Iklan

Iklan

Pertanyaan

Seorang Ibu dari Warung Kecil

Karya Shoffiyah Lukman

 

 

    Pagi-pagi sekali, pukul 6 pagi, Ibu sudah selesai membersihkan rumah, menyiapkan sarapan lalu membuka warungnya. Ibu memiliki warung yang sederhana, di depannya terdapat toko yang besar. Pagi itu sangat dingin, Ibu menggigil sambil memegangi tangannya. "Ibu sudah buka warung sepagi ini? Biasanya kan buka pukul 7?" komentar Shila sambil memandangi Ibunya yang sedang mengatur barang dagangan. "Tidak apa-apa, setiap hari kan ada pembeli. Jadi Ibu bangun lebih cepat untuk bersiap-siap. Bagaimana kalau Shila membantu Ibu?" kata Ibu lembut. "Baiklah!" angguk Shila sambil membantu Ibu mempersiapkan warung.

    "Baiklah!" angguk Shila sambil membantu Ibu mempersiapkan warung.

    Matahan terbit, Iangit mulai cerah. Ibu dan Shila duduk di belakang dagangan untuk menunggu pembeli. Seseorang mendatangi warung itu. Ibu-ibu separuh baya yang berperawakan kurus.

    "Pagi, Bu Tina. Bisa tidak saya mengarnbil telur dan beberapa bungkus mie? Tetapi saya membayarnya nanti. uang saya belum ada," seru orang itu sambil menunjuk telur dan mie di rak.

    "Mengambil...." gumam Shila judes. Ibu menutup mulut Shila, lalu tersenyum kepada pembeli itu.

     "Silahkan diambil, Bu" ucap Ibu tersenyum ramah. Ibu itu mengangguk tersenyum lalu pergi dengan senang. Shila membaca buku catatan hutang yang selalu ia pegang.

    "Akan ku tulis namanya di sini!" ucap Shila meraih pulpen. Ibu merebutnya dengan cepat.

    "Tidak usah ditulis, Bu Siti itu orang tidak mampu! Biarkan saja," kata Ibu dengan Iembut. Shila merengut sambil menutup buku itu dengan kesal.

    "Baiklah! Aku tidak tahu apa-apa tentang warung!" ucap Shila sambil meninggalkan warung dan masuk ke rumahnya.

    "Permisi. bolehkah saya berbicara sebentar?" tanya seorang wanita yang tiba-tiba sudah berdiri di depan warung. la memakai daster lusuh dan tampak malu-malu.

    "Boleh saja, mau berbicara di sini atau di dalam?" jawab Ibu ramah.

    "Emm, di dalam lebih baik!" kata orang itu lalu mengikuti.

    Ibu masuk rumah. Mereka duduk di ruang tamu. Shila mengintip dari balik pintu

    "Ada apa, Bu? Apakah ada yang bisa saya bantu?" tawar lbu sambil tersenyum.

    "Anak saya sakit, saya tidak punya uang. Saya sudah meminta totong ke banyak orang, tetapi tidak ada yang ingin membantu. Apakah Ibu bersedia untuk meminjamkan uang pada saya? Saya akan membayarnya kalau saya punya uang," jelas Ibu itu sambil menangis tersedu. Ibu memandangnya kasihan.

    "Ya, Bu! Saya akan meminjamkan uang saya. Ibu butuh berapa?" angguk Ibu setuju. "RpI50.000," jawab Ibu itu dengan senang. Ibu mengangguk penuh pengertian, Ialu mencari-cari dompetnya.

    "Ah, dompetku tidak ada di sini. Shila! Bawakan dompet Ibu di kamar, dong! Tolong, ya!" panggil Ibu setengah berteriak. Shila mendesah lalu mengambil dompet Ibu dan memberikannya.

    "Terima kasih, Bu!" ucap orang itu, lalu pergi sambil tersenyum. Ibu mengangguk, lalu menyimpan dompetnya di kantung bajunya.

    "Apa Ibu kenal dengan orang itu?" tanya Shila curiga.

    "Tidak Tetapi Ibu kasihan dengan orang itu. jadi Ibu meminjammya uang." kata Ibu dengan iba. "Ibu percaya begitu saja? Bisa saja dia itu penipu!" seru Shila tiba-tiba.

    "Penipu? jangan buruk sangka, Shila! Kita harus saling membantu, Nak!" bantah Ibu cepat sambil kembali menjaga warung. Shila cemberut sambil duduk di kursi. Ibu melayani pembeli dengan sabar. Shila keluar sambil mengamati pembeli.

    "Bu, saya berutang dulu. ya!"

