Ketimpangan sosial akibat penerapan sistem tanam paksa dan sistem ekonomi liberal di Indonesia menyebabkan tokoh-tokoh humanis Belanda mengkritik pemerintah kolonial Belanda, adalah benar adanya. Hal tersebut nampak pada munculnya golonan humanis Belanda seperti Douwes Dekker, Baron van Hoevel, dan Fransen van de Putte, yang mengecam praktik tersebut karena menimbulkan ketimpangan sosial yakni penderitaan yang diterima oleh rakyat akibat adaya praktik tersebut.
Untuk lebih jelasnya, yuk pahami penjelasan berikut:
Untuk mengatasi defisit keuangan yang menimpa negerinya, pemerintah kolonial Belanda berupaya mencari solusi dengan menerapkan kebijakan tanam paksa (cultuurstelsef). Ide kebijakan tanam paksa dicetuskan oleh seorang anggota golongan konservatif Belanda, yaitu Johannes van den Bosch. Menurut van den Bosch, daerah koloni merupakan tempat yang tepat untuk meraup keuntungan guna membangun negeri induk. Kebijakan tanam paksa dipusatkan pada peningkatan produksi tanaman yang laku di pasar internasional. Untuk mendukung kelancaran sistem ini, lahan yang dipakai adalah lahan milik orang-orang pribumi. Sementara itu, tenaga kerja yang digunakan adalah orang-orang desa di Pulau Jawa yang dibujuk, bahkan dipaksa oleh para penguasa lokal. Dalam perkembanganya, sistem ini mendapat kritikan karena menimbulkan ketimpangan sosial. Ketimpangan sosial tersebut nampak pada banyaknya pekerja yang sakit, timbul kelaparan, bahkan kematian di berbagai daerah. Golongan humanis Belanda yang menyampaikan kritikan terhadap pemerintah kolonial, antara lain Douwes Dekker, Baron van Hoevel, dan Fransen van de Putte. Berkat kritikan mereka, praktik tersebut perlahan dihapuskan.