Siddharta Gautama merupakan tokoh yang menemukan ajaran Buddha. Sebelum menemukan pencerahan ia merupakan soerang pangeran dari klan Shakya. Siddharta hidap di dalam lingkungan istana sehingga Gautama hidup di lingkungan kemewahan sebagai seorang pangeran dari sukunya.
Walaupun memiliki segalanya, beliau tidak pernah merasa cukup. Selalu ada sesuatu yang menariknya untuk keluar ke dunia dibalik dinding istananya. Pada suatu saat di jalanan Kapilavastu di usianya yang berada di akhir 20an, Ia menemukan tiga hal sederhana: seorang lelaki yang sakit, seorang lelaki tua, dan mayat yang sedang dibawa ke tempat pembakaran.
Melihat kematian lelaki tersebut memicu berbagai pertanyaan yang membawanya terus mengeksplorasi dan melihat seorang pertapa yang mengundurkan diri dari kehidupan duniawi dan mencari pembebasan dari ketakutan manusia akan kematian dan penderitaan.
Pada usia 29 tahun, Siddharta meninggalkan kerajaannya, istri dan anaknya yang baru lahir untuk menjadi seorang pertapa dan bertujuan untuk menemukan cara untuk menghilangkan penderitaan universal yang dipahaminya sebagai salah satu ciri kehidupan manusia.
Setelah ia keluar dari Istana Sidharta belajar menjadi pendeta selama enam tahun namun belum menemukan jawaban yang memuaskan. Akhirnya Siddharta duduk di bawah pohon Bodhi, bersumpah tidak akan bangun sampai kebenaran yang dicarinya datang dan bermeditasi sampai matahari terbit keesokan harinya. Ia tetap disana selama beberapa hari untuk memurnikan pikirannya, menelaah seluruh hidupnya dan kehidupan sebelumnya di dalam pikiran.
Setelah mencapai pencerahan Sidharta memancar enam sinar Buddha ketika mencapai pencerahan sempurna. Keenam sinar Buddharasmi tersebut adalah warna biru/nila yang artinya bhakti, kuning/pita yang artinya kebijaksanaan dan pengetahuan, merah/lohita artinya kasih sayang dan belas kasih, putih/avadata yang berarti suci, jingga/mangasta yang artinya semangat, dan campuran semua sinar tersebut yang dinamakan prabhasvara.
Dengan demikian, proses Sidharta menemukan pencerahan ajaran Buddha dimulai saat dirinya tidak pernah merasa cukup dalam hal duniawi hingga kemudian dia menempuh proses yang mengantarkannya mencapai pencerahan sempurna.