Iklan

Iklan

Pertanyaan

Daun-Daun Waru di Samirono
Karya: Nh Dini

Matahari bersinar lembut.

    Tadi malam, hujan yang mendadak menyiram bumi Mataram membikin orang-orang kaget namun berlega hati. Kemarau tiba-tiba terputus sejenak walaupun mungkin akan diteruskan selama dua atau tiga bulan mendatang. Seingat Mbah Jum, para tetangganya sering menyebut September karena berarti sumberé kasèpi1. Perempuan tua itu hanya mengenal nama-nama bulan Jawa melalui hitungan cahaya malam di langit: Jumadil Akhir, Ruwah.... Dia baru menyadari bahwa poso atau puasa sudah tampak di ambang waktu. Keluarga Bu Guru yang tinggal di rumah depan mengatakan bahwa hujan itu sebagai tanda bumi Mataram berduka dengan terjadinya ontran-ontran2 di Surakarta. Karena menurut dia, meskipun Kartosuro dan Mataram sudah terpisah menjadi dua kerajaan, sesungguhnya masih terjalin kental.

   Bagaimanapun juga, setelah meninggalkan keramaian Pasar Ndemangan ketika Mbah Jum tiba di tanjakan yang membelok, tubuhnya masih terasa segar karena matahari yang redup. Padahal, kemarin sore, untuk ke sekian kalinya, dia menerima hantaman keras di dada kirinya. Dia tidak terlalu mempersoalkan dari mana asalnya rasa ngilu tersebut. Hingga saat keluarga Bu Guru menyuruh pembantu memanggil dia supaya makan di dapur, Mbah Jum masih tergeletak di ambènnya. Selesai makan, dia mengerok sendiri leher, dada, dan bahunya. Merah nyaris ungu warna bilur-bilurnya. Rupanya, dia memang menderita masuk angin.

    Langit mendung. Tampaknya, kemurungan masih akan berlanjut hari itu. Pengaruh kelakuan dan suasana batin para priyagung3 sangat besar, kata seorang dari cucu Bu Guru. Mbah Jum percaya itu. Ketika Ngerso Dalem4 yang sepuh dulu kondur5 ke alam langgeng bersama warga kota raja. Wanita itu menyaksikan sendiri bagaimana selama tiga malam, bulan berwajah cemberut di langit kelam, seluas dua depa pandangan mata dilingkari sapuan benang kabut.

   Untunglah, alam tidak terlalu mengubah kondisinya jika orang kecil seperti dirinya bersedih hati. Karena jika hal sebaliknya yang terjadi, betapa akan mowut6-nya suasana dunia. Sebab, jumlah kowulo7 di kota raja saja jauh lebih banyak daripada kaum njeron bètèng8 Belum terhitung yang berada di tempat-tempat lain.

    "Mana galahnya, Mak?" seseorang menegur, berteriak dari seberang ketika dia tiba di puncak tanjakan.

    Jalan yang dulu hanya dilalui kereta kuda, becak, dan sepeda itu kini bisa dimuati empat bahkan mungkin enam berjejeran dari masing-masing jenis kendaraan tersebut. Ujung selendang dia angkat ke tentangan dahi guna melindungi mata dari cahaya yang telah berubah, bersinar menyilaukan.

    Sambil mengawasi dari jauh siapa yang berseru, otak perempuan itu sempat berpikir. Panggilan kepadanya dimulai dari Lik, Mak, kemudian berubah menjadi Mbah9 dari waktu ke waktu menuruti perubahan penampilan tubuh dan lebih-lebih warna rambutnya. Kali itu, sebutan Mak tentu diucapkan oleh seseorang yang sudah cukup lama mengenal dia.

    Laki-laki yang duduk di bangku warung seberang jalan menggerakkan tangan kanan di tentangan kepala sebagai pemberitahuan bahwa dialah yang menegur.

    Mak Jum berhenti, berdiri tepat di pinggir trotoar menghadap ke seberang. Dia berseru menjawab. Tetapi, suaranya ditelan kegaduhan mesin kendaraan roda empat maupun dua, dikacaukan oleh putaran angin yang membawa debu siluman yang terangkat dari gerakan setiap benda di sana. Setelah dua kali kerongkongannya menggembung oleh teriakan, akhirnya, wanita itu terdiam. Tangannya menunjuk ke arah belokan terdekat di hadapannya.

