Ketika Portugis berhasil menguasai Malaka pada tahun 1511 dan melakukan monopoli perdagangan di wilayah Selat Malaka, pada saat yang bersamaan Kerajaan Aceh Darussalam juga sedang berkembang menjadi bandar perdagangan yang ramai dan bahkan bersaing dengan Malaka. Portugis menganggap Kesultanan Aceh Darussalam sebagai ancaman terhadap posisi mereka di Malaka. Selama bertahun-tahun lamanya, Portugis menjadi musuh Kesultanan Aceh Darussalam yang saat itu dipimpin Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528). Penyebab terjadinya perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis adalah sebagai berikut.
- Ambisi Portugis yang ingin memonopoli perdagangan di wilayah Aceh.
- Portugis melarang orang-orang Aceh berlayar untuk berdagang melewati Laut Merah.
- Penangkapan kapal-kapal Aceh oleh Portugis.
Untuk mempertahankan diri, kapal-kapal dagang Aceh dilengkapi dengan persenjataan, seperti meriam dan menempatkan prajurit untuk pengawalan. Selain itu, Sultan Ali juga meminta bantuan persenjataan dari Kalikut (India) dan Jepara. Pada tahun 1568, pasukan Kesultanan Aceh Darussalam menyerang Portugis di Malaka. Namun, serangan ini gagal lantaran kekutan militer Portugis lebih tangguh.
Setahun kemudian, Portugis menyerang Aceh, namun dapat digagalkan pasukan Aceh. Rakyat Aceh kembali menyerang Portugis pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Serangan di tahun 1629 itu mampu membuat Portugis di Malaka kewalahan. Pada 1641, kekuasaan Portugis di Malaka melemah seiring kehadiran VOC dari Belanda yang kemudian merebut wilayah itu.
Dengan demikian, rakyat Aceh melakukan perlawanan terhadap salah satu bangsa Eropa yang saat itu berhasil menduduki wilayah Malaka di abad ke XVI, yaitu bangsa Portugis.