Aulia A

27 Februari 2024 03:17

Iklan

Iklan

Aulia A

27 Februari 2024 03:17

Pertanyaan

Sedyatmo dikenal sebagai penemu "Pondasi Cakar Ayam". Konstruksi ini diciptakan oleh Prof. Dr. Ir. Sedyatmo tahun 1961. Idenya bermula dari akar serabut pohon kelapa yang mampu menahan tetap tegaknya pohon dari tiupan angin yang cukup kencang di pinggir pantai meskipun tanah di pinggir pantai merupakan tanah yang lunak dan berawa-rawa. Fondasi Cakar Ayam mencatat sejumlah kelebihan dibandingkan fondasi jenis lain. Aplikasi Fondasi Cakar Ayam yang paling monumental ialah Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng. Dari 1.800 hektare pengerasan lahan di sana, 120 hektare di antaranya memanfaatkan teknologi cakar ayam. Pemakaiannya mulai dari apron (tempat parkir pesawat terbang), taxi way, hingga landasan pacu di bandara yang tata bangunannya mendapat penghargaan arsitektur Lansekap Aga Khan pada tahun 1995. Sedyatmo bukanlah ilmuwan yang haus akan penghargaan. Sikap rendah hati dan dedikasinya yang tinggi terhadap bangsa menjadi spirit bagi ciptaannya. Uniknya, Sedyatmo selalu menekankan pentingnya intuisi dan pengamatan terhadap alam semesta. Karya cakar ayamnya merupakan bukti bahwa ciptaannya terilhami oleh akar pohon kelapa. 4. Bagaimana cara penulis menyampaikan karakter unggul tokoh? 5. Apa yang dapat diteladan dari tokoh tersebut?


6

2

Jawaban terverifikasi

Iklan

Iklan

Miftah F

27 Februari 2024 11:57

Jawaban terverifikasi

<p><strong>Profesor Sedyatmo</strong>, penemu sistem <strong>Pondasi Cakar Ayam</strong>, adalah tokoh yang menginspirasi melalui karyanya. Berikut adalah beberapa cara penulis menyampaikan karakter unggul tokoh ini:</p><p>&nbsp;</p><ol><li><strong>Kerendahan Hati</strong>:&nbsp;<br>Penulis menyoroti sikap rendah hati Profesor Sedyatmo. Meskipun memiliki prestasi dan penghargaan, dia tidak haus akan pengakuan. Ini menunjukkan integritas dan dedikasinya terhadap bangsa.</li><li><strong>Kreativitas dan Inovasi</strong>:<br>&nbsp;Penulis menggambarkan bagaimana Sedyatmo menggunakan <strong>intuisi dan pengamatan terhadap alam semesta</strong> sebagai inspirasi untuk menciptakan Pondasi Cakar Ayam. Ini menonjolkan karakter kreatif dan inovatifnya.</li><li><strong>Semangat Nasionalisme</strong>:&nbsp;<br>Penulis menekankan bahwa Sedyatmo memiliki <strong>dedikasi yang tinggi terhadap bangsa</strong>. Karya cakar ayamnya adalah bukti semangatnya dalam memajukan Indonesia.</li></ol><p>&nbsp;</p><p><strong>Apa yang dapat diteladani dari tokoh tersebut?</strong> Kita dapat belajar dari Profesor Sedyatmo tentang <strong>ketekunan</strong>, <strong>kreativitas</strong>, dan <strong>semangat berkontribusi</strong>. Meskipun tidak haus akan penghargaan, dia terus berinovasi demi kemajuan bangsa. Sikap rendah hati dan dedikasinya menjadi inspirasi bagi kita semua.</p><p>&nbsp;</p><p><strong>SEMOGA MEMBANTU :)</strong></p>

Profesor Sedyatmo, penemu sistem Pondasi Cakar Ayam, adalah tokoh yang menginspirasi melalui karyanya. Berikut adalah beberapa cara penulis menyampaikan karakter unggul tokoh ini:

 

  1. Kerendahan Hati
    Penulis menyoroti sikap rendah hati Profesor Sedyatmo. Meskipun memiliki prestasi dan penghargaan, dia tidak haus akan pengakuan. Ini menunjukkan integritas dan dedikasinya terhadap bangsa.
  2. Kreativitas dan Inovasi:
     Penulis menggambarkan bagaimana Sedyatmo menggunakan intuisi dan pengamatan terhadap alam semesta sebagai inspirasi untuk menciptakan Pondasi Cakar Ayam. Ini menonjolkan karakter kreatif dan inovatifnya.
  3. Semangat Nasionalisme
    Penulis menekankan bahwa Sedyatmo memiliki dedikasi yang tinggi terhadap bangsa. Karya cakar ayamnya adalah bukti semangatnya dalam memajukan Indonesia.

 

Apa yang dapat diteladani dari tokoh tersebut? Kita dapat belajar dari Profesor Sedyatmo tentang ketekunan, kreativitas, dan semangat berkontribusi. Meskipun tidak haus akan penghargaan, dia terus berinovasi demi kemajuan bangsa. Sikap rendah hati dan dedikasinya menjadi inspirasi bagi kita semua.

