Iklan

Iklan

Pertanyaan

Saatnya Indonesia Miliki UU tentang Kegeologian Tahun 2018 merupakan tahun penuh bencana, begitu rills Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Sejak gempa bumi melanda Lebak awal Januari, gempa di Lombok 7,0 SR dan Palu 7,4 SR pada Agustus dan September, erupsi Gunung Anak Krakatau memicu tsunami. Lalu, tanah longsor di Sukabumi di penghujung tahun, bencana alam seakan enggan berhenti menimpa negeri kita. Berdasar korban jiwa dan kerugian ekonomi, 2018 merupakan tahun bencana terparah dalam dekade terakhir, didominasi bencana longsor, banjir, dan puting beliung. Meski begitu, bencana yang menelan banyak korban disebabkan oleh gempa bumi dan tsunami. Letak Indonesia menghubungkan Samudra Pasifik dan Hindia, jembatan dua kontinen yaitu Asia dan Australia juga berada di simpang pertemuan tiga lempeng, yakni Indo—Australia di bagian selatan, Eurasia di bagian utara, dan Pasifik di timur menyebabkan Tanah Air kita berada di kawasan seismik teraktif di dunia. Negara kepulauan Indonesia merupakan negara yang kaya potensi bencana geologi. Bencana geologi yang kerap terjadi belakangan ini menunjukkan bahwa unsur-unsur geologi yang dinamis seiring perjalanan waktu sudah mencapai momen mengeluarkan energi. Laporan akhir tahun BNPB menyebutkan jumlah bencana alam pada 2018 sebanyak 2.426 menyebabkan 3.349 orang meninggal dunia, 1.432 orang hilang, 21.064 luka-luka, dan 319.520 rumah rusak. Sekitar 10,2 juta masyarakat terdampak bencana. Kerugian ekonomi diperkirakan lebih dari Rp100 triliun. Sebenarnya, gempa bumi telah terjadi ribuan kali di 2018, tetapi banyak yang tidak menyadari karena kekuatan di bawah 5 SR sehingga minim kerusakan. Diperkirakan ada 40,9 juta orang tinggal di daerah ancaman tanah longsor. 4,5 juta warga terancam paparan erupsi gunung api. Bahkan, 37 ribu sekolah berada di kawasan rawan bencana. Data itu makin mengesahkan bahwa wilayah Indonesia rawan bencana dan berada dalam daerah gempa teraktif di dunia. Jika negara memiliki data dan informasi secara terintegrasi terkait dengan kegeologian, tentu dapat ditentukan kawasan mana yang aman atau tidak untuk dijadikan permukiman, perkantoran, pendidikan, wisata, atau ruang publik lain. Sejatinya penanganan kebencanaan geologi dilakukan secara komprehensif dan terus-menerus, berupa perencanaan sistemis­holistik dan pelaksanaan pencegahan, mitigasi, penanggulangan, pemulihan, dan pembangunan kembali suatu kawasan bencana. Diawali dengan penyusunan konsep sebagai skenario arah kebijakan teknis yang telah teruji bagi penetapan solusi tuntas untuk diimplementasikan. Bagaimana manajemen data dan alur informasi yang terintegrasi, sistematis, dan akademis berdasar hasil riset dapat mendukung upaya preventif bencana geologi, yang secara kualitas dan kuantitas semakin meningkat. Sulit mengetahui presisi kapan bencana alam akan terjadi. Namun, dengan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perilaku kita bisa menyikapi alam, setidaknya dapat meminimalkan korban jiwa dan kerugian besar. Kesiapsiagaan terhadap bencana sepantas­nya sudah dimulai sejak dahulu. Saya mencoba menawarkan metode Darlakuh. Masyarakat terus disadarkan bahwa negeri ini berada di kawasan rawan bencana. Dengan pembangunan dan penambahan penduduk diperlukan penyesuaian kondisi kekinian dan karakteristik lokal dalam mitigasi bencana. Aturan ketat bidang teknikserta penegakan hukumnya tidak dapat ditawar. Pemerintah dan parlemen memiliki semangat yang sama menangani bencana, paling tidak dimulai dari alokasi anggaran Lalu, Iatih. Pentingnya edukasi mitigasi bencana sejak dini. Tidak sekadar masuk dalam kurikulum pendidikan, tetapi latihan per triwulan agar peka merespons bencana. Pihak berkompeten harus rutin melakukan sosiaiisasi. Misalnya, penggunaan alat pelindung, perlengkapan medis dasar, makanan kering, air minum, dan penyiapan dokumen penting. Selanjutnya, evakuasi. Harus diakui bahwa tidak banyak rumah, ruang publik, maupungedung-gedung yang serius memasang rambuperingatan dan penunjuk evakuasi. Penggunaan early warning system serta pemanfaatan media sosial dapat meminimalkan korban jiwa. Kemkominfo perlu berkala mengirim SMS blast informasi terkait dengan bencana alam. Terakhir, rehabilitasi. Kebersamaan dilandasi rasa senasib dapat percepat pemulihan psikis korban bencana. Koordinasi pusat dan pemda merupakan hal krusial, keterlibatan sektor swasta juga penting dalam akselerasi geliat ekonomi. (Disadur dari: http://mediaindonesia.cornIreadkietail/208848-saatnya ­-indonesia-miliki-uu-tentang-kegeologian, diunduh 18 Februari 2019) Analisislah artikel tersebut sesuai dengan konstruksi artikel yang baik dan benar!

