Kesultanan Siak Sri Inderapura adalah sebuah Kerajaan Melayu Islam yang pernah berdiri di Kabupaten Siak, Provinsi Riau, Indonesia. Kesultanan ini didirikan di Buantan oleh Raja Kecil dari Pagaruyung bergelar Sultan Abdul Jalil pada tahun 1723, setelah sebelumnya terlibat dalam perebutan tahta Johor.
Ketika masa pemerintahan Muzhaffar Syah, di Siak muncul seorang ulama dari Jazirah Arab bernama Sayid Usman. Ia menikahi puteri Sultan Aminuddin yang masih kerabat istana Siak. Dan ketika Abdul Jalil Muzhaffar Syah pada tahun 1760 turun tahta, tampuk Kerajaan diteruskan oleh Sayid Usman. Sejak itulah, yang memegang pemerintahan di Siak adalah Dinasti Usman. Pada masa Dinasti Sayid (1751) inilah Belanda menyerang Siak. Pada tahun 1784, yang memegang kekuasaan adalah Sultan Sayid Ali Abdul Jalil Saefuddin. Pada masa inilah, Siak mencapai kejayaannya. Hampir semua daerah Sumatera bagian timur dapat dikuasai. Sayid Ali Abdul Jalil Saefuddin memerintah hingga tahun 1811.
Tahun 1864, Kesultanan Siak Sri Inderapura yang berpusat di Riau punya pemimpin baru, Sultan Assyaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syarifuddin atau Sultan Syarif Kasim I. Namun, sang sultan harus menerima kenyataan bahwa kerajaan yang dipimpinnya tidak bisa lagi bergerak leluasa karena kekuasaan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Keterjepitan itu setidaknya sudah muncul sejak era Sultan Assyaidis Syarif Ismail Abdul Jalil Syarifuddin atau Sultan Said Ismail (1827-1864). Pada 1 Februari 1858, ayahanda Sultan Syarif Kasim I terpaksa menandatangani Traktat Siak yang isinya sangat menguntungkan Belanda.
Traktat Siak (1858) adalah konsekuensi keputusan Sultan Said Ismail yang meminta bantuan Belanda untuk mengusir Inggris dari wilayah kekuasaan Kesultanan Siak Sri Inderapura. Belanda menyanggupi permintaan tersebut, tapi tentunya tidak gratis. Dan ternyata, Inggris berhasil diusir. Isi dari traktat ini adalah: otonomi Kerajaan Siak tetap diakui Belanda namun beberapa daerah milik Siak harus diserahkan kepada Belanda, keduabelas kekuasaan Siak itu antara lain: Kota Pinang, Pagarawan, Batu Bara, Badagai, Kualiluh, Panai, Bilah, Asahan, Serdang, Langkat, Temiang, serta Deli. Akibat dari Traktat Siak inilah Siak mengalami kemunduran yang drastis, karena Siak berada di bawah kendali Belanda.
Dengan demikian, faktor penyebab kemunduran Kerajaan Siak adalah adanya penyerangan Belanda terhadap Siak sepeninggalan Jalil Saefuddin. Kemunduran ini ditandai dengan ditandatanganinya Traktat Siak yang berisi penyerahan hampir seluruh kekuasaan Siak pada Belanda karena Belanda berhasil mengusir Inggris dari Siak, dengan demikian Siak berada di bawah naungan Belanda.