Revolusi Perancis terjadi karena ketimpangan sosial dan penderitaan rakyat. Bentuk pemerintahan absoluts yang tidak memiliki konstitusi untuk membatasi kekuasaan para bangsawan dan raja, menyebabkan raja dapat bertindak sesukanya, dan membuat peraturan tanpa mendengarkan pendapat para rakyat. Keadaan ini membuat rakyat Perancis angkat bicara dan mulai mengisi cahiers de doleances (daftar keluhan) serta menyiapkan pemilihan umum di tingkat daerah.
Pada 5 Mei 1789, dilaksanakan sidang Etats Generaux (Majelis Rakyat) di Versailles. Sidang tersebut mengalamai kemacetan karena tidak ada kesepakatan mengenai pemungutan suara. Golongan satu dan dua, ingin pemungutan suara dilakukan pergolongan agar memperoleh kemenangan. Sementara golongan tiga meminta agar pemungutan suara dilakukan per kepala atau secara individu. Namun Raja Louis tidak bisa mengambil keputusan. Sikap raja menimbulkan kekecewaan bagi golongan satu dan dua, sedangkan golongan tiga semakin bersemangat untuk mengadakan perubahan.
Pada 14 Juni 1789, golongan tiga membentuk Assemblee Nationale (Dewan Nasional). Dewan tersebut adalah sidang seluruh rakyat tanpa golongan. Pada 9 Juli 1789, Assemblee Nationale Constituante (Dewan Nasional Konstituante) terbentuk. Dewan tersebut bertugas membuat rancangan undang-undang dasar. Lahirnya dewan tersebut membuat kedudukan dan kewibawaan raja menjadi lemah.
Peristiwa pembentukan Dewan Nasional ini dianggap sebagai awal dimulainya Revolusi Prancis. Raja Louis XVI yang mulai kehilangan kontrol, mengerahkan 20.000 pasukannya untuk membubarkan Dewan Nasional di Paris. Rakyat yang marah mencari senjata dan mencoba mempertahankan Dewan Nasional. Akibat hal ini terjadi kekerasan antara pasukan raja dan penduduk yang bersimpati dengan Dewan Nasional. Tindakan kekerasan itu mencapai puncaknya di ketika rakyat yang marah menyerbu penjara Bastille.
Dengan demikian, tindakan Raja Lousi XVI dimaksudkan untuk membubarkan Dewan Nasional di Paris.