Sebelum sidang pertama berakhir BPUPKI membentuk panitia kecil yang terdiri dari sembilan orang. Pembentukan panitia sembilan itu bertujuan untuk merumuskan tujuan dan maksud didirikannya Negara Indonesia. Panitia kecil itu terdiri atas, Ir. Sukarno, Muh. Yamin, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. A.A Maramis, Abdul Kahar Muzakkar, Wahid Hasyim, H. Agus Salim, dan Abikusno Cokrosuyoso. Panitia kecil itu menghasilkan rumusan yang menggambarkan maksud dan tujuan Indonesia Merdeka. Kemudian disusunlah rumusan bersama dasar negara Indonesia Merdeka yang kita kenal dengan Piagam Jakarta. Di dalam teks Piagam Jakarta itu juga dimuat lima asas yang diharapkan akan menjadi dasar dan landasan filosofi bagi Indonesia Merdeka yang berisikan.
- Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pada awalnya isi rumusan Piagam Jakarta ini tidak ada masalah bahkan di tanda tangani pula oleh Mr Alex Andries Martamis yang beragama kristiani. Tetapi pada tanggal 17 Agustus sore, Johannes Latuharhary adalah salah satu tokoh yang berasal dari timur datang dan menyatakan keberatannya terhadap kata “syari’at Islam” dalam Piagam Jakarta. Dia beralasan, jika tetap mencantumkan kata “syari’at Islam,” golongan Protestan dan Katolik lebih suka berdiri di luar Republik Indonesia. Sebenarnya Hatta sempat berargumentasi bahwa “syari’at Islam” bukan diartikan diskriminatif. Namun dia membuka peluang dengan mengatakan akan mengemukakannya dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 18 Agustus. pada 17 Agustus sore. Maka, pada 18 Agustus pagi, sebelum sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dimulai, Hatta melakukan rapat pendahuluan dengan Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasjim, Mr. Kasman Singodeimejo, dan Mr. Teuku Hasan. Hatta mengatakan kepada golongan islam tersebut supaya kita jangan pecah sebagai bangsa, kami mufakat untuk menghilangkan bagian kalimat yang menusuk hati kaum Kristen yaitu “syari’at Islam”. Awalnya golongan islam khususnya Ki Bagus Hadikusumo menentang keras permintaan tersebut. Namun, Hatta tak putus asa. Dia kemudian memilih Kasman Singodimedjo untuk melunakkan hati Ki Bagus Hadikusumo. Penunjukan kepada Kasman dianggap paing tepat karena dia juga merupakan teman dekat dari Ki Bagus Hadikusumo. Memang pada awalnya Ki Bagus Hadikusumo menolak, bahkan dia merasa dikhianati. Namun, dia kemudian berhasil dibujuk dengan mengingatkan adanya ancaman pemisahan diri dari beberapa tokoh wilayah Indonesia timur tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas maka jawabannya adalah Ki Bagus Hadikusumo.