VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) merupakan sebuah organisasi perdagangan Belanda yang didirikan pada 20 Maret 1602. VOC dibentuk untuk menghindari persaingan antara sesama pedagang Belanda di Asia. Selain itu, VOC bertujuan untu menyaingi kongsi dagang dari Inggris, Portugis, maupun Spanyol. Pada mulanya, VOC merupakan organisasi yang mengurusi masalah perdagangan Belanda di wilayah Hindia Timur (Indonesia). Namun, dalam perkembangannya VOC bertindak seperti sebuah negara. Dalam menjalankan aktivitasnya, VOC mendapatkan hak oktroi dari pemerintah Belanda. Dengan hak oktroi tersebut, VOC tidak hanya berperan sebagai perusahaan perdagangan, tetapi VOC juga memiliki peran dalam bidang militer dan politik. VOC juga berhasil mengembangkan angkatan lautnya. Keberhasilan tersebut terbukti ketika Angkatan Laut VOC mampu menggeser kekuasaan Portugis di Banten dan Ambon pada 1605. VOC berhasil merebut benteng pertahanan Portugis di Maluku dan mengganti namanya menjadi benteng Victoria.
VOC mengalami kemajuan pesar dalam waktu singkat. Di Indonesia bagian timur, VOC memusatkan kedudukannya di Ambon. Alasan utama VOC bermarkas di Ambon adalah karena Maluku merupakan kepulauan penghasil rempah-rempah utama di Nusantara. Pemimpin tertinggi atau gubernur Jenderal VOC pertama saat itu adalah Pieter Both yang menjabat hingga 1614. Selanjutnya, ada dua gubernur Jenderal lagi selama VOC beribukota di Ambon, yakni Gerard Reyns (1614-1615) kemudian Laurens Reael (1615-1619). Pada tahun 1605, VOC membantu Sultan Baabullah mengusir Portugis dari Maluku. Keberhasilan VOC mengusir Portugis membuka jalan bagi VOC untuk menerapkan monopoli perdagangan di Maluku. Untuk merealisasikan niatnya tersebut, VOC menerapkan beberapa kebijakan seperti hongi tochten, ekstirpasi dan contingenten.
Jan Pieterszoon Coen menjadi gubernur Jenderal VOC ke-4 sekaligus yang terakhir di Ambon. Ia ditunjuk menggantikan Reael yang meletakkan jabatannya lebih cepat karena terlibat beberapa masalah. Coen memiliki visi membangun jaringan perdagangan Inter-Asia. Menurut Coen, lokasi Ambon tidak cukup mendukung untuk mewujudkan ambisinya itu. Maluku memang penghasil utama rempah-rempah, namun letaknya kurang strategis dan jauh dari rute niaga Asia sehingga sulit atau jarang dijangkau oleh kapal-kapal dari berbagai wilayah lain. Coen berpikir Ambon tampaknya sudah tidak ideal lagi untuk dijadikan pusat pemerintahan VOC. Nusantara bagian barat kini justru lebih menggiurkan dan potensial. Maka, Coen menetapkan Jayakarta akan menjadi ibu kota baru VOC. Lokasi Jayakarta dianggap amat strategis dan termasuk jalur perdagangan Asia. Selain itu, Jayakarta dekat dengan Selat Malaka dan Selat Sunda, juga bisa terhubung relatif mudah dengan beberapa pelabuhan besar, seperti Banten, Cirebon, serta sejumlah bandar dagang di Sumatera, Aceh, dan kawasan Malaya. Hal inilah yang membuat VOC kemudian memindahkan kantor dagangnya dari Ambon ke Jayakarta atau Batavia.
Berdasarkan penjelasan di atas, di Indonesia bagian timur VOC memusatkan kedudukannya di Ambon. Pada 1605 VOC membantu Sultan Baabullah mengusir Portugis dari Maluku. Keberhasilan VOC mengusir Portugis membuka jalan bagi VOC untuk menerapkan monopoli perdagangan di Maluku yang direalisasikan dengan menerapkan beberapa kebijakan seperti hongi Tochten, ekstirpasi dan contingenten.