    Lelaki di seberang jalan mengangguk sambil sekali lagi mengangkat lengan kanan memberi isyarat bahwa dia sudah paham. Lalu, pandangannya tertuju ke kelokan. Di pojok, sedang dibangun sesuatu yang tampak luas dan besar. Bagian tepi dikelilingi pagar dari seng, tetapi tepat di belokan muncul dahan-dahan pohon waru, berkilau dalam kehijauannya yang pekat. Setiap daun tampak segar. Nyata, masing-masing merupa dalam bentuk jantung. Barangkali, mereka gembira setelah mandi-mandi air hujan malam kemarin.

    "Berangkat cari daun waru, Lik Jum?"
    "Sudah mendapat banyak daunnya, Mbah Jum?"
    "Mari saya bantu menghitung daun warunya ya Mak Jum!" 

    Semua orang mengenal dia. Hanya pendatang baru, misalnya anak-anak yang mondok di kos-kosan, pengontrak rumah pengganti penghuni lama yang akan bertanya: siapa Mak atau Mbah Jum itu?

    Dia tidak tahu usianya yang pasti. Pak Dukuh10 memberinya tahun kelahiran yang dikira-kira saja. Waktu itu, penduduk harus didata karena negara sudah teratur dan merdeka, kata Pak Bayan11.

     Mbah Jum sendiri tidak begitu yakin dari mana asalnya. Seingatnya, dia selalu tinggal di bilik belakang rumah Bu Guru. Hingga saat kecelakaan bus yang menimpa hampir setengah warga kampung, dia selalu menyapu dan membersihkan pekarangan. Bila ledeng tidak mengalir, dia mengangsu12 dari sumur di tengah kampung. Di belakang kepalanya, bercampur aduk selaksa kenangan yang tidak pernah jelas gambarannya. Paling menonjol adalah kata-kata mengungsi, diiringi penguburan bersama setelah Merapi meluluhkan desa-desa di lerengnya. Lalu, dia dibawa Bu Guru ke kota raja. Dia hanya mampu mengikuti pelajaran hingga kelas 3 Sekolah Rakyat13. Untuk seterusnya, dia turut mengasuh anak-anak Bu Guru hingga besar, hingga Bu Guru meninggal dan anak-anak bergiliran berumah-tangga. Sekarang, seorang dari cucu Bu Guru juga menjadi pengajar di salah satu sekolah tinggi. Mbah Jum sulit mengingat sebutan tepat untuk guru di sana.

    Di usia KTP 78 tahun, dia menjadi nenek bagi seisi kampung. Apa pun yang dipanggilkan warga kepadanya, Mbah Jum selalu menoleh dan menanggapi.

    Sejak tabrakan bus, sebelum Bu Guru meninggal, Mbah Jum tidak dapat mengerjakan apa pun yang membutuhkan kekuatan pundak, punggung, dan pinggulnya. Dia tetap menjadi bagian keluarga Bu Guru. Makanan tidak sulit karena di mana-mana orang mengulurkan sepincuk nasi bersama lauk, segelas teh atau air. Sementara itu, di dapur keluarga Bu Guru, dia mendapat sajian di atas papan rak. Nasi lengkap dengan masakan hari itu. Di dalam kardus, di tentangan kepala ambil dia selalu mempunyai dua pakaian bersih dan cukup bagus untuk dikenakan buat réwang. Di saat-saat ada hajatan, penduduk kampung tidak melupakan bantuan Mak Jum. Karena dia masih bertenaga untuk mengupas, membersihkan, atau mengiris sayur. Namun, pekerjaan tetapnya adalah mencari daun waru.

    Pembuat tempe dan tahu berderet nyaris sepanjang kampung. Akan tetapi, yang mengerjakan tempe gembus hanya satu. Sejak dia disebut Lik sampai kini, Mbah Jum merupakan satu-satunya pemasok daun waru sebagai pembungkus tempe gembus spesial dari kampung tersebut. Daun pisang sudah lumrah digunakan. Akan tetapi, harganya lebih mahal karena tempe lebih bergengsi daripada ampas tahu. Apalagi, jika dikemas di dalam daun pisang. Untuk mengurangi pengeluaran, seorang pedagang membungkus limbah tersebut dengan daun waru.

