Siti D

02 Juni 2024 10:04

Iklan

Siti D

02 Juni 2024 10:04

Pertanyaan

Tantangan dalam kolaborasi ekonomi untuk menyelesaikan sengketa Blok Ambalat adalah a. risiko eskalasi konflik militer b. keterbatasan prinsip-prinsip UNCLOS c. perluasan yurisdiksi ICJ d. kerangka hukum yang tidak jelas e. politik dan keamanan yang mungkin tetap ada

Tantangan dalam kolaborasi ekonomi untuk menyelesaikan sengketa Blok Ambalat adalah

a. risiko eskalasi konflik militer

b. keterbatasan prinsip-prinsip UNCLOS

c. perluasan yurisdiksi ICJ

d. kerangka hukum yang tidak jelas

e. politik dan keamanan yang mungkin tetap ada

Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb

Habis dalam

01

:

15

:

21

:

23

Klaim

1

2

Jawaban terverifikasi

Iklan

Nanda R

Community

09 Juni 2024 03:14

Jawaban terverifikasi

<p>Tantangan dalam kolaborasi ekonomi untuk menyelesaikan sengketa Blok Ambalat mencakup beberapa faktor kompleks yang dapat menghambat upaya penyelesaian damai. Di antara pilihan yang diberikan, berikut adalah tantangan yang paling relevan:</p><p>a. <strong>Risiko eskalasi konflik militer</strong>: Risiko konflik militer antara Indonesia dan Malaysia tetap menjadi ancaman nyata dalam setiap upaya kolaborasi ekonomi. Kedua negara telah menunjukkan kekuatan militer mereka di wilayah yang disengketakan, dan setiap ketegangan yang meningkat dapat dengan mudah mengarah pada konfrontasi militer yang lebih luas.</p><p>b. <strong>Keterbatasan prinsip-prinsip UNCLOS</strong>: United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) menetapkan aturan mengenai batas maritim dan yurisdiksi, namun interpretasi dan penerapan prinsip-prinsip ini bisa bervariasi. Keterbatasan dalam UNCLOS bisa menciptakan kebingungan atau perselisihan lebih lanjut mengenai hak ekonomi dan eksplorasi di wilayah yang disengketakan.</p><p>c. <strong>Perluasan yurisdiksi ICJ</strong>: Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) dapat menyelesaikan sengketa maritim, namun hal ini membutuhkan persetujuan dari kedua belah pihak untuk menyerahkan kasus tersebut ke ICJ. Jika salah satu pihak menolak yurisdiksi ICJ, ini bisa menjadi tantangan besar dalam penyelesaian sengketa secara hukum.</p><p>d. <strong>Kerangka hukum yang tidak jelas</strong>: Ketidakjelasan atau perbedaan interpretasi mengenai hukum internasional dan nasional yang berlaku di wilayah sengketa bisa menghambat kolaborasi ekonomi. Tanpa kerangka hukum yang jelas, sulit untuk mencapai kesepakatan yang adil dan menguntungkan kedua belah pihak.</p><p>e. <strong>Politik dan keamanan yang mungkin tetap ada</strong>: Isu politik dan keamanan domestik masing-masing negara sering kali mempengaruhi kemampuan dan keinginan mereka untuk berkolaborasi. Sentimen nasionalisme, tekanan politik internal, dan ketidakstabilan regional bisa menjadi penghalang besar dalam mencapai kesepakatan ekonomi.</p><p>Di antara pilihan tersebut, yang paling tepat dan relevan adalah:</p><p>a. <strong>Risiko eskalasi konflik militer</strong><br>e. <strong>Politik dan keamanan yang mungkin tetap ada</strong></p><p>Kedua tantangan ini mencerminkan realitas praktis yang dihadapi oleh Indonesia dan Malaysia dalam menyelesaikan sengketa Blok Ambalat melalui kolaborasi ekonomi.</p>

Tantangan dalam kolaborasi ekonomi untuk menyelesaikan sengketa Blok Ambalat mencakup beberapa faktor kompleks yang dapat menghambat upaya penyelesaian damai. Di antara pilihan yang diberikan, berikut adalah tantangan yang paling relevan:

a. Risiko eskalasi konflik militer: Risiko konflik militer antara Indonesia dan Malaysia tetap menjadi ancaman nyata dalam setiap upaya kolaborasi ekonomi. Kedua negara telah menunjukkan kekuatan militer mereka di wilayah yang disengketakan, dan setiap ketegangan yang meningkat dapat dengan mudah mengarah pada konfrontasi militer yang lebih luas.

b. Keterbatasan prinsip-prinsip UNCLOS: United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) menetapkan aturan mengenai batas maritim dan yurisdiksi, namun interpretasi dan penerapan prinsip-prinsip ini bisa bervariasi. Keterbatasan dalam UNCLOS bisa menciptakan kebingungan atau perselisihan lebih lanjut mengenai hak ekonomi dan eksplorasi di wilayah yang disengketakan.

