Setelah Partai Komunis Indonesia (PKI) dibubarkan pada 12 Maret 1966, Orde Baru mulai melakukan upaya pembinaan terhadap partai-partai politik. Pada 20 Pebruari 1968 dilakukan langkah penggabungan/peleburan ormas-ormas Islam yang sudah ada tetapi belum tersalurkan aspirasinya dengan pendirian Partai Muslimin Indonesia (Parmusi). Langkah Orde Baru untuk mengelompokkan partai politik dilanjutkan pada 9 Maret 1970, dengan terbentuknya Kelompok Demokrasi Pembangunan yang merupakan gabungan dari PNI, Partai Katholik, Parkindo, IPKI dan Murba. Berikutnya, pada 13 Maret 1970 terbentuk kelompok Persatuan Pembangunan yang beranggotakan NU, PARMUSI, PSII, dan Perti. Terakhir, ada suatu kelompok fungsional yang disebut sebagai Golongan Karya (Golkar).
Tujuan penyederhanaan partai politik yang dilakukan Pemerintah Orde Baru ini adalah untuk menciptakan stabilitas politik setelah sebelumnya Indonesia sempat mengalami gejolak politik akibat Gerakan Pemberontakan 30 September 1965 yang dilakukan oleh PKI, berlanjut dengan karut-marutnya stabilitas pemerintahan akibat aksi dan demonstrasi massa yang menuntut Tritura (bubarkan PKI, rombak kabinet Dwikora, dan turunkan harga pangan) yang berujung pada keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966. Menyederhanakan partai politik dipandang Soeharto sebagai cara untuk mewujudkan stabilitas politik. Dengan mengelompokkan partai sesuai dengan garis ketentuan yang ditetapkan pemerintah, rezim Orde Baru bisa dengan mudah melakukan kontrol terhadap partai tersebut sehingga potensi partai melakukan kegaduhan dan pembangkangan politik terhadap pemerintah sebagaimana lazim terjadi pada masa-masa sebelumnya tidak terjadi lagi. Dengan stabilnya kondisi politik, Soeharto melangkah pasti melakukan pembangunan ekonomi besar-besaran melalui program Repelitanya. Baginya, pembangunan ekonomi hanya bisa berjalan jika suasana politik tenang, damai, dan jauh dari anarkis.
Berdasarkan penjelasan tersebut, jawaban yang tepat adalah E.