Di periode awal kemerdekaan tepatnya pada Masa Demokrasi Parlementer, untuk mengembangkan wajah perekonomian nasional, pemerintah mengeluarkan beberepa kebijakan yang dianggap mampu mendorong para pengusaha pribumi sehingga mampu bersaing dengan para pengusaha asing.
Beberapa kebijakan yang dianggap mampu untuk mendorong hal tersebut diantaranya adalah Sistem Ekonomo Benteng yang dicetuskan pada Kabinet Natsir (1950-1951) oleh Soemitro Djojohadikusumo. Penerapan Sistem Ekonomi Benteng berwujud dalam dua hal, pemerintah memberikan keistimewaan terhadap importir pribumi dan pemerintah memberikan bantuan kredit lunak kepada para pengusaha pribumi. Meski demikian, penerapan kebijakan ini dibilang gagal, sebab sekitar 700 perusahaan pribumi yang mendapat bantuan berupa lisensi impor kemudian menjualnya kepada perusahaan lain yang sudah mapan.
Selain itu, kebijakan lain yang memiliki proyeksi yang sama untuk menggenjot pengusaha pribumi adalah penerapan Kebijakan Ekonomi Ali-Baba yang dicetuskan oleh Mr. Iskaq Cokrohadisuryo pada Masa Kabinet Ali I (Agustus 1954-Agustus1955). Dalam pelaksanaanya, kebijakan ini mengamanatkan kewajiban bagi para pengusaha lokal untuk memberikan pelatihan kepada para tenaga kerja Indonesia agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing dan mampu menduduki posisi-posisi staf.
Meski telah adanya kebijakan-kebijakan yang berusaha untuk mengembangkan para pengusaha pribumi dengan pengusaha asing sehingga dapat bersaing telah dibuat oleh pemerintah, kenyataanya beberapa program yang dimaksud justru mengalami kegagalan. Lisensi importir yang diberikan oleh pemerintah yang seharusnya mampu mempermudah, justru dijual untuk kebutuhan konsumtif yang sifatnya sementara.
Dengan memahami keterangan di atas, maka opsi jawaban yang paling benar adalah E.