Masa bercocok tanam sekitar 10.000 tahun yang lalu dimulai setelah masa kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan disadari tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan maka manusia mulai berusaha untuk memelihara hewan-hewan yang dikategorikan jinak dan dapat dikembang biakan seperti unggas untuk memenuhi kebutuhan akan makanan sesuai juga dengan jumlah populasi manusia yang makin bertambah.
Di samping itu manusia mulai mengenal cara bercocok tanam karena mereka telah mengenal bijibijian yang digunakan sebagai bibit tanaman. Cara bercocok tanam yang mereka lakukan yaitu dengan menebang pohon pohon dan membakar ranting beserta daunnya kemudian lahan yang telah kosong tersebut mereka tanami dengan biji-bijian sebagai bibit tanaman.
Pada masa berladang ini mereka menebang pohon dengan menggunakan peralatan yang dibuat dari batu yang diasah/upam sehingga bentuknya lebih halus jika dibanding dengan alat pada masa sebelumnya. Peralatan tersebut antara lain berupa Kapak lonjong, kapak persegi ukuran kecil yang digunakan untuk menebang pohon dihutan sedangkan kapak-kapak persegi berukuran besar digunakan sebagai pacul, sedangkan untuk memetik hasil panen digunakan beliung/belincung.
Pada masa ini peninggalan sejarah dibuktikan dengan peninggalan yang erat dengan praktik religi. masyarakat mengadakan upacara-upacara untuk menyenangkan hati roh nenek moyang yang telah meninggal. Pemujaan terhadap roh nenek moyang dilakukan melalui upacara penguburan, terutama jika mereka yang dianggap sebagai orang terkemuka oleh masyarakat.
Penempatan penguburan jasad dan batu-batu besar tersebut berupa dolmen, sarkofagus, kubur batu, menhir, dan kubur peti batu yang digunakan untuk sarana penyembahan.