 

SEMOGA MEMBANTU :)


Iklan

Iklan

Mercon M

Community

29 April 2024 09:36

Jawaban terverifikasi

<p>Jawaban:</p><p>4. Penulis menyampaikan karakter unggul tokoh, yaitu Prof. Dr. Ir. Sedyatmo, melalui beberapa cara:</p><p>&nbsp; a. Dedikasi dan Kreativitas: Sedyatmo ditampilkan sebagai individu yang sangat berdedikasi terhadap karyanya dan memiliki kreativitas yang tinggi. Ia mengembangkan fondasi cakar ayam berdasarkan pengamatan alam dan akar pohon kelapa, menunjukkan kemampuannya untuk berpikir di luar kotak.</p><p>&nbsp; b. Rendah Hati: Meskipun telah menciptakan teknologi fondasi yang revolusioner, Sedyatmo tetap rendah hati dan tidak mencari penghargaan. Sikap rendah hati ini menonjol sebagai salah satu karakter unggulnya.</p><p>&nbsp; c. Semangat Nasionalisme: Penulis menyampaikan bahwa Sedyatmo memiliki semangat tinggi terhadap bangsa dan memiliki dedikasi yang tinggi untuk kemajuan Indonesia. Ini tercermin dari karyanya yang monumental dan manfaatnya bagi pembangunan infrastruktur negara.</p><p>&nbsp;</p><p>5. Teladan yang dapat diambil dari tokoh tersebut adalah:</p><p>&nbsp; a. Kreativitas dan Inovasi: Sedyatmo menunjukkan pentingnya memiliki kreativitas dan kemampuan untuk berpikir di luar kotak dalam menyelesaikan masalah. Ini merupakan teladan bagi kita untuk terus mencari solusi yang inovatif dalam menghadapi tantangan.</p><p>&nbsp; b. Rendah Hati dan Kerendahan Hati: Sikap rendah hati dan kerendahan hati Sedyatmo menjadi contoh yang baik bagi kita untuk tetap rendah hati meskipun telah mencapai kesuksesan atau prestasi yang besar.</p><p>&nbsp; c. Semangat Nasionalisme: Semangat tinggi Sedyatmo terhadap bangsa dan negara menjadi inspirasi bagi kita untuk memiliki dedikasi yang tinggi terhadap pembangunan dan kemajuan Indonesia.</p>

Jawaban:

4. Penulis menyampaikan karakter unggul tokoh, yaitu Prof. Dr. Ir. Sedyatmo, melalui beberapa cara:

  a. Dedikasi dan Kreativitas: Sedyatmo ditampilkan sebagai individu yang sangat berdedikasi terhadap karyanya dan memiliki kreativitas yang tinggi. Ia mengembangkan fondasi cakar ayam berdasarkan pengamatan alam dan akar pohon kelapa, menunjukkan kemampuannya untuk berpikir di luar kotak.

  b. Rendah Hati: Meskipun telah menciptakan teknologi fondasi yang revolusioner, Sedyatmo tetap rendah hati dan tidak mencari penghargaan. Sikap rendah hati ini menonjol sebagai salah satu karakter unggulnya.

  c. Semangat Nasionalisme: Penulis menyampaikan bahwa Sedyatmo memiliki semangat tinggi terhadap bangsa dan memiliki dedikasi yang tinggi untuk kemajuan Indonesia. Ini tercermin dari karyanya yang monumental dan manfaatnya bagi pembangunan infrastruktur negara.

 

5. Teladan yang dapat diambil dari tokoh tersebut adalah:

  a. Kreativitas dan Inovasi: Sedyatmo menunjukkan pentingnya memiliki kreativitas dan kemampuan untuk berpikir di luar kotak dalam menyelesaikan masalah. Ini merupakan teladan bagi kita untuk terus mencari solusi yang inovatif dalam menghadapi tantangan.

  b. Rendah Hati dan Kerendahan Hati: Sikap rendah hati dan kerendahan hati Sedyatmo menjadi contoh yang baik bagi kita untuk tetap rendah hati meskipun telah mencapai kesuksesan atau prestasi yang besar.

  c. Semangat Nasionalisme: Semangat tinggi Sedyatmo terhadap bangsa dan negara menjadi inspirasi bagi kita untuk memiliki dedikasi yang tinggi terhadap pembangunan dan kemajuan Indonesia.


lock

Yah, akses pembahasan gratismu habis


atau

Dapatkan jawaban pertanyaanmu di AiRIS. Langsung dijawab oleh bestie pintar

Tanya Sekarang

Mau pemahaman lebih dalam untuk soal ini?

