Rika N

20 November 2024 02:58

Iklan

Rika N

20 November 2024 02:58

Pertanyaan

1. Bonar memiliki dua pekerjaan paruh waktu. Untuk mengantar barang, Bonar dibayar Rp15.000,00 per jam. Untuk pekerjaan mencuci piring di restoran, Bonar dibayar Rp9.000,00 per jam. Dia tidak dapat bekerja lebih dari 10 jam. Bonar membutuhkan uang sebesar Rp120.000,00. Berapa jam dia harus bekerja untuk masing-masing pekerjaan? a. Tuliskan model matematikanya. b. Apakah model matematika tersebut merupakan sistem pertidaksamaan linear? c. Gambarkan grafiknya. d. Tentukan koordinat titik-titik potongnya. e. Tentukan daerah yang memenuhi sistem pertidaksamaan linear. f. Apakah Bonar bisa mendapatkan uang yang dia butuhkan dengan bekerja mengantar barang selama 4 jam? g. Apakah Bonar bisa mendapatkan uang yang dibutuhkan jika bekerja selama 9 jam? 2. Nova membeli pupuk dan tanaman untuk kebunnya. Nova memiliki uang sebesar Rp100.000,00. Setiap kantong pupuk harganya Rp20.000,00 dan setiap tanaman harganya Rp 10.000,00. Nova ingin membeli setidaknya 5 tanaman. Berapa banyak tanaman dan pupuk yang dapat Nova beli? 3. Bu Dini membutuhkan telur ayam dan telur puyuh. Telur ayam harganya Rp22.000,00 per kg dan telur puyuh harganya Rp30.000,00 per kg. Bu Dini memiliki uang sebesar Rp150.000,00. Karena khawatir telurnya pecah di perjalanan, Bu Dini tidak mau membawa lebih dari 6 kg telur. Apakah Bu Dini dapat membeli 6 kg telur? 4. Sebuah UMKM memproduksi dua jenis sabun cair, yaitu sabun mandi dan sabun cuci tangan. Untuk setiap liter sabun mandi, dibutuhkan biaya produksi Rp15.000,00 per liter. Biaya produksi sabun cuci tangan Rp10.000,00 per liter. Selain itu, pabrik juga harus mengeluarkan biaya tetap sebesar Rp500.000,00. UMKM tersebut memiliki modal sebesar Rp2.500.000,00. Gudang yang ada dapat menampung 150 liter sabun cair. Sabun mandi dijual seharga Rp25.000,00 per liter dan sabun cuci tangan Rp20.000,00 per liter. Apakah mereka bisa mendapatkan keuntungan dengan harga tersebut? Berikan contoh banyaknya sabun mandi dan sabun cuci masing-masing yang dijual sehingga pendapatan mereka lebih dari pengeluaran. Tolong jawab ya

Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb

Habis dalam

02

:

09

:

03

:

31

Klaim

2

1


Iklan

Rajwa R

20 November 2024 10:51

<p>mengantar barang: 5 jam, 15.000x5 jam= 75.000</p><p>mencuci piring: 5 jam, 9.000x5 jam= 45.000</p><p>75.000+45.000= 120.000</p><p>&nbsp;</p><p>&nbsp;</p><p>&nbsp;</p>

mengantar barang: 5 jam, 15.000x5 jam= 75.000

mencuci piring: 5 jam, 9.000x5 jam= 45.000

75.000+45.000= 120.000

 

 

 


Iklan

Mau jawaban yang terverifikasi?