    "Bu Tina, saya berutang ya, nanti saya bayar!" beberapa pembeli mengatakan itu dan membuat telinga Shila panas. Ibu hanya mengangguk ramah.

    "Ibu! Berapa Iama lagi Ibu mau menerima pembeli yang berutang begitu saja? Ibu harus menulisnya di buku utang. Kalau Ibu tidak rnenulisnya, aku yang akan menulisnya." seru Shila dengan kesal. la kesal sekarang melihat Ibunya yang sangat baik, bahkan terlalu baik.

    "Shila?" seru Ibu dengan kaget. Shila menyambar buku utang dengan kasar, lalu menuliskan semua nama-nama tetangga yang berutang pagi ini.

    "Mengapa Ibu melakukan ini? Apakah Ibu tidak ingin kaya? Ibu tidak bisa terus-terusan membiarkan orang berutang." protes Shila yang berkepribadian keras.

    "Kamu enggak boleh begini, Shila. Kita harus membantu satu sama lain," nasihat Ibu membelai kepala Shila. la merengut kesal.

    "Apa membiarkan orang berutang juga termasuk membaniu? Aku tidak mengerti. Aku tidak pemah mengerti Ibu. Berutang adalah perbuatan tercela," kata Shila merengut.

    Shila berlari masuk ke nunah. lalu membanting pintu kamumya. Ibu melongo dan terdiam di tempatnya "Bagaimana, sih, jalan pikiran Ibu? Aku tidak pernah mengerti. Kami hanyalah keluarga sederhana. Ibu hanya menjual berbagai keperluan sehari- hari di warung, Ayah menjadi guru. Ibu tidak berpenghasilan banyak karena selalu menerima orang yang berutang. Ayah bekerja keras untuk hidup sehari-hari, sedangkan Ibu...." geram Shila berbicara sendiri. Pintu kamarnya diketuk.

    "Shila. kamu harus berprasangka baik." kata Ibu lembut "Prasangka baik? Seperti apa sih. jalan pikiran Ibu? Aku tidak mengeni! Tidak inginkah Ibu untuk kaya?Apa ibu mau terus-terusan dalam kehidupan sepent ini?" tanya Shila bertubi-tubi.

    "Biar untung sedikit yang penting berkah bagi Ibu. Ibu hanya mengikuti kata hati Ibu, yagu senantiasa membantu orang lain. Kita akan mendapat penolongan jika suka membantu." jawab Ibu tersenyum lembut. Mata Shila terbuka lebar.

    "Baiklah. tetapi Ibu juga harus berhatii-hati. Aku pergi sekolah dulu." kata Shila sambil meraih tasnya, lalu berlari menuju sekolah. la masuk siang, jadi setiap pagi ia menjaga warung. Ibu duduk dengan letih, sudah banyak yang berutang di pagi hari.

    Sore harinya Shila pulang sambil berlari-lari Ia melihat anak kecil mengambil makanan di warung milik ibunya. Lalu, anak itu seenaknya pergi. Shila sangat marah lalu mengejar anak itu. Tapi dia berbelok dan Shila kehilangan jejak. la kembali untuk melihat keadaan Ibu.

    "Ibu kemana. sih? Pasti Ibu tidak menjaga warung dengan benar." komentar Shila sambil mendatangi Ibu.

"Uhh..., besok hari Minggu. Aku yang akan menjaga warung dan menagth utang," ujar Shila sambl menyimpan tasnya kesal.

    "Shila....kamu benar-benar ingin menagih utang?" tanya Ibu dengan agak khawatir.

    "Tentu! Ibu ingin kita rugi jawab Shila sambil memandang Ibu dengan tatapan gusar. Ibu hanya menggeleng pelan

    Keesokan paginya Shila menjaga warung dan menatap pembeli dengan galak. Pembeli pertama datang.

    "Saya mau ini, bisakah saya terutang?"

   "Tidak! Bayar sekarang. aku tidak percaya kalau Ibu tidak mempunyai uang!" sambar Shila galak. Ibu itu membelikan uang dengan tidak ikhlas. Shila mengamati orang yang berutang kemarin menuju toko di depan warungnya. Shila mendatanginya.

    "Ibu pasti ingin membeli sesuatu di toko itu karena mempunyai uang! Tetapi kalau mau mengutang, Ibu ke warung saya. Tolong bayar dulu utangnya!" tagih Shila tajam.

    Ibu itu memberikan uang untuk melunasi hutangnya dengan kesal, lalu masuk ke toko. Shila membawa buku utangnya, dan mendatangi rumah-rumah orang yang selalu berutang di warungnya Entah kenapa saking kesalnya. ia tersandung. Shila terpeleset dan jatuh.