    Beberapa tukang becak yang mangkal di kelokan jalan bergantian mengucapkan kalimat-kalimat ramah. Seorang dari mereka menarik sebatang bambu yang diselipkan di antara dahan pohon waru.

    "Daunnya hari ini bersih-bersih, Mbah," katanya sambil menyerahkan galah kepada perempuan berambut abu-abu itu. 

   "Sebentar lagi panas terik, Mbah" kata seorang kuli bangunan yang mengaduk pasir dan semen, "lni sedang ketigo16. Kalau yang nyangkut tidak diambil, sebentar lagi kering.

    "Biar nanti saya bantu mengambilnya, Mbah," kata kuli yang lain.

     Mbah Jum mendengar komentar itu, tetapi tidak peduli. Dia terus menengadah. Terus mengait dan ranting berdaun waru terus berjatuhan. Di sana, di dekat, tersangkut di pagar seng, lalu ada yang menimpa dirinya. Masih terus saja Mbah Jum menengadah. Untuk mendapatkan uang paling sedikit Rp3.000, timbunan ranting harus menggunung setinggi lututnya. Selembar daun dihargai tiga puluh rupiah. Meskipun di bawah lipatan pakaian di kardus, dia masih menyimpan beberapa ribu rupiah sisa upah membantu dapur kondangan lalu, tetapi dia harus menambah lagi. Lebaran mendatang, dia ingin membeli kain bercorak parang yang sudah lama dia idamkan.

    Dia harus memanfaatkan waktu. Pedagang tempe sekarang sudah hampir semua tidak menggunakan daun pisang lagi. Juragan tempe gembus bahkan berkata akan meniru orang-orang di lain kampung, menggunakan kantongan plastik ukuran kecil. Jika saat itu tiba, Mbah Jum akan kehilangan satu-satunya andalan pemasukan nafkahnya yang pasti.

    Kadang kala, semut-semut ngangrang merah menggandul dan merambat turut jatuh. Sekali-sekali, Mbah Jum menebaskan tangannya ke tubuh untuk mengusir binatang-binatang itu dari pakaiannya. Kepalanya terasa basah oleh keringat. Udara panas menekan. Pelipis dan dahi dialiri peluh yang menitik dan menetes masuk ke mata.

    "Hari ini tidak bawa capingnya to Mbah?" kuli bangunan bersuara lagi. Kali itu, Mbah Jum menyahut,"Sudah bolong-bolong dan jepitan pinggirannya lepas."
    "Harus beli lagi. Di Pasar Ndemangan 'kan ada!"
    "Tidak, harus di Beringarjo kalau mau beli itu," kuli lain membantah temannya.
    "Ya jauh kalau dari Ndemangan," kuli lain menggumam, seolah-olah kalimat itu ditujukan kepada dirinya sendiri.

    Percakapan itu lamat-lamat sampai di telinga Mbah Jum. Mendadak terasa tusukan ribuan jarum di dada kirinya.

    "Lho Mbah! Lho Mbah! Ada apa?"
    Dua kuli mendekat, menggotong lalu membaringkan wanita itu di tempat yang datar.
    "Di, lepaskan paculmu. Kemari!" 

    "Ini adukan kedua! Nanti mengering!"
    "Gebyur air yang banyak. Cepat panggil tukang-tukang becak situ!"
    "Ya, benar. Di antara mereka, ada yang tahu rumah si mbah ini, cepat, Di!"

    Sayup-sayup, Mbah Jum merasakan kain yang basah disentuhkan, digosokkan di leher, kemudian dikompreskan di dahinya. Dia sempat berpikir bahwa pasti itu adalah ujung selendangnya yang telah dicelup ke ember buat mengaduk semen.

    Sesudah itu, dia tidak merasa apa pun. Tidak mendengar apa pun.space 

Tentukan struktur teks cerpen tersebut.

