:
Proklamasi PRRI yang diumumkan pada 15 Februari 1958 di Padang rupanya mendapat sambutan dari Indonesia bagian timur. Dalam rapat-rapat raksasa yang diselenggarakan di beberapa tempat di daerah tersebut, KOMSUT (Komando Daerah Militer Sulawesi Utara dan Tengah), yaitu Kolonel DJ. Somba mengeluarkan pemyataan, bahwa sejak 17 Februari 1958 wilayah Sulawesi Utara dan Tengah menyatakan memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat serta Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).
Terhadap pemberontakan Permesta, pemerintah tidak ragu-ragu untuk bertindak. KSAD sebagai penguasa perang pusat memecat Somba dan Mayor Runturambi, sedangkan batalyon yang berada di bawah KDMSUT termasuk dinas jawaban, wewenang komandannya diserahkan kepada "Komando Antar Daerah Indonesia Timur" (KOANDAlT).
Untuk menghadapi aksi Permesta, dilancarkan Operasi Merdeka di bawah pimpinan Letnan Kolonel Rukminto Hendraningrat. Operasi tersebut terdiri dari beberapa bagian yang dinamakan sebagai Operasi Sapta Marga. Meskipun pada akhirnya pemberontakan tersebut dapat ditumpaskan, akan tetapi proses penumpasan pemberontakan tersebut sangatlah menyulitkan sebab para pemberontak rupanya memiliki persenjataan yang modern, seperti pesawat B-26, pesawat pemburu Mustang, dan persenjataan api lainnya. Setelah ditelusuri, temyata Permesta mendapat bantuan dari pihak asing, terbukti dengan ditembak jatuhnya pesawat yang dikemudikan oleh AL. Pope, warga negara Amerika Serikat, pada 18 Mei 1958 di kota Ambon.