Pada masa praaksara tingkat lanjut (menjelang berakhirnya masa praaksara), hasil-hasil budaya nenek moyang kita semakin kaya berupa munculnya banyak hasil budaya yang bersifat nonfisik (abstrak). Memang, pada masa bercocok tanam, telah muncul satu bentuk hasil budaya nonfisik berupa kepercayaan animisme dan dinamisme, namun hasil-hasil budaya yang bersifat fisik tetap dominan. Menjelang berakhirnya masa praakasara, itu kepercayaan akan roh-roh nenek moyang dan kekuatan yang melampaui kehidupan manusia semakin matang dan menjadi ritus. Upacara tersebut bertujuan menghormati roh-roh orang yang telah mati dan bahkan menyembah kekuatan supranatural menjadi praktik yang rutin. Bahkan sampai saat ini, masih banyak suku-suku di Indonesia yang masih mengadakan upacara-upacara keagamaan tersebut. Seperti yang bisa di temui di Sumba, terdapat lebih dari separuh penduduk Sumba, Nusa Tenggara Timur memeluk kepercayaan Marapu, yakni kepercayaan pemujaan kepada nenek moyang dan leluhur. Pemujaan terhadap nenek moyang adalah salah satu bentuk tahap-tahap sistem kepercayaan manusia purba atau zaman pra-aksara. Karena kesaktian yang dimilikinya, arwah leluhur menjadi perantara antara manusia dengan Tuhan. Penganut Marapu menyampaikan permohonannya terhadap Tuhan melalui arwah sang leluhur melalui upacara-upacara adat. Pemujaan terhadap nenek moyang ini
Dalam bahasa Sumba, arwah-arwah leluhur disebut Marapu yang artinya adalah ‘yang dipertuan’ atau ‘yang dimuliakan’. Itulah sebabnya agama yang mereka anut juga disebut Marapu. Pemeluk kepercayaan ini meyakini kalau kehidupan di dunia ini hanya sementara. Mereka juga percaya kalau setelah akhir zaman mereka akan hidup kekal di dunia roh yaitu Surga Marapu atau disebut juga Prai Marapu. Selain di Sumba, ditemukan pula di Suku Dayak yang dimana masyarakatnya masih mengenal kepercayaan Dinamisme. Kepercayaan Dinamisme adalah salah satu kepercayaan yang sudah berkembang semenjak zaman praaksara. Suku di Dayak yang memang kebanyakan tidak memiliki agama ataupun menyembah Tuhan, mereka lebih percaya pada suatu benda yang memiliki roh. Hal ini dapat dilihat dari salah satu suku yang ada di Dayak yaitu suku Kaharingan. Suku Kaharingan mempercayai bahwa alam setiap benda di alam sekitar seperti pohon, sungai, dan batu dipenuhi oleh makhluk halus dan roh. Selain itu, mereka juga menganggap burung Enggang sebagai hewan keramat. Hal ini dibuktikan dengan adanya tari Enggang yang dianggap sebagai cara untuk bisa berkomunikasi dengan roh nenek moyang.
Berdasarkan penjelasan di atas maka jawabannya adalah upacara-upacara adat yang ditemui di masyarakat para penganut kepercayaan Marapu di Sumba ternyata diperuntukkan untuk menyampaikan permohonan terhadap tuhan melalui arwah nenek moyang. Pemujaan terhadap nenek moyang ini sudah ditemui semenjak zaman praaksara dengan adanya hasil-hasil kebudayaan seperti dolmen, menhir, sarkofagus yang menjadi pendukung untuk melaksanakan ritual tersebut. Selain pemujaan terhadap nenek moyang adapula pemujaan terhadap benda-benda atau yang dikenal dengan dinamisme. Dinamisme ini ditemui di masyarakat penganut kepercayaan Kaharipan. Suku Kaharipan mempercayai bahwa alam setiap benda di alam sekitar seperti pohon, sungai, dan batu dipenuhi oleh makhluk halus dan roh. Selain itu, mereka juga menganggap burung Enggang sebagai hewan keramat. Hal ini dibuktikan dengan adanya tari Enggang yang dianggap sebagai cara untuk bisa berkomunikasi dengan roh nenek moyang.