Tanya ke Forum

Biar Robosquad lain yang jawab soal kamu

Tanya ke Forum

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

TARIAN PENA Virginia C.C. Pomantow Di bawah terik matahari aku menyusuri jalan kampung yang tampak tak berpenghuni. Samar-samar nyanyian tonggeret terdengar di sampingku. Bagai melodi yang tak tertata, sekali lagi aku mendengarnya. Sesampai dalam “istana tuaku”, terlihat seorang perempuan tua yang menyambutku dengan hangat. Nasi yang berselimut lauk-pauk tersedia dengan manis di meja makan. Setelah itu, aku masuk ke dalam ruang yang mengetahui setiap gerak-gerikku. Aku mulai memegang pena dan menggoreskannya di atas lembaran putih. Kutuang semua rasa yang bergejolak dalam hatiku. Tiba-tiba langit mulai gelap. Kuterlelap dalam buaian dingin yang kalap, bermimpi seorang pangeran gagah datang dengan kereta emas menjemputku dan merangkulku. Pagi cerah menanti sosok pelajar dari ibu pertiwi. Aku berdiri di lantai dua sekolah menanti kawan yang menyapa dengan senyuman. Kutatap pohon dan tanaman yang asri dan tersusun pula dengan rapi. Angin menyambar wajahku. “Fuuuuuuuuuu....” Seketika aku merasa tersengat dan memiliki semangat yang tak kunjung pudar. Di halaman sekolah para siswa bermain basket dengan lihai dan sebagian siswi berbincang-bincang dengan santai. Aku senang sekali menuangkan semua yang kulihat dalam sebuah tulisan, baik itu puisi maupun diary, hanya dengan kata yang mudah dipahami dan makna yang tersirat dengan sentuhan rasa kasih. Sungguh, aku tak ingin orang banyak mengetahui apa yang tersirat dalam catatanku. Waktu berjalan begitu cepat menyongsong matahari yang mengingini senja. Besi kuning mulai menjerit. “Teng, teng, teng.” Waktunya pulang ke “istanaku”. Seperti biasa, setibaku di istana tuaku, perempuan tua menyambutku dengan hangat. Terlihat nasi yang berselendangkan lauk-pauk, membekaskan lezat pada lidahku. Tak tahu mengapa, saat itu aku mengucapkan terima kasih pada perempuan tua itu. Aku pun masuk ke dalam ruang yang mengetahui gerak-gerikku dengan mengajak pena menari di atas lembaran putih. Kali ini, terpikirkan olehku sosok perempuan tua yang selalu terbayang di benakku. Susunan kalimat pun sudah selesai. “Aryo!” teriakku kepada lelaki yang belum pernah kudapati. Ketika aku membuka mata, Aryo sudah berada di depanku. Seketika pipiku mulai memerah dan bibirku menjadi sedikit kaku. “Apakah ini mimpi. Ini masih terlalu dini. Lagipula, aku masih terlalu muda!” teriakku dalam hati. Air dingin pun jatuh membasahi wajahku. Perlahan aku membuka mata dan mendapati ibuku memegang gayung air dari kamar mandi. “Ibu, mengapa Ibu menyiram air ke wajahku?” tanyaku. “Kamu tidur seperti kerbau,” canda ibu. Keesokan harinya, pagi-pagi buta, perempuan tua menyodorkan susu yang berbalut sediri kopi. Terasa lengkap akhir pekan ini. Kuintip dia dari balik lembaran kain yang tergantung di bawah ventilasi, dia di sana. Perempuan tua itu duduk di sebuah kayu berlapis kapuk yang membatu. Aku sedikit tersenyum manis. “Hemmm....” Wajahnya tampak di bawah naungan yang diharapkan selalu terjadi dan berharap waktu terus begini. “Ibu telah meninggal” kata seseorang yang menyapaku dengan tepukan di bahu kanan. Aku terdiam dan tak dapat berbuat apa pun, selain menangis bak orang gila. “Aaah.... Hee.... Tidak! Tidak! Ibuku tidak akan meninggalkan- ku,” jeritan keras yang tak pernah kuteriakkan sepanjang hidupku. Seketika aku tersadar dari lamunku. ‘Uhh, untung saja itu hanya sebuah khayalan baru yang terlintas di kepalaku,’ kesalku. Pada sore hari menjelang bulan naik perlahan menggantikan surya, perempuan itu pulang dengan letihnya. Wajah lesu, tangan yang lemas, dan kaki yang perlahan membeku. Kulihat dari seberang utara ruang tamu. Aku melangkahkan kaki dengan pasti dan memeluk tubuh perempuan tua itu, walau peluhnya pun menempel di bajuku. “Bu, maafkan aku. Aku tidak akan membuatmu kesal dan capek,” tangisku yang tersedu dalam sesal. “Eh, ada apa, sih, kamu ini tiba-tiba memeluk Ibu. Minta maaf pula. Tumben-tumbenan,” kata ibu dengan bingung. Kemudian, aku pergi ke ruang yang mengetahui gerak-gerikku. Kuhanyut dalam renungan pada malam sepi ini, merasakan dua hati yang saling melukai, antara sesal dan sedih. Dua rasa yang sejenis, tetapi memiliki arti masing-masing yang sangat mendalam. Sekali lagi aku menorehkan pena di hadapan lembaran kertas putih. Lilin kecil yang memercikkan api jingga menemaniku saat itu. Bersama itu, aku berdiam diri sambal menulis sebuah kisahku hari itu. Perlahan aku memejamkan mata dan bunyi rekaman lama terdengar. Aku terbangun dan keluar dari ruang yang mengetahui gerak-gerikku. Aku terkejut melihat banyak orang mengerumuni kamar perempuan tua itu. Kupandangi arah kamar perempuan tua itu. Lututku terjatuh perlaham menghampiri lantai. Aku tak dapat berbicara, tanganku dingin bak es yang keluar dari freezer. “Ibu!” teriakku sekuat tenaga sambil meratapi malangnya nasibku. Perempuan tua tak dapat mengatakan apa pun, hanya terdiam, membeku, dan tergeletak, tinggal menunggu untuk dikebumikan. Aku hanya menangis, menangis tak karuan. Sekarang hari-hariku dipenuhi sesal yang tak berarti. Berangkat ke sekolah dengan seragam kumuh, tidak pula membuat sarapan karena malas dan resah, serta serintih harapan tak dapat kuadu. Masa tersulit pun kualami. Merajut asa tanpa sosok ibu di sisiku. Rindu tak terbalaskan. Bak pungguk merindukan bulan. “Ibu, aku rindu. Aku ingin Ibu masih bersamaku. Aku tak ingin semua ini terjadi. Aku lelah dengan semua kejadian ini!” jeritku kepada perempuan tua itu. “Tamat. Sekarang sudah larut malam. Sebaiknya cepat tidur. Selamat malam, Putriku,” kata ibuku sambil mencium keningku. “Selamat malam juga, Ibu,” jawabku sambil menarik selimut mungil dan terlelap pada malam itu dengan embusan angin yang menyapa dengan dingin. (Sumber: Di Sini Rinduku Tuntas; Antologi Cerita Pendek Bengkel Sastra 2019Balai Bahasa Sulawesi Utara, 2019) 2. Bagaimana alur dibangun dalam cerita tersebut?

147

5.0

Jawaban terverifikasi