Pangeran Diponegoro lahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta dengan nama kecil Raden Mas Ontowiryo. Putra sulung dari Sultan Hamengkubuwono III ini dikenal karena menjadi pimpinan Perang Diponegoro saat tahun 1825 sampai 1830.
Perang Diponegoro mucul setelah terjadi pemberontakan terhadap keraton pada 1822 dimana kepemimpinan terdapat di bawah tangan Hamengkubuwono V yang masih berusia tiga tahun, sehingga pemerintahan sehari-hari dipegang oleh Patih Danurejo bersama Residen Belanda. Diponegoro menilai bahwa cara tersebut salah dan menolak cara perwalian yang dijalankan di keraton.
Keadaan semakin memanas ketika Belanda kala itu memasang patok di tanah milik Diponegoro di desa Tegalrejo. Hal itu dimaksudkan untuk pembangunan jalan yang diusulkan oleh Patih Danurejo yang menjadi kaki tangan Belanda. Diponegoro yang secara terbuka menentang Belanda pun melakukan penolakan pembangunan jalan itu secara terang-terangan. Menyingkir dari desa Tegalrejo, Diponegoro pun pergi membuat barisan perlawanan terhadap Belanda yang bermarkas di Gua Selarong.
Perlawanan Diponegoro di tahun 1825 akhirnya mencakup wilayah yang luas karena dukungan dari elemen bangsawan dan rakyat serta dukungan beberapa tokoh terkenal seperti Kyai Maja Raden dan Tumenggung Prawiradigdoyo atau Bupati Gagatan dan Sunan Pakubuwono VI. Belanda yang kewalahan akhirnya melakukan siasat licik dengan pura-pura mengajak Pangeran Diponegoro berunding di Magelang. Dalam perundingan, ia ditangkap dan dibuang ke Manado, lalu dipindah ke Ujung Pandang dan meninggal di sana pada 8 Januari 1855.
Dengan demikian, perjuangan pahlawan nasional Pangeran Diponegoro diawali dengan Perang Diponegoro (1825-1830) yang terkait dengan pembangunan jalan yang diusulkan oleh Patih Danurejo yang menjadi kaki tangan Belanda. Perlawanan Diponegoro ini mendapatkan dukungan dari elemen bangsawan dan rakyat serta dukungan beberapa tokoh terkenal. Peperangan berakhir setelah Belanda melakukan siasat licik dengan pura-pura mengajak Pangeran Diponegoro berunding di Magelang. Dalam perundingan, ia ditangkap dan dibuang ke Manado, lalu dipindah ke Ujung Pandang.