Dalam perjalanan negara Indonesia setelah kembali menggunakan UUD 1945, ternyata masih cukup banyak penyimpangan atau penyelewengan yang terjadi. Pemerintahan era Orde Lama dinilai tidak kondusif sebagai pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945. Banyak ketentuan-ketentuan yang tidak terkendali selama pemerintahan Presiden Sukarno. Setelah kembali ke UUD 1945, Presiden Soekarno menerapkan Demokrasi Terpimpin. Sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Presiden Soekarno kemudian membuat beberapa gebrakan. Salah satunya produk hukum yang diberi nama penetapan presiden (penpres). Penpres ini merupakan keputusan presiden yang oleh presiden sendiri secara sepihak memiliki kedudukan yang sama dengan Undang-Undang. Penpres tersebut dibuat presiden tanpa persetujuan DPR. Selain itu, pembentukan MPRS, DPR-GR, dan DPAS dilakukan melalui penpres, di mana anggotanya ditunjuk langsung presiden. Hal ini menunjukkan kekuasaan satu tangan, yaitu presiden. Keadaan semakin tumpang tindih, seharusnya presiden berada di bawah MPR, ini justru menundukkan MPR. DPR yang seharusnya sejajar dengan presiden sebagai mitra, jutsru berada di bawah presiden dan sama dengan MPR.
Dengan demikian, penyimpangan Pancasila yang terjadi pada masa tahun 1959 hingga 1966 antara lain: Penpres yang memiliki kedudukan yang sama dengan Undang-Undang. Penpres tersebut dibuat presiden tanpa persetujuan DPR. Selain itu, pembentukan MPRS, DPR-GR, dan DPAS dilakukan melalui penpres, di mana anggotanya ditunjuk langsung presiden. Hal ini menunjukkan kekuasaan satu tangan, yaitu presiden. Keadaan semakin tumpang tindih, seharusnya presiden berada di bawah MPR, ini justru menundukkan MPR. DPR yang seharusnya sejajar dengan presiden sebagai mitra, jutsru berada di bawah presiden dan sama dengan MPR.