Tentukan struktur teks cerpen tersebut.space 

Iklan

N. Faizah

Master Teacher

Mahasiswa/Alumni Universitas Suryakancana

Jawaban terverifikasi

Jawaban

struktur komplikasi pada cerpen yang berjudul "Daun-Daun Waru di Samirono" karya NhDini yaitu tentang awal mula Mbah Jum merasa sakit di dada kirinya, yang dia anggap hanya masuk angin saja. Kejadian tersebut membuat keluarga Bu guru panik, sehingga menyuruh pembantumemanggil Mbah Jum untuk makan di dapur . Selain itu, Mbak Jum selalu terkenang dengan kejadian masa lalunya seperti meletusnya gunung Merapi yang melahap banyak korban dan juga kejadian saat dirinya mengalami tabrakan bus yang membuat Mbah Jum tidak bisa beraktivitas.

struktur komplikasi pada cerpen yang berjudul "Daun-Daun Waru di Samirono" karya Nh Dini yaitu tentang awal mula Mbah Jum merasa sakit di dada kirinya, yang dia anggap hanya masuk angin saja. Kejadian tersebut membuat keluarga Bu guru panik, sehingga menyuruh pembantu memanggil Mbah Jum untuk makan di dapur. Selain itu, Mbak Jum selalu terkenang dengan kejadian masa lalunya seperti meletusnya gunung Merapi yang melahap banyak korban dan juga kejadian saat dirinya mengalami tabrakan bus yang membuat Mbah Jum tidak bisa beraktivitas.space 

Iklan

Pembahasan

Cerita pendek merupakan cerita yang habis dibaca sekitar sepuluh menit atau setengah jam (dibaca sekali duduk). Pada cerpen terdapat struktur pembangunnya. Struktur pembangun yaitu rangkaian cerita yang membentuk cerpen itu sendiri. Dengan demikian, struktur cerpen berupa unsur alur yang merupakan jalannya cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab akibat ataupun secara kronologis. Secara umum, jalan cerita terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu sebagai berikut. Pengenalan situasi cerita ( exposition, orientation ) . Bagian ini menjelaskan pengenalan para tokoh, menata adegan (latar) dan hubungan antartokoh. Pengungkapan peristiwa ( complication ) . Dalam bagian ini disajikan peristiwa awal yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, ataupun kesukaran-kesukaran bagi para tokoh. Puncak konflik ( turning point ) . Bagian ini disebut juga klimaks. Pada bagian ini ditentukan nasib beberapa tokohnya. Penyelesaian (e nding atau coda ) . Pada bagian ini berisi penjelasan tentang sikap ataupun nasib-nasib yang dialami tokohnya setelah mengalami peristiwa/ masalah. Berikut merupakanstruktur cerpen yang berupa komplikasi . Bagaimanapun juga, setelah meninggalkan keramaian Pasar Ndemangan ketika Mbah Jum tiba di tanjakan yang membelok, tubuhnya masih terasa segar karena matahari yang redup. Padahal, kemarin sore, untuk ke sekian kalinya, dia menerima hantaman keras di dada kirinya. Dia tidak terlalu mempersoalkan dari mana asalnya rasa ngilu tersebut. Hingga saat keluarga Bu Guru menyuruh pembantu memanggil dia supaya makan di dapur, Mbah Jum masih tergeletak di ambènnya. Selesai makan, dia mengerok sendiri leher, dada, dan bahunya. Merah nyaris ungu warna bilur-bilurnya. Rupanya, dia memang menderita masuk angin. Dari kutipan tersebut, jelas bahwa pengenalan masalah atau komplikasi dalam cerpen yang berjudul "Daun-Daun Waru di Samirono" karya Nh Dini ini menceritakan tentang awal mula Mbah Jum merasa sakit di dada kirinya, yang dia anggap hanya masuk angin saja. Kejadian tersebut membuat keluarga Bu guru panik, sehingga menyuruh pembantumemanggil Mbah Jum untuk makan di dapur. Selain itu masalah lain muncul. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan berikut. Mbah Jum sendiri tidak begitu yakin dari mana asalnya. Seingatnya, dia selalu tinggal di bilik belakang rumah Bu Guru. Hingga saat kecelakaan bus yang menimpa hampir setengah warga kampung, dia selalu menyapu dan membersihkan pekarangan. Bila ledeng tidak mengalir, dia mengangsu 12 dari sumur di tengah kampung. Di belakang kepalanya, bercampur aduk selaksa kenangan yang tidak pernah jelas gambarannya.Paling menonjol adalah kata-kata mengungsi, diiringi penguburan bersama setelah Merapi meluluhkan desa-desa di lerengnya. Lalu, dia dibawa Bu Guru ke kota raja. Dia hanya mampu mengikuti pelajaran hingga kelas 3 Sekolah Rakyat 13 . Untuk seterusnya, dia turut mengasuh anak-anak Bu Guru hingga besar, hingga Bu Guru meninggal dan anak-anak bergiliran berumah-tangga. Sekarang, seorang dari cucu Bu Guru juga menjadi pengajar di salah satu sekolah tinggi. Mbah Jum sulit mengingat sebutan tepat untuk guru di sana. .... Sejak tabrakan bus, sebelum Bu Guru meninggal, Mbah Jum tidak dapat mengerjakan apa pun yang membutuhkan kekuatan pundak, punggung, dan pinggulnya. Dia tetap menjadi bagian keluarga Bu Guru . ... Di dalam kutipannya tersebut tergambar jelas, kesedihan Mbah Jum saat mengenang kejadian lalu saat Merapi menelan banyak korban dan desa di lerengnya. Selain itu, Mbah Jum pernah mengalami tabrakan busyang membuat dirinya tidak bisa melakukan aktivitas apapun. Hal itu terjadi sebelum Bu Guru meninggal. Meskipun Mbah Jum bekerja hanya mencari Daun Waru, tetapi banyak warga yang menghormatinya. Dengan demikian, struktur komplikasi pada cerpen yang berjudul "Daun-Daun Waru di Samirono" karya NhDini yaitu tentang awal mula Mbah Jum merasa sakit di dada kirinya, yang dia anggap hanya masuk angin saja. Kejadian tersebut membuat keluarga Bu guru panik, sehingga menyuruh pembantumemanggil Mbah Jum untuk makan di dapur . Selain itu, Mbak Jum selalu terkenang dengan kejadian masa lalunya seperti meletusnya gunung Merapi yang melahap banyak korban dan juga kejadian saat dirinya mengalami tabrakan bus yang membuat Mbah Jum tidak bisa beraktivitas.