Tanya ke Forum

Biar Robosquad lain yang jawab soal kamu

Tanya ke Forum

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

Biografi Ki Hadjar Dewantara: Bapak Pendidikan Indonesia Nama Ki Hadjar Dewantara bukanlah nama pemberian orang tuanya sejak lahir. Nama aslinya ialah Raden Mas Soewardi Soerjaningrat yang lahir di Yogyakarta, tanggal 2 Mei 1889. Ia dibesarkan di lingkungan keluarga keraton Yogyakarta. Saat berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, barulah berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak itu, Ki Hadjar Dewantara tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan agar dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya. Ki Hadjar Dewantara menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda) dan melanjutkan sekolahnya ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera). Lantaran sakit, sekolahnya tersebut tidak dapat ia selesaikan. Pada masanya, Ki Hadjar Dewantara dikenal sebagai penulis andal. Kemampuan menulisnya terasah ketika ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar, antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam, dan patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya Selain bekerja sebagai seorang wartawan muda, Ki Hadjar Dewantara juga aktif dalam berbagai organisasi sosial dan politik. Pada tahun 1908, Ki Hadjar Dewantara aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Tjipto Mangoenkoesoemo nantinya akan dikenal sebagai Tiga Serangkai. Pada tanggal 25 Desember 1912, mereka mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka. Selain itu, pada bulan November 1913, Ki Hadjar Dewantara membentuk Komite Bumipoetra yang bertujuan untuk melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda. Salah satunya adalah dengan menerbitkan tulisan berjudul “Als Ik Eens Nederlander Was” (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan “Een voor Allen maar Ook Allen voor Een” (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Kedua tulisan tersebut menjadi tulisan terkenal hingga saat ini. Tulisan “Seandainya Aku Seorang Belanda” dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr. Douwes Dekker. Akibat aktivitas dan tulisannya itu, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jenderal Idenburg menjatuhkan hukuman pengasingan terhadap Ki Hadjar Dewantara. Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo, rekan seperjuangannya, menerbitkan tulisan yang bernada membela Ki Hadjar Dewantara. Mengetahui hal ini, Belanda pun memutuskan untuk menjatuhi hukuman pengasingan bagi keduanya. Douwes Dekker dibuang di Kupang sedangkan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke Pulau Banda. Namun, mereka menghendaki dibuang ke negeri Belanda karena di sana mereka dapat mempelajari banyak hal daripada di daerah terpencil. Akhirnya, mereka diizinkan ke negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman. Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran sehingga Ki Hadjar Dewantara berhasil memperoleh Europeesche Akte. Pada tahun 1918, Ki Hadjar Dewantara kembali ke tanah air. Di tanah air, Ki Hadjar Dewantara semakin mencurahkan perhatiannya di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan. Bersama rekan-rekan seperjuangannya, dia pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional yang diberi nama Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa (Perguruan Nasional Taman Siswa) pada 3 Juli 1922. Taman Siswa ialah suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk dapat memperoleh hak pendidikan, seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air serta berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Selama aktif di Taman Siswa, Ki Hadjar Dewantara juga tetap rajin menulis. Tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke Pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia. Kegiatan menulisnya ini terus berlangsung hingga zaman Pendudukan Jepang. Saat Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dalam tahun 1943, Ki Hadjar ditunjuk untuk menjadi salah seorang pimpinan bersama Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, dan K.H. Mas Mansur. Setelah kemerdekaan Indonesia berhasil direbut dari tangan penjajah dan stabilitas pemerintahan sudah terbentuk, Ki Hadjar Dewantara kemudian dipercaya oleh Presiden Soekarno untuk menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Melalui jabatannya ini, Ki Hadjar Dewantara semakin leluasa untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Pada tahun 1957, Ki Hadjar Dewantara mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada. Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, tepatnya pada tanggal 28 April 1959, Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia di Yogyakarta dan dimakamkan di sana. Untuk mengenang jasa-jasa dan melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar Dewantara, pihak penerus perguruan Taman Siswa mendirikan Museum Dewantara Kirti Griya, Yogyakarta. Museum ini memamerkan benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar Dewantara sebagai pendiri Taman Siswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan, dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional. Kini, nama Ki Hadjar Dewantara diabadikan sebagai seorang tokoh dan pahlawan pendidikan (Bapak Pendidikan Nasional). Ajarannya, yakni tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), dan ing ngarsa sung tulada (di depan memberi teladan) akan selalu menjadi dasar pendidikan di Indonesia. Selain itu, tanggal dan bulan kelahirannya, 2 Mei, dijadikan hari Pendidikan Nasional. Bahkan, pada tanggal 28 November 1959 Ki Hadjar Dewantara juga ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden RI No. 305 tahun 1959. (Sumber: https://m.merdeka.com/ki-hadjar-dewantoro/profil/ denganpengubahan) 8. Tentukan ide penjelas paragraf 4 teks biografi tersebut.

