Presiden BJ. Habibie menjabat pada 21 Mei 1998 - 20 Oktober 1999. Pemerintahan BJ. Habibie merupakan masa transisi antara Era Orde Baru menuju Era Reformasi. Berbagai masalah ekonomi dan politik pada masa Orde Baru mengakibatnya banyaknya desakan rakyat agar segera melakukan Reformasi (perubahan drastis untuk mencapai perbaikan dalam segala aspek).
Beberapa langkah yang diambil BJ. Habibie untuk menjawab desakan Reformasi tersebut, adalah merumuskan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1999 tentang Partai Politik, UU Nomor 2 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum, dan UU Nomor 4 tahun 1999 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Maka, pemilupun dilakukan pada 1999 untuk memilih anggota legislatif. Pemilu pada masa ini dikenal dengan banyaknya peserta multipartai dan partisipasi rakyat yang tinggi.
Pemilu 1999 menjadi angin segar bagi berbagai kalangan. Jika selama puluhan tahun di masa orde baru peran Partai Politik dibatasi melalui kebijakan fusi yang hanya mengakomodir dua Partai Politik (PPP dan PDI) dan satu Golongan Karya (Golkar). Pada Pemilu Legislatif 7 Juni 1999 ini tercatat sejumlah 141 Partai Politik mendaftar sebagai peserta pemilu. Dari jumlah tersebut sebanyak 48 Partai dinyatakan lolos sebagai kontestan pemilu.
Antusiasme tidak hanya pada kontestan pemilu, melainkan para pemilih yakni sebanyak 118.158.778. Sebanyak 92, 74% pemilih menggunakan hak pilihnya. Pemilihan dilakukan secara Jujur dan Adil (Jurdil). Terdapat lima partai yang mendominasi perolehan suara yakni PDI Perjuangan, Golkar, PKB, PPP, dan PAN. Pemilu berjalan dengan lancar, tetapi permasalahan baru tampak saat proses perhitungan suara dan pembagian kursi di mana terdapat 27 partai yang menolak penandatanganan hasil pemilu 1999. Yakni Partai Keadilan, PNU, PBI, PDI, Masyumi, PNI Supeni, Krisna, Partai KAMI, PKD, PAY, Partai MKGR, PIB, Partai SUNI, PNBI, PUDI, PBN, PKM, PND, PADI, PRD, PPI, PID, Murba, SPSI, PUMI, PSP, dan PARI.
Dengan demikian, pemilu pada 1999 berjalan dengan lancar diiringi antusiasme masyarakat Indonesia untuk memilih anggota legislatif. Meski demikian, terdapat permasalahan pada saat perhitungan suara dan pembagian kursi, di mana 27 partai menolak penandatanganan hasil pemilu 1999.