Perdagangan dan konsumsi rempah di sekitar abad ke-14 hingga 16 masehi terutama di Eropa adalah hal yang secara konsumsi memang digemari di samping secara perekonomian terhitung sangat menjanjikan. Akan tetapi, seiring dengan jatuhnya Konstantinopel sebagai pusat perdagangan rempah Eropa kala itu jatuh ke tangan Turki Utsmani, aktivitas perdagangan rempah Eropa dialihkan dengan Kota Lisbon di Portugis sebagai pusat perdagangan rempah lainnya, termasuk Belanda yang turut dalam aktivitas perdagangan di sana.
Akan tetapi, semenjak Belanda dan Spanyol terlibat dalam Perang Delapan Puluh Tahun, terlebih di tahun 1580 Portugis jatuh ke tangan Spanyol, maka aktivitas perdagangan rempah Belanda di Lisbon dipaksa berhenti dan menutup kemakmuran Belanda dari aktivitas perdagangan rempah di sana. Akibatnya, orang-orang Belanda kemudian berusaha sendiri untuk mencari wilayah penghasil rempah dengan melakukan pelayaran samudera, wilayah yang dimaksud kelak adalah Nusantara.
Pada tahun 1595 ketika telah ada catatan dari bahasa Belanda Itinerario karya van Linschoten, seorang yang memuat deskripsi dan penemuan-penemuan Portugis tentang rute pulau rempah, di tahun yang sama di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dan Pieter Dirkszoon Keyser beserta 4 kapal 249 awak kapal dan 64 pucuk meriam, dimulai lah perjalanan ke Nusantara melalui rute Belanda-Pantai Barat Afrika-Tanjung Harapan-Samudera Hindia-Selat Sunda hingga sampai ke Banten pada 27 Juni 1596.
Dengan demikian, kedatangan Belanda ke Banten pada 1596 berada di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dan Pieter Dirkszoon Keyser.