Kerajaan Aceh merupakan salah satu kerajaan Islam terbesar di Indonesia yang berkembang pada abad ke-16 M. Pada masa tersebut banyak muncul filusuf muslim seperti Hamzah Fansuri, Nuruddin ar Raniri, dan Abdurrauf as-Singkili yang berperan seabagai ulama kerajaan hingga penyebar ajaran Islam di Sumatra.
Pemikiran Hamzah Fansuri yang banyak ditinggalkan adalah Wahdatul Wujud atau menyatunya kewujudan. Hamzah Fansuri juga dikenal sebagai penyair besar pada eranya. Beberapa karya sastra peninggalan Hamzah Fansuri adalah Syair Burung Unggas, Syair Burung Pipit, Syair Dagang, Syair Perahu, Asrar al-Arifin, Sharab al-Asyikin, dan Kitab Al-Muntahi / Zinat al-Muwahidin.
Nurudin ar Raniri merupakan seorang ulama besar Kesultanan Aceh yang memiliki pengetahuan luas yang meliputi tasawuf, kalam, fikih, hadis, sejarah, dan perbandingan agama. Nurudin ar Raniri menentang ajaran Hamzah Fansuri mengenai Wahdatul Wujud yang dianggap bisa menimbulkan kesalahan bagi orang yang belum memiliki ilmu cukup. Beberapa karya Nurudin ar Raniri adalah Bustan al-Salatin, Shiratal Mustaqim, dan Fawaid Al Bahiyah.
Abdurrouf as-Singkili merupakan ulama Kesultanan Aceh yang berperan dalam masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Abdurrouf as-Singkili banyak mengajarkan serta mengembangkan tarekat Syattariah. Beberapa karya Abdurrouf as-Singkili adalah Mir'at al-Thullab fî Tasyil Mawa'iz al-Badî'rifat al-Ahkâm al-Syar'iyyah li Malik al-Wahhab, Tarjuman al-Mustafid, Mawa'iz al-Badî', hingga Kifayat al-Muhtajin ilâ Masyrah al-Muwahhidin al-Qâilin bi Wahdatil Wujud.
Dengan demikian beberapa karya dari Hamzah Fansuri, Nurudin ar Riniri, dan Abdurrouf as-Singkili adalah Syair Burung Unggas, Bustan al-Salatin, dan Mir'at al-Thullab fî Tasyil Mawa'iz al-Badî'rifat al-Ahkâm al-Syar'iyyah li Malik al-Wahhab.