I Gusti Ketut Jelantik lahir tahun 1800 di Tukadmungga, Buleleng, Buleleng. Beliau adalah perdana menteri Kerajaan Buleleng di pulau Bali. Saat itu, Belanda sedang giat berupaya menguasai seluruh wilayah di Indonesia karena sumber daya yang kaya dan juga untuk mencegah negara Eropa lain menjadi pesaingnya. Sebagai alasan penyerangan terhadap Bali, Belanda menggunakan alasan praktik Tawan Karang, yaitu adat Bali di mana kapal yang karam di Bali menjadi hak raja setempat. Belanda juga menuntut raja-raja Bali, termasuk Buleleng, untuk tunduk kepada pemerintahan Hindia Belanda, namun tuntutan ini ditolak.
Pada tahun 1846, Ketut Jelantik melawan pasukan Belanda yang menyerang di Benteng Jagaraga. Pada pertempuran ini, Belanda gagal mengalahkan pasukan Bali. Perlawanannya berakhir setelah I Gusti Ketut Jelantik tewas akibat serangan Belanda pada tahun 1849 yang dibantu oleh tembakan meriam dari kapal Belanda. Atas jasanya melawan penjajah Belanda, I Gusti Ketut Jelantik diberikan penghargaan oleh pemerintah Indonesia dengan gelar Pahlawan Nasional menurut SK Presiden RI No. 077/TK/Tahun 1993 oleh Presiden Suharto.
Dengan demikian, perjuangan pahlawan nasional I Gusti Ketut Jelantik terjadi karena Belanda menolak hukum hak tawan karang. Pada tahun 1846, Ketut Jelantik melawan pasukan Belanda yang menyerang di Benteng Jagaraga. Pada pertempuran ini, Belanda gagal mengalahkan pasukan Bali. Pertempuran berakhir setelah serangan Belanda pada tahun 1849 yang dibantu oleh tembakan meriam dari kapal Belanda menewaskan I Gusti Ketut Jelantik, sehingga peperangan berakhir.