Keterkaitan integrasi Timor Timur dan stabilitas nasional adalah penghadangan laju komunisme dan kehendak rakyat Timor Timur yang ingin berintegrasi.
Untuk lebih detailnya, yuk pahami penjelasan berikut:
30 tahun setelah terjadinya perang dunia ke II dominasi negara kolonialis dan imperialis Eropa mulai melemah dikarenakan ekonomi mereka yang terpuruk akibat perang tersebut. Selain itu juga ide nasionalisme dan kemerdekaan terhadap setiap bangsa yang tercantum dalam Piagam Atlantik, mendorong negara-negara jajahan Eropa melakukan revolusi besar-besaran menuntut kemerdekaan dari negara koloninya. Kemudian memasuki era tahun 70-an negara-negara di Eropa mulai menerapkan kebijakan dekolonisasi, termasuk Portugis. Menanggapi kebijakan dekolonisasi Portugis, pada 8 Oktober 1974 Presiden Suharto menyatakan jika rakyat Timor Timur ingin bergabung dengan Indonesia, penggabungan tidak dilakukan atas dua negara.Timor Timur harus menjadi bagian wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian,Portugis mengadakan pertemuan dengan Indonesia untuk membahas kebijakan dekolonisasi Portugis terhadap wilayah Timor Timur.
Berbagai perundingan yang diadakan pemerintah Portugis, baik dengan Indonesia maupun partai-partai politik di Timor Timur belum membuahkan hasil. Bahkan, terjadi konflik antara partai-partai politik di Timor Timur yang memiliki visi berbeda. Setiap partai politik berusaha mewujudkan visinya. Partai Fretilin yang berhalauan komunis menginginkan berdirinya negara Timor Timur yang merdeka akan tetapi partai lain seperti apodeti dan juga sebagian rakyat Timor Timur menginginkan integrasi dengan Republik Indonesia.
Konflik di Timor Timur mengundang PBB untuk turun tangan menyelesaikan konflik. PBB menunjuk Indonesia dan Australia untuk menangani konflik di Timor Timur. Gerakan pasukan Fretilin di daerah perbatasan Indonesia menyebabkan ABRI memutuskan melakukan operasi Komodo. Tindakan proaktif ABRI ini bertujuan melindungi rakyat Indonesia dari ancaman Fretilin yang berhalauan komunis yang tentu saja merupakan ancaman nyata terhadap stabilitas nasional. Operasi ini dilanjutkan dengan operasi Flamboyan. Dalam operasi Flamboyan, pasukan Indonesia berhasil menduduki sebagian wilayah barat Timor Timur serta membebaskan pemimpin UDT dan Apodeti yang ditahan oleh Fretilin. Kemudian Pasukan Indonesia mulai menyeberangi perbatasan di sekitar Atambua pada 17 Desember 1975 yang menandai awal pelaksanaan operasi Seroja. Pasukan Indonesia harus mengadapi pasukan Fretilin. Operasi Seroja resmi berakhir pada 1978 dengan kekalahan Fretilin. Dengan dikalahkannya Fretilin, pemerintah secara leluasa dapat membentuk Provinsi Timor Timur dan menghadang laju ancaman komunis yang merupakan ancaman bagi stabilitas nasional.