Sifat magnetik suatu logam ditentukan oleh elektron tak berpasangan. Jika terdapat elektron tak berpasangan, maka logam dikatakan bersifat paramagnetik, sedangkan jika seluruh elektronnya berpasangan, maka logam dikatakan bersifat diamagnetik.
Jumlah elektron tidak berpasangan pada suatu atom dapat ditentukan menggunakan diagram orbital atau diagram elektron, yaitu susunan orbital-orbital dalam satu subkulit.
Pembuatan diagram orbital perlu memerhatikan kaidah Hund. Menurut Hund, pada pengisian orbital-orbital dengan tingkat energi yang sama, yaitu orbital-orbital dalam satu subkulit, mula-mula elektron akan menempati orbital secara sendiri-sendiri dengan spin yang paralel, baru kemudian berpasangan.
- Ti
22Ti : [Ar] 4s2 3d2 ↑↓ ↑ ↑
Jumlah elektron tidak berpasangan = 2
- V
23V : [Ar] 4s2 3d3 ↑↓ ↑ ↑ ↑
Jumlah elektron tidak berpasangan = 3
- Cr
24Cr : [Ar] 4s1 3d5 ↑ ↑ ↑ ↑ ↑ ↑
Jumlah elektron tidak berpasangan = 6
- Mn
25Mn : [Ar] 4s2 3d5 ↑↓ ↑ ↑ ↑ ↑ ↑
Jumlah elektron tidak berpasangan = 5
- Fe
26Fe : [Ar] 4s2 3d6 ↑↓ ↑↓↑ ↑ ↑ ↑
Jumlah elektron tidak berpasangan = 4
Semakin banyak elektron tak berpasangan, makin paramagnetik logam transisinya. Dari kelima logam di atas, Cr mempunyai elektron tak berpasangan paling banyak, sehingga Cr lebih bersifat paramagnetik dibanding logam lainnya.
Jadi, logam transisi atau logam pada ion kompleks yang paling bersifat paramagnetik adalah krom (Cr).