Pengelompokan terhadap golongan tua dan muda ini muncul dalam berbagai buku sejarah terkait Peristiwa Sekitar Proklamasi. Pengelompokkan kedua golongan ini semata sebagai strategi untuk memudahkan memahami Peristiwa Proklamasi. Baik golongan tua maupun muda sepakat bahwa kemerdekaan Indonesia harus segera diproklamasikan.
Golongan tua berpendapat bahwa proklamasi dapat diwujudkan tanpa pertumpahan darah. Mereka mengikuti langkah-langkah legal pembentukan negara yang telah dipersiapkan sejak pembentukan BPUPKI dan PPKI. Sebaliknya, golongan muda menginginkan segera dilaksanakan proklamasi kemerdekaan, bahkan bila harus terjadi pertumpahan darah. Tokoh-tokoh yang sering disebut sebagai golongan tua adalah Soekarno dan Mohammad Hatta, serta para anggota dan pengurus BPUPKI dan kemudian PPKI karena dianggap menjadi anggota lembaga bentukan Jepang.
Di sisi lain, mereka yang dikelompokkan dalam golongan muda adalah para pemuda dan pelajar yang tergabung dalam berbagai kelompok yang sering disebut sebagai kelompok Sukarni, kelompok pelajar, maupun kelompok Kaigun (Angkatan Laut Kekaisaran Besar Jepang). Para pemuda dan pelajar tersebut berasal dari beberapa tempat berkumpul, antara lain Gedung Menteng 31, Markas Prapatan 10, dan Asrama Baperpi di Cikini 71. Beberapa nama yang sering disebut sebagai golongan muda ini, antara lain Sukarni, Chairul Saleh, Yusuf Kunto, dr. Muwardi, Shodanco Singgih, Wikana, Sayuti Melik, Sudiro, BM Diah, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono, Adam Malik, dan Armansyah.
Dengan demikian, golongan muda yang menghendaki kemerdekaan Indonesia agar diproklamasikan di luar PPKI adalah: Sukarni, Chairul Saleh, Yusuf Kunto, dr. Muwardi, Shodanco Singgih, Wikana, Sayuti Melik, Sudiro, BM. Diah, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono, Adam Malik, dan Armansyah.