Kedatangan NICA yang diboncengi Sekutu di Indonesia tidak disambut baik oleh rakyat Indonesia karena mereka bertujuan untuk mengembalikan kekuasaan Belanda di Indonesia. Akibatnya, perlawanan rakyat terjadi di beberapa daerah, termasuk di Bandung.
Perlawanan rakyat Bandung terhadap NICA diwakili oleh para pejuang. Sejak kedatangan NICA di Bandung, para pejuang berperan aktif melawan pasukan NICA. Pada tanggal 21 November 1945, pasukan Sekutu mengeluarkan ultimatum agar para pejuang Bandung menyerahkan senjata mereka dan segera mengosongkan Bandung Utara. Namun, mereka tetap melakukan perlawanan.
Pada tanggal 23 Maret 1946, Sekutu mengeluarkan ultimatum yang kedua agar TRI mengosongkan seluruh Kota Bandung dan mundur 11 km dari batas kota. Atas arahan Kolonel Abdul Haris Nasution yang menjabat Komandan Divisi Ill Siliwangi, penduduk Kota Bandung diungsikan dengan alasan keamanan. Pada tanggal 24 Maret 1946, pejuang mulai membakar bangunan-bangunan penting agar tidak dimanfaatkan oleh Sekutu. Salah satunya adalah gudang mesiu yang diledakkan oleh Mohammad Toha yang gugur bersama ledakan. Peristiwa inilah yang disebut dengan 'Bandung Lautan Api'.
Dengan demikian, perlawananan rakyat Bandung dilakukan melalui para pejuang sejak awal kedatangan NICA. Pada puncaknya, para pejuang membakar bangunan-bangunan penting di Bandung yang terkenal sebagai peristiwa 'Bandung Lautan Api'.