Paragraf di atas termasuk salah satu contoh legenda. Legenda itu sendiri merupakan sebuah cerita yang lahir di tengah masyarakat yang berhubungan dengan suatu keadaan atau suatu peristiwa yang terjadi pada saat itu dan melahirkan suatu asal usul, suatu nama daerah atau keadaan alam yang terjadi.
Watak atau perwatakan merupakan salah satu unsur pembangun legenda yang diartikan sebagai pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berubah, pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya, dan sebagainya.
Ada beberapa karakter perwatakan tokoh dalam legenda, yaitu:
- Tokoh protagonis adalah tokoh yang wataknya disukai pembacanya. Biasanya, watak tokoh semacam ini adalah watak yang baik dan positif, seperti dermawan, jujur, rendah hati, pembela, cerdik, pandai, mandiri, dan setia kawan.
- Tokoh antagonis adalah tokoh yang wataknya dibenci pembacanya. Tokoh ini biasanya digambarkan sebagai tokoh yang berwatak buruk dan negative, seperti pendendam, culas, pembohong, menghalalkan segala cara, sombong, iri, suka pamer, dan ambisius.
- Tokoh tritagonis adalah karakter ketiga atau penengah. Tokoh ini menggambarkan watak yang bijak sebagai pendamai atau jembatan atas penyelesaian konflik. Biasanya muncul sebagai tokoh yang menyelesaikan permasalahan dalam sebuah cerita.
Ada beberapa cara memahami watak tokoh, yaitu:
- Tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya.
- Gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun caranya berpakaian.
- Menunjukkan bagaimana perilakukanya.
- Melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri.
- Memahami bagaimana jalan pikirannya.
- Melihat bagaimana tokoh lain berbicara dengannya.
- Melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya.
- Melihat bagaimanakah tokoh-tokoh yang lain itu memberi reaksi terhadapnya.
- Melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lain "Aminuddin. 1984:87-88".
Berdasarkan penjelasan di atas, watak tokoh si Lancang pada paragraf tersebut termasuk tokoh antagonis karena memiliki watak yang buruk, tepatnya suka pamer. Hal ini jelas terlihat pada kalimat terakhir paragraf tersebut yang berbunyi "Semuanya itu disiapkan untuk menambah kesan kemewahan dan kekayaan si Lancang."
Dengan demikian, gambaran watak si Lancang pada paragraf di atas adalah suka pamer.