8

5.0

Jawaban terverifikasi

HOS Cokroaminoto, Yang Guru Bangsa Haji Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara dari ayah barname RM Tjokroamiseno, salah seorang pejabat pemerintahan pada saat itu. Kakaknya, RM. Adipati Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai Bupati Ponorogo Tjokro lahir di Tegalsari, Ponorogo, Jawa Timur, pada tanggal 16 Agustus 1882. Awalnya kehidupan Tjokro terbilang biasa-basa saja. Semasa kecil ia dikenal sebagai anak yang nakal dan suka berkelahi. Setelah beberapa kali berpindah sekolah, akhirnya ia berhasil menyelesaikan sekolahnya di osvia (sekolah calon pegawai pervarintah atau pamong praja di Magelang pada tahun 1902. Setelah menamatkan osvia, Tjokro bekerja sebagai seorang juru tulis di Ngawi, Jawa Timur Tiga tahun kemudian ia bekerja di perusahaan dagang di Surajaya. Keindahannya ke Surajaya membawanya terjun ke dunia politik. Di kota pahlawan itu Tjokro kemudian bergabung dalam Sarekat Dagang Islam (sdi pimpinan H. Samanhudi, la menyarankan agar SDI diubah menjadi partai politik. SDI kemudian resmi diubah menjadi Sarekat Islam (50) dan Tjokro menjadi Ketua SI pada tanggal 10 Sepetember 1912. Tjokroaminoto dipercaya untuk memangiku jabatan ketua setelah sebelumnya menjabat sebagai komisaris Sl. Di bawah kepemimpinannya, Sl mengalami kemajuan pesat dan berkembang menjadi partai massa sehingga menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda. Pemerintah Hindia Belanda berupaya menghalangi St yang termasuk organisasi Islam terbesar pa anak tu. Pemerintah kolonial sangat membatasi kekuasaan pengurus pusat Si agar mudah di dipengaruhi pangreh praja setempat. Situasi itu menjadikan Sl menghadapi kesenjangan antara p dan daerah yang menyebabkan kesulitan dalam mobilisasi para anggotanya. G 57 tahap Thidangka ke by Iharaar magedi inspire smu generasi muda Pada periode tahun 1912-1916, Tjokroaminoto dan para pemimpin Si lainnya sedikit bersikap moderat terhadap pamarntah Belancia. Mereka memperjuangkan penegakan hak-hak manusia sewa meningkatkan taraf hidup masyarakat. Tapi sejak tahun 1916, menghadapi pembentukan Dewan Rakyat 8. sana m jadi hangat. Dalam kongres kongres 51, Tjokroaminoto mulai melancarkan ide pembentukan kation (bangsa) dan pemerintahan sendiri. Sebagai reaksi terhadap seni Novembar (November beloftemt, Gubernur Jenderal dan Limburgh Stanum, Tjokroaminoto selaku wakil SI delam Volksraad bersama sastrawan, aktivis, jurnalis Adul Kuis, Cipto Mangunkusumo mengajukan mosi yang kemudian dikenal dengan Mosi Tjokroaminoto pada tanggal 25 November 1918. Mereka menuntut Pertama, pembentukan Dewan Negara di mana penduduk semua wakil dari kerajaan. Kedua, pertanggungjawaban departemen/pemerintah Hindia Belanda terhadap perwakilan rakyat. Tiga, pertanggungjawaban terhadap perwakilan rakyat. Keempat, reformasi pemerintahan dan desentralisasi. Intinya, mereka menuntut pemerintah Belanda membentuk parlemen yang anggotama dipilih dari rakyat dan oleh rakyat Pemerintah sendiri dituntut bertanggung jawab pada parlemen Namun, oleh Ketua Parlemen Belanda, tuntutan tersebut dianggap hanya fantasi belaka. Selanjutnya, pada kongres gas ona SI di Yogyakata tanggal 2-6 Maret 1921, SI pimpinan Tjokro . memberikan reaksi atas sikap pemerintah Belanda tersebut dengan merumuskan tujuan perjuangan politik Sl sebagai, Untuk merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan Belanda. Selama hidupnya, Tjokroaminoto merupakan sosok yang berpengaruh besar terhadap tokoh-tokoh muda pergerakan nasional saat itu. Keahliannya berpidato ia gunakan untuk mengecam kesewenang wenangan pemerintah Belanda. Semasa perjuangannya, dia misalnya mengecam perampasan tanah oleh Belanda untuk dijadikan perkebunan milik Belanda. la juga mendesak Sumatera Landsyndicaat supaya mengembalikan tanah rakyat di Gunung Seminung (tepi Danau Danau, Sumatera Selatan). Nasib para dokter pribumi juga turut diperjuangkannya dengan menuntut kesetaraan kedudukan antara dokter Indonesia dengan dokter Belanda. Pada tahun 1920, Tjokro dijebloskan ke penjara dengan tuduhan marghasut dan mempersiapkan pemberontakan untuk menggulingkan pemerintah Belanda. Pada Apris 1922, setelah tujuh bulan meringkuk di penjara, ia kemudian dibebaskan. cokroaminoto kemudian diminta kembali untuk duduk am Volksraad, namun permintaan itu ditolaknya kerena ia sudah tak mau lagi bekerja sama dengan pemerintah Belanda Sebagai tokoh masyarakat, pemerintah koloria menjulukinya sebagai de Ongekroonde Kuning dan Jasa (Raja Jawa yang tidak bermahkota atau tidak dinobatkan). Pengaruh Tjokro yang Luas menjadikannya sebagai tokoh panutan masyarakat. Karena alasan itu pula maka R.M. Soekemi Sesrodihardjo mengirimkan anaknya Soekamo untuk pendidikan dengan in de kost di rumahnya. Selain menjadi politikus, Tjokroaminoto aktif menulis karangan di majalah dan surat kabar. Salah satu karyanya ialah buku yang berjudul Islam dan Nasionalisme. Tjokroaminoto menghembuskan napasnya yang terakhir pada tanggal 17 Desember 1934 di Yogyakata pada usia 51 tahun. Atas jasa-jasanya kepada negara, Haji Gemar Siad Cokroaminoto dianugerahkan gelar pahlawan Kemerdekaan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No.590 Tahun 1961, tanggal 9 Nopember 1961. 1. carilah gagasan penjelas dari teks diatas 2. carilah keteladanan atau hikmah dari teks diatas