Saatnya Indonesia Miliki UU tentang Kegeologian


    Tahun 2018 merupakan tahun penuh bencana, begitu rills Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Sejak gempa bumi melanda Lebak awal Januari, gempa di Lombok 7,0 SR dan Palu 7,4 SR pada Agustus dan September, erupsi Gunung Anak Krakatau memicu tsunami. Lalu, tanah longsor di Sukabumi di penghujung tahun, bencana alam seakan enggan berhenti menimpa negeri kita.

    Berdasar korban jiwa dan kerugian ekonomi, 2018 merupakan tahun bencana terparah dalam dekade terakhir, didominasi bencana longsor, banjir, dan puting beliung. Meski begitu, bencana yang menelan banyak korban disebabkan oleh gempa bumi dan tsunami.

    Letak Indonesia menghubungkan Samudra Pasifik dan Hindia, jembatan dua kontinen yaitu Asia dan Australia juga berada di simpang pertemuan tiga lempeng, yakni Indo—Australia di bagian selatan, Eurasia di bagian utara, dan Pasifik di timur menyebabkan Tanah Air kita berada di kawasan seismik teraktif di dunia. Negara kepulauan Indonesia merupakan negara yang kaya potensi bencana geologi.

    Bencana geologi yang kerap terjadi belakangan ini menunjukkan bahwa unsur-unsur geologi yang dinamis seiring perjalanan waktu sudah mencapai momen mengeluarkan energi.

    Laporan akhir tahun BNPB menyebutkan jumlah bencana alam pada 2018 sebanyak 2.426 menyebabkan 3.349 orang meninggal dunia, 1.432 orang hilang, 21.064 luka-luka, dan 319.520 rumah rusak. Sekitar 10,2 juta masyarakat terdampak bencana. Kerugian ekonomi diperkirakan lebih dari Rp100 triliun.

    Sebenarnya, gempa bumi telah terjadi ribuan kali di 2018, tetapi banyak yang tidak menyadari karena kekuatan di bawah 5 SR sehingga minim kerusakan. Diperkirakan ada 40,9 juta orang tinggal di daerah ancaman tanah longsor. 4,5 juta warga terancam paparan erupsi gunung api. Bahkan, 37 ribu sekolah berada di kawasan rawan bencana.

    Data itu makin mengesahkan bahwa wilayah Indonesia rawan bencana dan berada dalam daerah gempa teraktif di dunia. Jika negara memiliki data dan informasi secara terintegrasi terkait dengan kegeologian, tentu dapat ditentukan kawasan mana yang aman atau tidak untuk dijadikan permukiman, perkantoran, pendidikan, wisata, atau ruang publik lain.

    Sejatinya penanganan kebencanaan geologi dilakukan secara komprehensif dan terus-menerus, berupa perencanaan sistemis­holistik dan pelaksanaan pencegahan, mitigasi, penanggulangan, pemulihan, dan pembangunan kembali suatu kawasan bencana. Diawali dengan penyusunan konsep sebagai skenario arah kebijakan teknis yang telah teruji bagi penetapan solusi tuntas untuk diimplementasikan.

    Bagaimana manajemen data dan alur informasi yang terintegrasi, sistematis, dan akademis berdasar hasil riset dapat mendukung upaya preventif bencana geologi, yang secara kualitas dan kuantitas semakin meningkat.

    Sulit mengetahui presisi kapan bencana alam akan terjadi. Namun, dengan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perilaku kita bisa menyikapi alam, setidaknya dapat meminimalkan korban jiwa dan kerugian besar.

    Kesiapsiagaan terhadap bencana sepantas­nya sudah dimulai sejak dahulu. Saya mencoba menawarkan metode Darlakuh. Masyarakat terus disadarkan bahwa negeri ini berada di kawasan rawan bencana. Dengan pembangunan dan penambahan penduduk diperlukan penyesuaian kondisi kekinian dan karakteristik lokal dalam mitigasi bencana. Aturan ketat bidang teknik serta penegakan hukumnya tidak dapat ditawar. Pemerintah dan parlemen memiliki semangat yang sama menangani bencana, paling tidak dimulai dari alokasi anggaran 

    Lalu, Iatih. Pentingnya edukasi mitigasi bencana sejak dini. Tidak sekadar masuk dalam kurikulum pendidikan, tetapi latihan per triwulan agar peka merespons bencana. Pihak berkompeten harus rutin melakukan sosiaiisasi. Misalnya, penggunaan alat pelindung, perlengkapan medis dasar, makanan kering, air minum, dan penyiapan dokumen penting.

    Selanjutnya, evakuasi. Harus diakui bahwa tidak banyak rumah, ruang publik, maupun gedung-gedung yang serius memasang rambu peringatan dan penunjuk evakuasi. Penggunaan early warning system serta pemanfaatan media sosial dapat meminimalkan korban jiwa. Kemkominfo perlu berkala mengirim SMS blast informasi terkait dengan bencana alam.

