Dalam suatu kehidupan politik rakyat (the sosial political sphere), akan selalu ada keterkaitan atau keterhubungan dengan kelompok-kelompok lain ke dalam berbagai macam golongan yang biasanya disebut “kekuatan sosial politik masyarakat”. Kelompok masyarakat tersebut yang merupakan kekuatan politik riil didalam masyarakat, disebut “infrastruktur politik”. Berdasakan teori politik, infrastruktur politik mencakup 5 (lima) unsur atau komponen sebagai berikut :
- Partai politik (political party),
- kelompok kepentingan (interst group),
- kelompok penekan (pressure group),
- media komunikasi politik (political communication media) dan
- tokoh politik (political figure).
Partai politik sebagai institusi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan masyarakat dalam mengendalikan kekuasaan. Hubungan ini banyak dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat yang melahirkannya. Awal kebangkitan orde baru (1966) dalam melakukan pembelahan institusi politik, tetap berpandang bahwa jumlah partai politik yang terlalu banyak tidak menjamin stabilitas politik. Usaha pertama disamping memulihkan partai-partai yang tidak secara resmi dilarang, adalah menyusun undang-undang tentang pemilu yang dianggap sesuai dengan perkembangan masyarakat saat itu. Dan pemilu yang direncanakan dilaksanakan dalam waktu dekat, ternyata baru terlaksana tahun 1971 dengan peserta sebanyak 10 partai politik. (Golkar, Parmusi, NU, PSII, Partai Islam, Parkindo, Partai Katolik, PNI, Murba, dan IPKI).
Dengan demikian, pada era ode baru, sudah mulailah sejarah masa demokrasi Pancasila, namun terdapat sedikit penyimpangan akibat salah penafsiran terhadap hakikat sila ke-4 sehingga mengganggap bahwa Pancasila hanya mengutamakan aktivitas di lembaga eksekutif saja. Inilah yang menyebabkan pada masa orde baru ini demokrasi Pancasila masih agak mirip dengan masa demokrasi terpimpin.