1

0.0

Jawaban terverifikasi

Iklan

Iklan

Bacalah teks cerpen berikut dengan saksama. Lelaki yang Menderita Bila Dipuji Mardanu seperti kebanyakan lelaki, senang jika dipuji. Tetapi akhir-akhir ini, dia merasa risi bahkan seperti terbebani. Pujian yang menurut Mardanu kurang beralasan sering diterimanya. Ketika bertemu teman-teman untuk mengambil uang pensiun, ada saja yang bilang, "lni Mardanu, satu-satunya teman kita yang uangnya diterima utuh karena tak punya utang." Pujian itu sering diiringi acungan jempol. Ketika berolahraga jalan kaki pagi hari mengelilingi alun-alun, orang pun memujinya, " Pak Mardanu memang hebat. Usianya tujuh puluh lima tahun, tetapi badan tampak masih segar, berjalan tegak, dan kedua kaki tetap kekar." Kedua anak Mardanu, yang satu jadi pemilik kios kelontong dan satunya lagi jadi sopir truk semen, juga jadi bahan pujian, "Pak Mardanu telah tuntas mengangkat anak-anak hingga semua jadi orang mandiri." Malah seekor burung kutilang yang dipelihara Mardanu tak luput jadi bahan pujian. "Kalau bukan Pak Mardanu yang memelihara, burung kutilang itu tak akan demikian lincah dan cerewet kicaunya." Mardanu tidak mengerti mengapa hanya karena uang pensiun yang utuh, badan yang sehat, anak yang mapan, bahkan burung piaraan membuat orang sering memujinya. Bukankah itu hal biasa yang semua orang bisa jika mau? Bagi Mardanu, pujian hanya pantas diberikan kepada orang yang telah melakukan pekerjaan luar biasa dan berharga dalam kehidupan. Mardanu merasa belum pernah melakukan pekerjaan seperti itu. Dari sejak muda sampai menjadi kakek-kakek, dia belum berbuat jasa apa pun. lni yang membuatnya menderita karena pujian itu seperti menyindir-nyindirnya. Enam puluh tahun yang lalu ketika bersekolah, dinding ruang kelasnya digantungi gambar para pahlawan. Juga para tokoh bangsa. Tentu saja mereka telah melakukan sesuatu yang luar biasa bagi bangsanya. Mardanu juga tahu dari cerita orang-orang, pamannya sendiri adalah seorang pejuang yang gugur di medan perang kemerdekaan. Orang-orang sering memuji mendiang paman. Cerita tentang sang paman kemudian dikembangkan sendiri oleh Mardanu menjadi bayangan kepahlawanan. Seorang pejuang muda dengan bedil bersangkur, ikat kepala pita merah-putih, maju dengan gagah menyerang musuh, lalu roboh ke tanah dan gugur sambil memeluk bumi pertiwi. Mardanu amat terkesan oleh kisah kepahlawanan itu. Mardanu kemudian mendaftarkan diri masuk tentara pada usia sembilan belas. ljazahnya hanya SMP dan dia diterima sebagai prajurit tamtama. Kegembiraannya meluap-luap ketika dia terpilih dan mendapat tugas sebagai penembak artileri pertahanan udara. Dia berdebar-debar dan melelehkan air mata ketika untuk kali pertama dilatih menembakkan senjatanya. Sepuluh peluru besar akan menghambur ke langit dalam waktu satu detik. "Pesawat musuh pasti akan meledak, kemudian rontok bila terkena tembakan senjata yang hebat ini," selalu demikian yang dibayangkan Mardanu. Bayangan itu sering terbawa ke alam mimpi. Suatu malam dalam tidurnya, Mardanu mendapat perintah siaga tempur. Persiapan hanya setengah menit. Pesawat musuh akan datang dari utara. Mardanu melompat dan meraih senjata artilerinya. Tangannya berkeringat, jarinya lekat pada tuas pelatuk. Matanya menatap tajam ke langit utara. Terdengar derum pesawat yang segera muncul sambil menabur tentara payung. Mardanu menarik tuas pelatuk dan ratusan peluru menghambur ke angkasa dalam hitungan detik. Ya Tuhan pesawat musuh itu mendadak oleng dan mengeluarkan api. Terbakar. Menukik dan terus menukik. Tentara payung masih berloncatan dari perut pesawat dan Mardanu mengarahkan tembakannya ke sana. Ya Tuhan, tiga parasut yang sudah mengembang mendadak kuncup lagi kena terjangan peluru Mardanu. Tiga prajurit musuh meluncur bebas jatuh ke bumi. Tubuh mereka pasti akan luluh lantak begitu terbanting ke tanah. Mardanu hampir bersorak namun tertahan oleh kedatangan pesawat musuh yang kedua. Mardanu memberondongnya lagi. Kena. Namun, pesawat itu sempat menembakkan peluru kendali yang meledak hanya tiga meter di sampingnya. Tubuh Mardanu terlempar ke udara oleh kekuatan ledak peluru itu dan jatuh ke lantai kamar tidur sambil mencengkeram bantal. Ketika tersadar, Mardanu kecewa berat, mengapa pertempuran hebat itu hanya ada dalam mimpi. Andai kata itu peristiwa nyata, dia telah melakukan pekerjaan besar dan luar biasa. Bila demikian, Mardanu mau dipuji, mau juga menerima penghargaan. Meski demikian, Mardanu selalu mengenang dan mengawetkan mimpi i tu dalam ingatannya. Apalagi sampai Mardanu dipindahtugaskan ke bidang administrasi teritorial lima tahun kemudian, perang dan serangan udara musuh tidak pernah terjadi. Pekerjaan administrasi adalah hal biasa yang begitu datar dan tak ada nilai istimewanya. Untung Mardanu hanya empat tahun menjalankan tugas itu, lalu tanpa terasa masa persiapan pensiun datang. Mardanu mendapat tugas baru menjadi anggota Komando Rayon Militer di kecamatannya. Di desa