Kelahiran Orde Baru dianggap sebagai imbas krisis politik yang terjadi pada masa Demokrasi Terpimpin. Pernyataan tersebut benar.
untuk lebih detailnya, yuk pahami penjelasan berikut:
Naiknya Letnan Jenderal Soeharto ke kursi kepresidenan tidak dapat dilepaskan dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau G 30 S/PKI. Ini merupakan peristiwa yang menjadi titik awal berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno dan hilangnya kekuatan politik PKI dari percaturan politik Indonesia.Peristiwa tersebut telah menimbulkan kemarahan rakyat. Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau, keadaan perekonomian makin memburuk dimana inflasi mencapai 600% sedangkan upaya pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat. Aksi-aksi tuntutan penyelesaian yang seadil-adilnya terhadap pelaku G 30 S/ PKI semakin meningkat. Gerakan tersebut dipelopori oleh kesatuan aksi pemuda-pemuda, mahasiswa dan pelajar (KAPPI, KAMI, KAPI), kemudian muncul pula KABI (buruh), KASI (sarjana), KAWI (wanita), KAGI (guru) dan lain-lain. Kesatuan-kesatuan aksi tersebut dengan gigih menuntut penyelesaian politis yang terlibat G 30 S/PKI, dan kemudian pada tanggal 26 Oktober 1965 membulatkan barisan mereka dalam satu front, yaitu Front Pancasila.
Setelah lahir barisan Front Pancasila, gelombang demonstrasi yang menuntut pembubaran PKI makin bertambah meluas. Dalam perkembangannya, Front Pancasila mempelopori aksi Tri Tuntutan Rakyat (Tritura). Tritura tidak segera dipenuhi ataupun direspons oleh Presiden Sukarno. Akibatnya, aksi unjuk rasa makin gencar dilakukan. Gelombang unjuk rasa yang terus menjalar mengakibatkan bentrokan antara pasukan Cakrabirawa dan massa aksi pada 24 Februari 1966. Bahkan, bentrokan tersebut mengakibatkan insiden berdarah yang menimbulkan jatuh korban, yaitu mahasiswa Universitas Indonesia bernama Arief Rahman Hakim. Maka demi mengamankan dan menstabilkan kondisi di dalam negeri pada 11 Maret 1966, Presiden Sukarno memberi mandat kepada Mayjend Suharto saat itu dengan mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Dalam perkembangannya Supersemar ini merupakan alat legitimasi bagi Suharto untuk mengambil alih pemerintahan. Dapat dikatakan bahwa dalam situasi krisis tersebut, Indonesia mengalami fase transisi pemerintahan dari Demokrasi Terpimpin menuju Orde Baru