Iklan
Iklan
Pertanyaan
Kutipan cerpen berikut untuk soal nomor 1-4.
Pembangunan rumah batu dimulai. Papan-papan rumah dibongkar, tiang-tiangnya dibuang. Pasir dan semen dicampur, batu-batu disusun. Darman dan semua keluarga berdatangan membantu, atau sekadar melihat pembongkaran rumah tua mereka. Sabang tak pernah datang, tak juga muncul saat rumah selesai dibongkar. Dinding batu pertama sudah rampung, tapi Sabang tak juga tampak.
Banyak yang memuji, atau setengah menyindir, akhirnya Kakek Songkok memperbaiki rumah, dan tidak dipandang sebelah mata lagi oleh tokoh kampung. la hanya tersenyum menyaksikan rumahnya menjadi rumah batu. Meski heran mengapa putranya tak pernah menjenguk pembangunan rumah, Kakek tak terlalu gelisah, ia ingat perbincangan terakhir Sabang menyetujui keputusan tersebut.
Ketika rumah batu itu rampung, Kakek mengadakan syukuran kecil. Kepala kampung yang diundang memberikan sambutan betapa bijak keputusan Kakek Songkok untuk mengubah rumah, dan memuji betapa indah rumah-rumah batu di kampung yang ia pimpin. Sebelum syukuran, Sabang dipanggil, tapi yang dicari tak ada di rumah. Acara tetap berjalan tanpa kehadiran Sabang.
Masih subuh, saat Kakek akan bersiap ke kebun, Sabang menghampiri ibunya, di depan rumah. Kakek minum kopi di teras.
"Ke mana saja, Ko? Kenapa tak pernah datang? Mau ke mana lagi?" tanya Kakek melambai pada Sabang.
"Saya mau pindah ke Ratte. Tak ada lagi yang sanggup saya bikin di sini, rumah kita juga sudah berubah,” ujarSabangmenahan isak. la menggendong ransel. Di motornya ada satu tas besar lagi, dipegang oleh Sarti, istri Sabang. Ia akan tinggal di kampung istrinya di Ratte, letaknya di balik bukit. Di sana ia bisa tetap tinggal di rumah panggung, terhindar dari tekanan untuk mengubah rumahnya menjadi rumah batu.
"Rumahmu ini bagaimana? Kami bagaimana?" tanya Kakek, melonjak dari duduknya, kaget saat Sabang memutuskan untuk pergi.
"Tak apa. Rumah saya berikan pada Darman untuk anaknya, mau dijadikan rumah batu juga. Semua kan sudah aman di rumah batu. Lenyap kenangan kita, hilang juga saya," jawab Sabang menghidupkan motornya. Ia berlalu, sedih.
"Saya sudah berusaha tahan. Dia tak mau dengar," tiba-tiba Darman datang, berusaha selekas mungkin sampai pada Kakek. Sabang sudah tak terlihat lagi. Kakek Songkok duduk dengan tatapan kosong, matanya sembab, bayangan Sabang semakin jauh. Deru motornya kian sayup, begitu jauh. Angin tak kuasa lagi mengantarnya.
(Sumber: Lina P.W., " Rumah Batu Kakek Songkok" dalam Kasur Tanah Cerpen Pilihan Kompas 2017, Jakarta, Kompas, 2018)
Tentukan nilai-nilai yang terdapat dalam kutipan cerpen tersebut!
Iklan
A. Acfreelance
Master Teacher
51
4.8 (12 rating)
Alaia Gita Aji
Pembahasan lengkap banget
Hani Rama
Ini yang aku cari!
Rasya Sadewo Budiono
Makasih ❤️
Iklan
Iklan
RUANGGURU HQ
Jl. Dr. Saharjo No.161, Manggarai Selatan, Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12860
Produk Ruangguru
Bantuan & Panduan
Hubungi Kami
©2024 Ruangguru. All Rights Reserved PT. Ruang Raya Indonesia