tempat dia tinggal, Mardanu juga bertugas menjadi Bintara Pembina Desa. Selama menjalani tugas teritorial ini pun, Mardanu tidak pernah menemukan kesempatan melakukan sesuatu yang penting dan bermakna sampai dia pada umur lima puluh tahun. Pagi ini, Mardanu berada di becak langganannya yang sedang meluncur ke kantor pos. Dia mau ambil uang pensiun. Kosim si abang becak sudah ubanan, pipinya mulai lekuk ke dalam. Selama mengayuh becak, napasnya terdengar megap-megap. Namun, seperti biasa, dia mengajak Mardanu bercakap-cakap. "Pak Mardanu mah senang ya, tiap bulan tinggal ambil uang banyak di kantor pos," kata si Kosim di antara tarikan napasnya yang berat. Ini juga pujian yang terasa membawa beban. Dia jadi ingat selama hidup belum pernah melakukan apa-apa. Selama jadi tentara belum pernah terlibat perang, bahkan belum juga pernah bekerja sekeras tukang becak di belakangnya. Sementara Kosim pernah bilang, dirinya sudah beruntung bila sehari mendapat lima belas ribu rupiah. Beruntung, karena dia sering mengalami dalam sehari tidak mendapatkan serupiah pun. Masih bersama Kosim, pulang dari kantor pos, Mardanu singgah ke pasar untuk membeli pakan burung kutilangnya . Sampai di rumah, Kosim diberinya upah yang membuat tukang becak itu tertawa. Setelah itu, terdengar kicau kutilang di kurungan yang tergantung di kasau emper rumah. Burung itu selalu bertingkah bila didekati majikannya . Mardanu belum menaruh pakan ke wadahnya di sisi kurungan. Dia ingin lebih lama menikmati tingkah burungnya: mencecet, mengibaskan sayap, dan merentang ekor sambil melompat - lompat. Mata Mardanu tidak berkedip menatap piaraannya. Namun, mendadak dia harus menengok ke bawah karena ada sepasang tangan mungil memegangi kakinya. ltu tangan Manik, cucu perempuan. "ltu burung apa, Kek?" tanya Manik. Rasa ingin tahu terpancar di wajahnya yang sejati. "Namanya burung kutilang. Bagus, kan?" Manik diam. Dia tetap menengadah, matanya terus menatap ke dalam kurungan. "O, jadi itu burung kutilang , Kek? Aku sudah lama tahu burungnya, tapi baru sekarang tahu namanya. Kek, aku bisa nyanyi . Nyanyi burung kutilang." "Wah, itu bagus. Baiklah cucuku, cobalah menyanyi, Kakek ingin dengar." Manik berdiri diam. Barangkali anak TK itu sedang mengingat cara bagaimana guru mengajarinya menyanyi.yang masih duduk di taman kanak-kanak. Di pucuk pohon cempaka , burung kutilang bernyanyi ... Manik menyanyi sambil menari dan bertepuk-tepuk tangan. Gerakannya lucu dan menggemaskan. Citra dunia anak-anak yang amat menawan . Mardanu terpesona, dan terpesona. Nyanyian cucu terasa merasuk dan mengendap dalam hatinya. Tangannya gemetar. Manik terus menari dan menyanyi. Selesai menari dan menyanyi, Mardanu merengkuh Manik , dipeluk, dan direngkuh ke dadanya. Ditimang-timang, lalu diantar ke ibunya di kios seberang jalan. Kembali dari sana, Mardanu duduk di bangku agak di bawah kurungan kutilangnya. Dia lama terdiam. Berkali-kali ditatapnya kutilang dalam kurungan dengan mata redup. Mardanu gelisah. Bangun dan duduk lagi. Bangun, masuk ke rumah dan keluar lagi. Dalam telinga, terulang-ulang suara cucunya. Di pucuk pohon cempaka, burung kutilang bernyanyi .... Wajah Mardanu menegang, kemudian mengendur lagi. Setelah itu, perlahan-lahan dia berdiri mendekati kurungan kutilang. Dengan tangan masih gemetar, dia membuka pintunya. Kutilang itu seperti biasa, bertingkah elok bila didekati oleh pemeliharanya. Tetapi setelah Mardanu pergi, kutilang itu menjulurkan kepala keluar pintu kurungan yang sudah menganga. Dia seperti bingung berhadapan dengan udara bebas, tetapi akhirnya burung itu terbang ke arah pepohonan. Ketika Manik datang lagi ke rumah Mardanu beberapa hari kemudian, dia menemukan kurungan itu sudah kosong. "Kek, di mana burung kutilang itu?" tanya Manik dengan mata membulat. "Sudah Kakek lepas. Mungkin sekarang kutilang itu sedang bersama temannya di pepohonan." "Kek, kenapa kutilang itu dilepas?" Mata Manik masih membulat. "Yah, supaya kutilang itu bisa bernyanyi di pucuk pohon cempaka, seperti nyanyianmu." Mata Manik makin membulat. Bibirnya bergerak-gerak namun belum ada satu kata pun yang keluar. "Biar kutilang itu bisa bernyanyi di pucuk pohon cempaka? Wah, itu luar biasa. Kakek hebat, hebat banget. Aku suka Kakek," Manik melompat-lompat gembira. Mardanu terkesima oleh pujian cucunya. ltu pujian pertama yang paling enak didengar dan tidak membuatnya menderita. Manik kembali berlenggang-lenggok dan bertepuk-tepuk tangan. Dari mulutnya yang mungil terulang nyanyian kegemarannya. Mardanu mengiringi tarian cucunya dengan tepuk tangan berirama. Entahlah, Mardanu merasa amat lega. Plong. (Cerpen "Lelaki yang Menderita Bila Dipuji" karya Ahmad Tohari dalam Doa yang Terapung: Cerpen Pilihan Kompas 2018) Pada cerpen "Lelaki yang Menderita Bila Dipuji", terdapat beberapa latar. Latar terdiri dari waktu, tempat, dan suasana. Rumah termasuk pada latar ... Sertakan kutipan dari cerita yang membuktikan latar tersebut.

