Iklan
Pertanyaan
Perhatikan teks berikut!
Semaoen dan kawan-kawannya dari Semarang itu dianggap sebagai duri dalam daging oleh sejumlah petinggi Sarekat Islam (SI). Para pemimpin terkemuka macam Agoes Salim dan Abdoel Moeis yang memang dikenal dekat dengan sang ketua H.O.S. Tjokroaminoto pun mencari cara agar orang-orang SI yang telah tercemar aliran merah tersebut bisa dienyahkan secepatnya.
Momen itu tiba pada Kongres SI ke-5 pada 6 Oktober 1921 di Surabaya. Agoes Salim dan Abdoel Moeis mengusulkan agar pemimpin pusat SI atau Centraal Sarekat Islam (CSI) menerapkan disiplin partai, anggota SI dilarang merangkap keanggotaan di organisasi lain. “Disiplin partai” di sini berarti pemurnian alias membersihkan SI dari unsur komunis (Takashi Shiraishi, Zaman Bergerak, 1997:308).
Yang bergolak tentunya orang-orang SI cabang Semarang yang dimotori Semaoen dan Darsono, juga para partisan komunis lainnya seperti Alimin dan Hadji Mohammad Misbach. Terutama Semaoen dan Darsono serta mereka yang juga menjadi anggota Perserikatan Komunis Hindia (Indonesia), harus memilih: SI menjadi pilihan satu-satunya atau dipecat!
Semaoen, Darsono, dan rombongan muslim penganut kiri lainnya ternyata bersikukuh tidak mau melepaskan keanggotaan mereka di Perserikatan Komunis Hindia. Pilihan itu tentu saja berdampak fatal, Semaoen dan kawan-kawan wajib keluar dari Sarekat Islam pimpinan Tjokroaminoto.
Pemecatan tersebut diresmikan dalam Kongres SI yang dihelat di Madiun pada 17-20 Februari 1923. Kongres juga menyepakati untuk mengubah nama SI menjadi Partai Sarekat Islam (PSI) agar organisasi massa umat Islam terbesar di Indonesia itu memiliki tujuan yang lebih pasti dalam kehidupan kolonial di bawah naungan pemerintah Hindia Belanda.
Meskipun telah didepak secara tidak hormat, Semaoen seperkawanan tidak mau kalah. Selang sebulan setelah Kongres SI di Madiun, mereka juga menggelar kongres tandingan pada Maret 1923 di Bandung. Diputuskan bahwa semua cabang SI di Indonesia yang mendukung Semaoen berganti nama menjadi Sarekat Rakyat (M. Nasruddin Anshoriy Ch., Bangsa Gagal: Mencari Identitas Kebangsaan, 2008:108).
Sarekat Rakyat inilah yang menjadi landasan berdirinya Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1924. Semaoen dan sejumlah anggota SI yang telah dipecat memang kadung cocok dengan komunisme setelah bersinggungan dengan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV) yang digagas Henk Sneevliet sejak 1915.
Dengan demikian, SI yang merupakan induk bagi hampir semua partai politik Islam di Indonesia, pecah menjadi dua pada medio dekade kedua abad ke-20 itu. SI Putih pimpinan Tjokroaminoto berpusat di Yogyakarta, sementara SI Merah ala Semaoen beroperasi dari Semarang, meskipun kedua kubu ini memimpikan cita-cita yang sama yakni berdaulatnya bangsa Indonesia. (Sumber: https://tirto.id/pecat-memecat-ala-sarekat-islam-ckLh)
Kesimpulan yang tepat terkait faktor penyebab pecahnya Sarekat Islam (SI) Merah dan SI Putih berdasarkan teks di atas adalah…
adanya perbedaan ideologi antara kader-kader SI
adanya perbedaan kepemilikan modal politik antara kader-kader SI
adanya klaim sepihak kader SI untuk mendirikan organisasi independen
adanya perbedaan perspektif antar kader-kader SI terkait pembentukan Volksraad
adanya klaim beberapa pihak yang menggugat legalitas SI sebagai sebuah organisasi pergerakan
Iklan
I. Uga
Master Teacher
9
0.0 (0 rating)
Iklan
RUANGGURU HQ
Jl. Dr. Saharjo No.161, Manggarai Selatan, Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12860
Produk Ruangguru
Bantuan & Panduan
Hubungi Kami
©2025 Ruangguru. All Rights Reserved PT. Ruang Raya Indonesia