Pada fase transisi pemerintahan dari Demokrasi Terpimpin menuju Orde Baru, Indonesia mengalami berbagai krisis karena kondisi perekonomian merosot drastis. Harga-harga kebutuhan pokok melambung sehingga rakyat tidak mampu memenuhi kebutuhannya.
Kondisi Indonesia pada 1960-an terutama setelah meletusnya peristiwa G30S/PKI semakin bergejolak. Presiden Sukarno memosisikan Indonesia berlawanan dengan negara-negara Barat. Sikap anti neokolonialisme dan neo-imperialisme menyebabkan Indonesia kehilangan dukungan dari luar negeri di bidang politik dan ekonomi. Sentimen anti-PKI dan anti-Sukarno pun makin berkembang.
Memasuki tahun 1966, terjadi demonstrasi memprotes Presiden Sukarno. Oleh sebab itu, kelompok sipil membentuk kesatuan aksi untuk menuntut penyelesaian masalah yang terjadi. Beberapa kesatuan aksi yang terbentuk pada masa itu adalah Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI), dan Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI). Pada 26 Oktober 1965, berbagai kesatuan aksi tersebut melebur menjadi satu wadah, yaitu Front Pancasila. Selanjutnya, Front Pancasila mengeluarkan tiga tuntutan rakyat atau disebut juga sebagai Tritura. Isi dari Tritura tersebut adalah sebagai berikut.
- Pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya.
- Perombakan kabinet Dwikora.
- Turunkan harga sandang-pangan.
Dengan demikian, untuk mengatasi permasalahan krisis pada masa transisi Demokrasi Terpimpin menuju Orde Baru, kelompok sipil membentuk kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila.