Dalam memahami sejarah agar lebih mudah, dikenal dua cara berpikir: (1) diakronik, dan (2) sinkronik. Diakronik secara etimologis, berasal dari bahasa Yunani, dia dan chronos. Dia artinya melintas, melampui, sedangkan chronos berarti waktu, dengan demikian diakronik beararti sesuatu yang melampaui dalam batasan-batasan waktu. Cara berpikir diakronik dalam sejarah, dipahami memanjang dalam waktu tapi sempit dalam ruang. Dalam pemahaman itu, diketahui bahwa sifat diakronik dalam sejarah mengutamakan memanjangnya gambaran peristiwa dalam dimensi waktu, sementara sempit dalam ruang berarti informasi baik sosial, politik dan ekonomi terhadap peristiwanya sempit karena mengutamakan dimensi waktu. Dengan kata lain, cara berpikir diakronik sama dengan kronologi, yakni memahami peristiwa sejarah berdasarkan urutan waktu.
Sementara sinkronik, berasal dari dua kata syn berarti dengan dan chronos yang punya arti waktu. Dalam memahami sejarah, cara berpikir sinkronik berkaitan dengan peristiwa yang terjadi dalam satu waktu yang terbatas, tetapi melebar dalam ruang. Dengan menggunakan cara berpikir sinkronik, artinya pemahaman tentang peristiwa sejarah tertentu akan lebih luas, detail dan mendalam, meskipun dalam dimensi waktu yang terbatas. Karena itu, cara berpikir sinkronik umumnya digunakan oleh ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi, politik dan ekonomi.
Adapun dalam memahami sejarah secara utuh, kedua cara berpikir ini tidak bisa dipisahkan, justru kedua cara berpikir ini saling melengkapi. Dengan menerapkan keduanya pemahaman tentang peristiwa sejarah bukan hanya tentang apa yang terjadi pada peristiwa sejarah, siapa dan kapan, tetapi juga mengapa dan bagaimana peristiwa sejarah itu terjadi.
Dengan demikian, perbedaan antara cara berpikir diakronik dan sinkronik terletak pada sifat dan cakupan dimensi dalam memahami sejarah.