    Terakhir, rehabilitasi. Kebersamaan dilandasi rasa senasib dapat percepat pemulihan psikis korban bencana. Koordinasi pusat dan pemda merupakan hal krusial, keterlibatan sektor swasta juga penting dalam akselerasi geliat ekonomi.


(Disadur dari: http://mediaindonesia.cornIreadkietail/208848-saatnya­-indonesia-miliki-uu-tentang-kegeologian, diunduh 18 Februari 2019)


Analisislah artikel tersebut sesuai dengan konstruksi artikel yang baik dan benar! 

  1. ...undefined 

  2. ...undefined 

Iklan

R. Trihandayani

Master Teacher

Jawaban terverifikasi

Jawaban

artikel tersebut memiliki konstruksi yang terdiri dari judul yaitu “Saatnya Indonesia Miliki UU tentang Kegeologian”, bagian pembuka berisi masalah bencana alam yang banyak terjadi pada tahun 2018, bagian isi yang menjelaskan apa saja bencana yang terjadi dan kerugian yang dialami, serta bagian penutup yang berisi simpulan dan solusi untuk mengatasi permasalahan bencana alam yang sudah disampaikan.

artikel tersebut memiliki konstruksi yang terdiri dari judul yaitu “Saatnya Indonesia Miliki UU tentang Kegeologian”, bagian pembuka berisi masalah bencana alam yang banyak terjadi pada tahun 2018, bagian isi yang menjelaskan apa saja bencana yang terjadi dan kerugian yang dialami, serta bagian penutup yang berisi simpulan dan solusi untuk mengatasi permasalahan bencana alam yang sudah disampaikan.undefined  

Iklan

Pembahasan

Pembahasan
lock

Konstruksi artikel adalah bagian-bagian yang membangun sebuah artikel. Artikel memiliki konstruksi atau struktur yang terdiri dari judul, pembuka, isi, dan penutup. Berikut konstruksi artikel “Saatnya Indonesia Miliki UU tentang Kegeologian”: Judul : Saatnya Indonesia Miliki UU tentang Kegeologian Pembuka : berisi permasalahan yang akan dibahas yaitu mengenai banyaknya bencana yang terjadi pada tahun 2018. Isi : memaparkan jumlah bencana yang terjadi, jumlah korban bencana, dan kerugian-kerugian yang dialami akibat dari bencana yang terjadi. Penutup : simpulan dan solusi untuk permasalahan bencana alam yang terjadi. Dengan demikian, artikel tersebut memiliki konstruksi yang terdiri dari judul yaitu “Saatnya Indonesia Miliki UU tentang Kegeologian”, bagian pembuka berisi masalah bencana alam yang banyak terjadi pada tahun 2018, bagian isi yang menjelaskan apa saja bencana yang terjadi dan kerugian yang dialami, serta bagian penutup yang berisi simpulan dan solusi untuk mengatasi permasalahan bencana alam yang sudah disampaikan.

Konstruksi artikel adalah bagian-bagian yang membangun sebuah artikel. Artikel memiliki konstruksi atau struktur yang terdiri dari judul, pembuka, isi, dan penutup.

Berikut konstruksi artikel “Saatnya Indonesia Miliki UU tentang Kegeologian”:

Judul: Saatnya Indonesia Miliki UU tentang Kegeologian

Pembuka: berisi permasalahan yang akan dibahas yaitu mengenai banyaknya bencana yang terjadi pada tahun 2018.

Isi: memaparkan jumlah bencana yang terjadi, jumlah korban bencana, dan kerugian-kerugian yang dialami akibat dari bencana yang terjadi.

Penutup: simpulan dan solusi untuk permasalahan bencana alam yang terjadi.

Dengan demikian, artikel tersebut memiliki konstruksi yang terdiri dari judul yaitu “Saatnya Indonesia Miliki UU tentang Kegeologian”, bagian pembuka berisi masalah bencana alam yang banyak terjadi pada tahun 2018, bagian isi yang menjelaskan apa saja bencana yang terjadi dan kerugian yang dialami, serta bagian penutup yang berisi simpulan dan solusi untuk mengatasi permasalahan bencana alam yang sudah disampaikan.undefined  

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

67

Iklan

Iklan

Pertanyaan serupa

Permasalahan yang dibahas dalam teks tersebut adalah ....

47

0.0

Jawaban terverifikasi

RUANGGURU HQ

Jl. Dr. Saharjo No.161, Manggarai Selatan, Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12860

Coba GRATIS Aplikasi Roboguru

Coba GRATIS Aplikasi Ruangguru

Download di Google PlayDownload di AppstoreDownload di App Gallery

Produk Ruangguru

Hubungi Kami

Ruangguru WhatsApp

+62 815-7441-0000

Email info@ruangguru.com

[email protected]

Contact 02140008000

02140008000

Ikuti Kami

©2024 Ruangguru. All Rights Reserved PT. Ruang Raya Indonesia