Pada mulanya, hubungan antara kongsi dagang Belanda atau VOC dengan Makassar berjalan baik dengan posisi strategis Makassar memperkuat hubungan tersebut. Akan tetapi ,kebijakan monopoli VOC membuat hubungan tersebut retak. VOC ingin memonopoli perdagangan Malaka-Batavia-Maluku. Melihat gelagat VOC tersebut, Makassar pun berusaha menerobos monopoli VOC yang kerap memicu ketegangan. Pada tahun 1634 VOC memblokade pelabuhan Somba Opu. Akan tetapi usaha ini gagal karena kapal Makassar berukuran kecil sehingga gesit mencari jalur baru. Pada 1654 VOC kembali menyerang Makassar. Penyerangan ini mengalami kegagalan karena rakyat Makassar memberikan perlawanan sengit di bawah pimpinan Sultan Hasanuddin. Selanjutnya, tahun 1666 VOC mengerahkan armada yang besar untuk menaklukan Makassar.
Perlawanan antara rakyat Makassar dan VOC berlangsung sengit. Untuk menghadapi tindakan VOC yang semena-mena, Sultan Hasanudin memperkuat pasukan dengan memerintahkan kerajaan bawahan di Nusa Tenggara untuk mengirimkan prajuritnya. Sedangkan di lain sisi, VOC menggunakan politik devide et impera dengan meminta bantuan Arung Palakka dari Kesultanan Bone yang merupakan seteru Gowa (pada waktu itu Bone berada di bawah kekuasaan Gowa). Arung Palaka menerima permintaan dari VOC dengan alasan ingin membalas kekalahannya atas Gowa-Tallo dan merebut kembali kemerdekaan Bone. Kalah persenjataan, Kesultanan Gowa dapat dikalahkan dan Sultan Hasanuddin tunduk pada Perjanjian Bongaya pada tahun 1667 yang isinya sebagai berikut.
- Makassar harus mengakui monopoli VOC.
- Wilayah Makassar dipersempit hingga tinggal Gowa saja.
- Makassar harus membayar ganti rugi atas peperangan.
- Hasanuddin harus mengakui Aru Palakka sebagai Raja Bone.
- Gowa tertutup bagi orang asing selain VOC.
- Benteng-benteng yang ada harus dihancurkan kecuali Benteng Rotterdam.
Pada awal 1668, Sultan Hasanuddin membatalkan perjanjian Bongaya yang sangat merugikan Gowa-Tallo tersebut. Hal ini memicu penyerangan Arung Palakka terhadap Arung Palakka menyerang benteng Somba Opu dengan kekuatan sekitar 7.000-8.000 pasukan pada tahun 1669. Dalam penyerangan ini, Arung Palakka dapat menaklukan benteng Somba Opu dan Sultan Hasanuddin beserta pasukannya melarikan diri hingga meninggal pada tahun 1670.
Dengan demikian, upaya kerajaan Gowa menghadapi VOC adalah memperkuat pasukan dengan memerintahkan kerajaan bawahan di Nusa Tenggara untuk mengirimkan prajuritnya.