Sosiologi dicirikan sebagai ilmu yang empiris artinya, didasarkan pada observasi terhadap kenyataan menggunakan akal sehat dan indra, sehingga hasilnya tidak bersifat spekulatif karena didasarkan pada pengamatan di lapangan. Misalnya, persoalan kemacetan di kota-kota besar tidak bisa hanya dikaji melalui media massa, tetapi butuh penelitian di lapangan untuk mencari tahu akar permasalahan.
Selain itu, sosiologi sebagai ilmu dicirikan sebagai ilmu yang teoritis artinya, selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil pengamatan empiris. Abstraksi merupakan penarikan kesimpulan yang menjelaskan hubungan sebab-akibat dari gejala-gejala sosial yang diteliti. Sebagai contoh, sosiologi menjelaskan adanya hubungan yang signifikan antara kemacetan dengan tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah yang rendah. Abstraksi yang dihasilkan merupakan pernyataan yang menegaskan pentingnya meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah untuk menanggulangi kemacetan. Pernyataan tersebut tidak muncul begitu saja, melainkan melalui proses panjang penelitian sejak observasi hingga penarikan kesimpulan.
Ciri lain dari ilmu sosiologi adalah kumulatif dan nonetis. Kumulatif, artinya sosiologi membangun argumen yang tidak turun begitu saja di ruang hampa, melainkan disusun atas teori-teori yang sudah ada sebelumnya. Teori-teori tersebut merupakan hasil dari penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Nonetis, artinya sosiologi membahas suatu permasalahan sosial tanpa mempersoalkan nilainya, yaitu baik atau buruknya suatu persoalan yang dibahas. Sosiologi lebih berkepentingan untuk menjelaskan mengapa suatu fenomena terjadi. Penjelasan tersebut juga harus logis, mendalam, dan mudah dipahami.