Sultan Baabullah atau Baabullah Datu Syah bin Khairun Jamil diangkat menjadi sultan pada 28 Februari 1570 menggantikan ayahnya, Khairun Jamil. Pada pidato pertamanya Sultan Baabullah bersumpah untuk menuntut balas atas kematian ayahnya kepada Portugis. Pidato tersebut juga dianggap sebagai deklarasi jihad di Maluku.
Sebelum melancarkan serangannya Sultan Baabullah mempersiapkan segala keperluan perang serta mengangkat panglima pasukan perang seperti Katarabumi atau Sultan Jailolo, Kapita Kapalaya merupakan pemimpin daerah Sula, Kapita Kalakinka yang merupakan pemimpin Ambon, dan Kapita Rubuhongi. Ditambah dengan bantuan pasukan dari Sultan Tidore sehingga terdapat 120.000 prajurit.
Sultan Baabullah sebelumnya meminta kepada Portugis untuk menyerahkan Lopez de Mosquita untuk diadili namun permintaan itu diabaikan. Dengan hal itu serangan besar-besaran segera di lakukan kepada pihak Portugis, serangan tersebut berhasil membuat Portugis melemah dan hanya menyisakan benteng Gamalamo.
Benteng Gamalamo adalah tempat Lopez de Mosquita berlindung, benteng tersebut tidak langsung di hancurkan oleh Sultan Baabullah karena banyaknya orang Ternate yang ada di dalam benteng tersebut dan telah menikah dengan Portugis. Sehingga Sultan Baabullah memutuskan untuk memblokade benteng Gamalamo dan meminta Gubernur Dioge Lopez de Mosquita di jatuhi hukuman setimpal atas perbuatannya yang telah membunuh ayahnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa benteng yang tidak di hancurkan Sultan Baabullah adalah benteng Gamlamo dengan pertimbangan banyaknya oreng Ternate yang telah menikah dengan orang Portugis yang sedang berlindung di dalam benteng.