Pada masa penjelajahan dunia Eropa untuk kebutuhan rempah yang terjadi pada abad ke-15 masehi, terdapat dua negara besar yang waktu itu memiliki dominasi dan sumber daya, mereka adalah Portugis dan Spanyol. Untuk menghindari persaingan yang tidak perlu, maka Paus Alexander VI membuat satu Perjanjian Tordesillas pada 7 Juni 1494. Dalam perjanjian tersebut berisi bahwa bagian Barat (Benua Amerika) menjadi wilayah teritorial Spanyol dan bagian Timur (Benua Afrika) menjadi wilayah teritorial Portugis, daerah teritorial mereka menjadi titik awal pencarian kepulauan rempah.
Dengan berbekal navigasi dan Perjanjian Tordesillas, akhirnya pada tahun 1512 pelayaran Portugis di bawah Kapten Franseso Serrao sampai di Maluku, kemudian disusul pada tahun 1521 tiba lah pelayaran Spanyol di bawah dua orang pelayar bernama Carvalhinho dan Goncalo Gomes. Kedatangan dua bangsa ini membuat ketegangan, karena masing-masing memiliki kepentingan dicampur dengan keterlibatan mereka dalam kerajaan lokal di sana, yaitu Ternate dan Tidore sehingga terbentuk koalisi Ternate-Portugis dan Tidore-Spanyol. Meski demikian, koalisi tersebut tidak bertahan lama karena masyarakat Maluku sadar bahwa sebenarnya apa yang diincar oleh Portugis dan Spanyol adalah rempah di sana, yakni pala dan cengkeh, sehingga keruntuhan dominasi mereka ditandai dengan adanya Perjanjian Saragosa pada tahun 1529, yang berisi Spanyol diharuskan pergi dari Maluku sementara Portugis kembali memonopoli perdagangan rempah di Maluku.
Dengan begitu, kedatangan Portugis dan Spanyol di Maluku pada dasarnya disebabkan karena kebutuhan untuk rempah dua negara adikuasa saat itu, Portugis dan Spanyol melalui penjelajahan laut yang pada akhirnya bertemu di satu pulau, yaitu Maluku.