9

0.0

Jawaban terverifikasi

Bacalah cuplikan novel berikut. Tersesat di Pulau Raksasa Aku tinggal bersama keluargaku selama dua bulan di darat. Setelah itu, kami pergi berlayar bersama kapal bernama Adventure Kami berada di laut selama beberapa bulan ketika kemudian datang hujan angin yang dahsyat dan kami pun akhirnya tersesat. Setelah beberapa minggu, kami melihat sebuah pulau. Kemudian, aku naik ke sebuah perahu kecil dengan dua belas awakku. Kami pun mendayung menuju ke pulau itu. Kami pergi mencari air untuk diminum. Aku pergi seorang diri dan semua awakku kutinggalkan dalam perahu. Ketika aku kembali, para awakku sudah siap berangkat. Namun, tiba-tiba saja meninggalkanku dengan cepat sekali menuju kapal Adventure. Sesudah itu, aku melihat seorang raksasa berlari menuju kapal itu. Ia berusaha menangkap salah satu dari mereka yang ada dalam kapal. Akan tetapi, mereka sudah jauh. Melihat itu, aku berlari ke pantai, tetapi kemudian satu dari raksasa menangkapku. Raksasa itu membawaku ke rumahnya yang amat besar dan memperlihatkanku kepada tuannya. Tuannya adalah petani di pulau raksasa yang bernama Pulau Brobdignas. Raksasa petani itu mempunyai seorang putri bernama Glumdalclitch berumur sembilan tahun. Petani itu kemudian membuat kotak besar dan memasukkanku ke kotak itu. Ia lalu berkata kepada Glumdalclitch agar menjagaku. Pada suatu hari, mereka membawaku ke kota. Kami pun tiba di sebuah penginapan. Petani itu membawaku masuk dan meletakkan kotaknya di atas meja. Seluruh raksasa menertawakanku karena aku sangat kecil. Petani itu sangat rakus. "Kau harus kerja keras untukku," katanya padaku. "Aku akan membawamu ke Lordbrulgrud, ibu kota Brobdignas. Para raksasa lain akan datang melihatmu dan mereka akan membayarku dengan uang yang banyak," lata petani. Glumdalclitch menjinjingku ke dalam kotak. Kami tiba di kota dan petani itu memperlihatkanku kepada beberapa raksasa lainnya. Petani menyuruhku untuk berbicara, berjalan, dan bermain pedang. Makin lama, makin banyak raksasa yang datang melihatku dan mereka memberi uang pada petani itu. Dalam waktu sekejap saja, petani itu menjadi kaya raya. Setelah beberapa minggu, petani itu menjualku kepada Ratu. Glumdalclitch tinggal bersamaku dan ia menjadi pelayanku. Oleh tukang kayu yang bekerja di istana, aku dibikinkan kotak baru yang di dalamnya terdapat dua kursi, dua meja, dan sebuah tempat tidur. Suatu saat, jendela kotakku terbuka dan beberapa ekor tawon masuk ke sana. Tawon-tawon itu sangat besar, sebesar burun g. "Tawon ini pasti akan menyengatku," pikirku dengan ketakutan. Maka kubunuh empat di antaranya dengan pedangku, sedangkan lainnya terbang pergi. Di lain waktu, saat aku duduk di halaman depan istana, turunlah hujan es. Gumpalan-gumpalan es beku itu besar- besar, sebesar bola tenis. Beberapa di antaranya menimpaku dan aku pun jatuh ke tanah. Tubuhku terasa memar dan sakit sekali. Setelah itu, aku jatuh sakit selama sepuluh hari. Suatu hari, Glumdalclitch pergi berjalan-jalan bersama teman-temannya. Aku sedang sendirian di kebun. Tiba-tiba, datang seekor *anjing yang kemudian membawaku dan meletakkanku di tanah dekat seorang tukang kebun. Mulanya aku sangat takut. Akan tetapi, ternyata *anjing itu tidak melukaiku. Aku sering memimpikan tentang laut dan kapal laut dan jadi ingin memperoleh sebuah perahu. Lalu, aku berkata kepada tukan g kayu. "Tolong buatkan perahu untukku . "Maka jawabnya, "Baiklah, akan kubuatkan." Tukang perahu itu menyelesaikan pekerjaannya dalam 10 hari. Perahu itu lengkap dengan layar dan dayungnya. Namun sayang, sang Ratu melihat perahu itu dan mengambilnya. Ratu memperlihatkan perahu itu kepada Raja. Kemudian, Ratu berkata pada tukang kayu, "Tolong buatkan bak yang besar untuk perahu ini. "Dan tukang kayu pun menjawab, "Baik Yang Mulia." Diletakkannya bak itu di sebuah ruangan istana oleh tukang kayu setelah jadi. Dua pria raksasa mengisi kolam itu dengan air dan meletakkan perahu itu di dalamnya. Glumdalclitch meletakkanku ke dalam perahu itu. Aku sering mendayung perahu itu di dalamnya dan Ratu menontonku. Terkadang, aku naikkan layar dan Glumdalclitch meniupkan angin untuk perahuku. Jika aku selesai berlayar dalam bak itu, Glumdalclitch mengambilku dan menjagaku kembali. Tidak lupa, ia juga mengambil perahuku dan menggantungnya pada sebuah paku agar jadi kering. Begitulah kehidupan seterusnya, aku tidak dapat lari dari Pulau Brobdignas. (Terjemahan dari The Voyage to Brobdinas) Nilai kehidupan apa saja yang tergambar di dalamnya?