    Cerita pendek merupakan cerita yang habis dibaca sekitar sepuluh menit atau setengah jam (dibaca sekali duduk). Pada cerpen terdapat struktur pembangunnya. Struktur pembangun yaitu rangkaian cerita yang membentuk cerpen itu sendiri. Dengan demikian, struktur cerpen berupa unsur alur yang merupakan jalannya cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab akibat ataupun secara kronologis. Secara umum, jalan cerita terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu sebagai berikut.

  1. Pengenalan situasi cerita (exposition, orientation). Bagian ini menjelaskan pengenalan para tokoh, menata adegan (latar) dan hubungan antartokoh.
  2. Pengungkapan peristiwa (complication). Dalam bagian ini disajikan peristiwa awal yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, ataupun kesukaran-kesukaran bagi para tokoh.
  3. Puncak konflik (turning point). Bagian ini disebut juga klimaks. Pada bagian ini ditentukan nasib beberapa tokohnya.
  4. Penyelesaian (ending atau coda). Pada bagian ini berisi penjelasan tentang sikap ataupun nasib-nasib yang dialami tokohnya setelah mengalami peristiwa/ masalah.

    Berikut merupakan struktur cerpen yang berupa komplikasi.

     Bagaimanapun juga, setelah meninggalkan keramaian Pasar Ndemangan ketika Mbah Jum tiba di tanjakan yang membelok, tubuhnya masih terasa segar karena matahari yang redup. Padahal, kemarin sore, untuk ke sekian kalinya, dia menerima hantaman keras di dada kirinya. Dia tidak terlalu mempersoalkan dari mana asalnya rasa ngilu tersebut. Hingga saat keluarga Bu Guru menyuruh pembantu memanggil dia supaya makan di dapur, Mbah Jum masih tergeletak di ambènnya. Selesai makan, dia mengerok sendiri leher, dada, dan bahunya. Merah nyaris ungu warna bilur-bilurnya. Rupanya, dia memang menderita masuk angin.