    "Aduh!" seru Shila kesakitan la bangkit lalu mengetuk rumah tetangga yang berutang.

    "Tagihan utang Warung Tina!" ucap Shila ketika Ibu itu membuka pintunya. la menatap Shila dingin lalu memberikan uangnya dengan gusar. Shila sudah menagih semua yang berutang. la kembali ke warung dengan senang.

     "Ah..., begini dong! Kan nggaic bakal rugi. Bagus juga ya aku ini, sebagai penagih utang!" Shila memuji diri sendiri sambil tertawa-tawa. Ibu tampak terkulai di kursi. Shila terkejut.

    "Ibu kenapa?" tanya Shila panik. la memegang dahi Ibu, panas sekali. Ibu terkena demam tinggi. Dengan susah payah Shila membawa Ibu ke kainamya.

    "Terima kasih, Shila, untuk bekerja demi Ibu," ucap Ibu sambil tersenyum lirih. Shila sangat panik dan memeluk Ibu.

    "Aduh, bagaimana ini...," gumam Shila keluar untuk mencari pertolongan. Orang yang kemarin meminjam uang Ibu tiba-tiba datang ke warung.

    "Ibumu mana, Nak?" tanyanya ketika melihat Shila.

    "Ibu sedang sakit, sedangkan ayahku pergi," jawab Shila dengan sedih. Perempuan itu terkejut, lalu masuk untuk mencari Ibu. la mengompres Ibu dengan sabar, obat untuk lbu, lalu memberikan Ibu minum. Shila tampak terharu. Orang itu bemarna Bu Tuti.

    "Terima kasih, Bu Tuti!" ucap Shila terharu. 

    "Ini tidak seberapa dibandingkan kebaikan Bu Tina yang telah membantu saya. Ini uang untuk utang saya pada Iburnu. Tapi untuk sekarang saya hanya bisa bayar Rp50.000, sisanya nanti saya bayar secepatnya ya, Nak," kata Bu Tuti sambil memberikan Shila uang dengan rarnah, lalu pergi. Shila menjenguk Ibu di kamar, yang sudah membaik.

    "Bukankah Ibu sudah bilang, ada balasan untuk orang yang suka membantu," ucap Ibu tersenyum. Shila mengangguk setuju.

    "Iya, aku mengerti. Aku bangga mempunyai Ibu sepeni Ibu. Ibu sangat murah hati dan ramah!" seru Shila tersenyum senang sambil memeluk Ibu. Ada balasan untuk orang yang suka membantu, itu kalimat kebenaran dan Shila percaya kalimat itu.

Sumber. KumpulanCerita Anak "10 Naskah Terbaik Lomba Menulis Cerita Anak (LMCA) 2015" 10 Maret 2018

Bagaimana pendapatmu terhadap perilaku tokoh yang terdapat dalam cerpen tersebut?

Bagaimana pendapatmu terhadap perilaku tokoh yang terdapat dalam cerpen tersebut?

Iklan

N. Faizah

Master Teacher

Mahasiswa/Alumni Universitas Suryakancana

Jawaban terverifikasi

Iklan

Pembahasan

Dilihat dari teks cerpen yang berjudul Seorang Ibu dari Warung Kecil karyaShoffiyah Lukman perilaku tokoh yang ditampilkan dalam cerpen tersebut dapat diteladani oleh para pembaca karena sifat ramah dan murah hati, karena sebagai makhluk sosial kita harus memiliki sifatseperti saling membantu danramahdengan sesama.

Dilihat dari teks cerpen yang berjudul Seorang Ibu dari Warung Kecil karya Shoffiyah Lukman perilaku tokoh yang ditampilkan dalam cerpen tersebut dapat diteladani oleh para pembaca karena sifat ramah dan murah hati, karena sebagai makhluk sosial kita harus memiliki sifat seperti saling membantu dan ramah dengan sesama.undefined

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

33

Iklan

Iklan

Pertanyaan serupa

Kalimat yang menunjukkan watak Toni yang tidak sabaran pada kutipan cerpen tersebut adalah ....

2

0.0

Jawaban terverifikasi

RUANGGURU HQ

Jl. Dr. Saharjo No.161, Manggarai Selatan, Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12860

Coba GRATIS Aplikasi Roboguru

Coba GRATIS Aplikasi Ruangguru

Download di Google PlayDownload di AppstoreDownload di App Gallery

Produk Ruangguru

Hubungi Kami

Ruangguru WhatsApp

+62 815-7441-0000

Email info@ruangguru.com

info@ruangguru.com

Contact 02140008000

02140008000

Ikuti Kami

©2024 Ruangguru. All Rights Reserved PT. Ruang Raya Indonesia