2

4.3

Jawaban terverifikasi

Kutipan 2 Teks Kritik Novel “Hujan” Darwis atau yang lebih dikenal dengan nama pena Tere Liye, lahir di Lahat, Indonesia, 21 Mei 1979 adalah seorang penulis novel Indonesia. Beberapa karyanya yang pernah diadaptasi ke layar lebar yaitu Hafalan Shalat Delisa dan Bidadari- Bidadari Surga. Meskipun dia bisa meraih keberhasilan dalam dunia literasi Indonesia, kegiatan menulis cerita sekadar menjadi hobi karena sehari-hari ia masih bekerja kantoran sebagai akuntan. Salah satu karyanya yaitu Hujan yang terbit tahun 2016. Novel ini menceritakan tentang seorang gadis bernama Lail. Seorang gadis kecil yang kehilangan kedua orang tuanya akibat bencana gunung meletus yang menyebabkan gempa yang luar biasa kuatnya. Lail dan ibunya sedang naik kereta bawah tanah dan saat gempa Lail sempat selamat karena dibantu seorang lelaki tetapi ibunya tidak dan akhirnya terjebak di lorong bawah tanah. Lelaki itu bernama Esok, la dan Esok masuk di pengungsian dan belajar di sana. Waktu demi waktu berlalu hingga mereka menemukan jati diri mereka masing-masing sampai tiba di mana waktunya hubungan mereka diuji dengan kepercayaan. Lail yang ingin melupakan Esok dan Esok yang meminta maaf karena selalu menutupi dirinya sendiri. Hingga mereka akhirnya bisa memiliki kehidupan yang indah. Novel ini memiliki alur campuran yang menggabungkan dua latar waktu. Hal itu membuat pembaca harus sedikit teliti dalam membacanya agar memahami isi dari novel ini. Setiap gambaran suasana dalam novel ini bisa membuat pembaca terbawa suasana yang dibuat dan bisa merasakan apa yang terjadi di dalam novel.Tere Liye menggambarkan tokoh Lail seperti beberapa orang di masyarakat. La menggambarkan Lail yang mengalami fase terberatnya bisa ia lewati dan hidupnya bisa bahagia. Novel ini menyisipkan banyak sekali quotes menarik yang bisa menjadi pesan moral untuk para pembaca. Apalagi banyaknya plot twist yang disisipkan di novel ini membuat kita tidak akan bosan dalam membacanya. Tere Liye menyisipkan banyak sekali pesan moral dalam novel ini. Salah satu pesan penting dari novel ini adalah “Cara terbaik menghadapi masa lalu adalah dengan berdamai dengan masa lalumu karena itu adalah hidupmu dan dari situlah dirimu berasal”. Sumber: www.kompasiana.com Tuliskan kalimat yang menggunakan kata kerja mental (minimal 3 kalimat)

1

0.0

Jawaban terverifikasi