    Dari kutipan tersebut, jelas bahwa pengenalan masalah atau komplikasi dalam cerpen yang berjudul "Daun-Daun Waru di Samirono" karya Nh Dini ini menceritakan tentang awal mula Mbah Jum merasa sakit di dada kirinya, yang dia anggap hanya masuk angin saja. Kejadian tersebut membuat keluarga Bu guru panik, sehingga menyuruh pembantu memanggil Mbah Jum untuk makan di dapur.

Selain itu masalah lain muncul. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan berikut.

Mbah Jum sendiri tidak begitu yakin dari mana asalnya. Seingatnya, dia selalu tinggal di bilik belakang rumah Bu Guru. Hingga saat kecelakaan bus yang menimpa hampir setengah warga kampung, dia selalu menyapu dan membersihkan pekarangan. Bila ledeng tidak mengalir, dia mengangsu12 dari sumur di tengah kampung. Di belakang kepalanya, bercampur aduk selaksa kenangan yang tidak pernah jelas gambarannya. Paling menonjol adalah kata-kata mengungsi, diiringi penguburan bersama setelah Merapi meluluhkan desa-desa di lerengnya. Lalu, dia dibawa Bu Guru ke kota raja. Dia hanya mampu mengikuti pelajaran hingga kelas 3 Sekolah Rakyat13. Untuk seterusnya, dia turut mengasuh anak-anak Bu Guru hingga besar, hingga Bu Guru meninggal dan anak-anak bergiliran berumah-tangga. Sekarang, seorang dari cucu Bu Guru juga menjadi pengajar di salah satu sekolah tinggi. Mbah Jum sulit mengingat sebutan tepat untuk guru di sana.

.... Sejak tabrakan bus, sebelum Bu Guru meninggal, Mbah Jum tidak dapat mengerjakan apa pun yang membutuhkan kekuatan pundak, punggung, dan pinggulnya. Dia tetap menjadi bagian keluarga Bu Guru. ...

      Di dalam kutipannya tersebut tergambar jelas, kesedihan Mbah Jum saat mengenang kejadian lalu saat Merapi menelan banyak korban dan desa di lerengnya. Selain itu, Mbah Jum pernah mengalami tabrakan bus yang membuat dirinya tidak bisa melakukan aktivitas apapun. Hal itu terjadi sebelum Bu Guru meninggal. Meskipun Mbah Jum bekerja hanya mencari Daun Waru, tetapi banyak warga yang menghormatinya.

    Dengan demikian, struktur komplikasi pada cerpen yang berjudul "Daun-Daun Waru di Samirono" karya Nh Dini yaitu tentang awal mula Mbah Jum merasa sakit di dada kirinya, yang dia anggap hanya masuk angin saja. Kejadian tersebut membuat keluarga Bu guru panik, sehingga menyuruh pembantu memanggil Mbah Jum untuk makan di dapur. Selain itu, Mbak Jum selalu terkenang dengan kejadian masa lalunya seperti meletusnya gunung Merapi yang melahap banyak korban dan juga kejadian saat dirinya mengalami tabrakan bus yang membuat Mbah Jum tidak bisa beraktivitas.space 

Latihan Bab

Mengenal Teks Cerita Pendek

Unsur Intrinsik Teks Cerita Pendek

Unsur Ekstrinsik Teks Cerita Pendek

Kebahasaan Teks Cerita Pendek

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

3rb+

Iklan

Iklan

Pertanyaan serupa

Kutipan cerpen tersebut merupakan struktur teks cerpen bagian. . . .

3rb+

4.7

Jawaban terverifikasi

Iklan

Iklan

RUANGGURU HQ

Jl. Dr. Saharjo No.161, Manggarai Selatan, Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12860

Coba GRATIS Aplikasi Roboguru

Coba GRATIS Aplikasi Ruangguru

Download di Google PlayDownload di AppstoreDownload di App Gallery

Produk Ruangguru

Fitur Roboguru

Topik Roboguru

Hubungi Kami

Ruangguru WhatsApp

081578200000

Email info@ruangguru.com

info@ruangguru.com

Contact 02140008000

02140008000

Ikuti Kami

©2023 Ruangguru. All Rights Reserved PT. Ruang Raya Indonesia