c. Perluasan yurisdiksi ICJ: Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) dapat menyelesaikan sengketa maritim, namun hal ini membutuhkan persetujuan dari kedua belah pihak untuk menyerahkan kasus tersebut ke ICJ. Jika salah satu pihak menolak yurisdiksi ICJ, ini bisa menjadi tantangan besar dalam penyelesaian sengketa secara hukum.

d. Kerangka hukum yang tidak jelas: Ketidakjelasan atau perbedaan interpretasi mengenai hukum internasional dan nasional yang berlaku di wilayah sengketa bisa menghambat kolaborasi ekonomi. Tanpa kerangka hukum yang jelas, sulit untuk mencapai kesepakatan yang adil dan menguntungkan kedua belah pihak.

e. Politik dan keamanan yang mungkin tetap ada: Isu politik dan keamanan domestik masing-masing negara sering kali mempengaruhi kemampuan dan keinginan mereka untuk berkolaborasi. Sentimen nasionalisme, tekanan politik internal, dan ketidakstabilan regional bisa menjadi penghalang besar dalam mencapai kesepakatan ekonomi.

Di antara pilihan tersebut, yang paling tepat dan relevan adalah:

a. Risiko eskalasi konflik militer
e. Politik dan keamanan yang mungkin tetap ada

Kedua tantangan ini mencerminkan realitas praktis yang dihadapi oleh Indonesia dan Malaysia dalam menyelesaikan sengketa Blok Ambalat melalui kolaborasi ekonomi.


Iklan

Salsabila M

Community

23 Juni 2024 02:43

Jawaban terverifikasi

<p>Tantangan dalam kolaborasi ekonomi untuk menyelesaikan sengketa Blok Ambalat adalah:</p><p>e. politik dan keamanan yang mungkin tetap ada</p><p>Penyelesaian sengketa teritorial seperti Blok Ambalat tidak hanya melibatkan aspek hukum dan ekonomi, tetapi juga terkait dengan faktor politik dan keamanan yang kompleks. Konflik politik antara negara-negara yang terlibat dan isu keamanan regional bisa menjadi penghalang serius dalam upaya untuk mencapai kolaborasi ekonomi yang stabil dan berkelanjutan di wilayah tersebut.</p>

Tantangan dalam kolaborasi ekonomi untuk menyelesaikan sengketa Blok Ambalat adalah:

e. politik dan keamanan yang mungkin tetap ada

Penyelesaian sengketa teritorial seperti Blok Ambalat tidak hanya melibatkan aspek hukum dan ekonomi, tetapi juga terkait dengan faktor politik dan keamanan yang kompleks. Konflik politik antara negara-negara yang terlibat dan isu keamanan regional bisa menjadi penghalang serius dalam upaya untuk mencapai kolaborasi ekonomi yang stabil dan berkelanjutan di wilayah tersebut.


Mau pemahaman lebih dalam untuk soal ini?

Tanya ke AiRIS

Yuk, cobain chat dan belajar bareng AiRIS, teman pintarmu!

Chat AiRIS

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

1) Apa perbedaan antara minimal usia kerja dan maksimal usia kerja? Jelaskan! (Jika perlu) 2) Perhatikan kutipan berita berikut! Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materiil UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2023. Hakim konstitusi menyatakan batas usia pelamar kerja tidak termasuk bentuk diskriminasi. "Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan perkara Nomor 35/PUU-XXII/2024 di Gedung MK RI, Jakarta, Selasa (30/7). Permohonan itu menggugat Pasal 35 Ayat (1) yang menyatakan tiap pemberi kerja bisa merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan kerja. Pemohon mempersoalkan isu diskriminasi dalam mendapatkan pekerjaan. Hakim konstitusi Arief Hidayat menyatakan sesuai Pasal 1 Angka 3 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), tindakan diskriminatif apabila terjadi pembedaan yang didasarkan pada agama, suku, ras, etnis, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik. Karena itu, kata Arief, syarat seperti batasan usia, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan bukan merupakan tindakan diskriminatif. "Terlebih, pengaturan mengenai larangan diskriminasi bagi tenaga kerja telah tegas dinyatakan dalam Pasal 5 UU 13/2003 yang menyatakan, 'setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan'," katanya. Namun, satu hakim konstitusi yaitu M Guntur Hamzah punya pendapat berbeda atau dissenting opinion. Guntur berpendapat bahwa permohonan pemohon mestinya dikabulkan sebagian. Menurut dia, bunyi Pasal 35 Ayat (1) dapat diubah dan ditambahkan, sehingga pemberi kerja dilarang mengumumkan lowongan pekerjaan yang mensyaratkan usia, berpenampilan menarik, ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik, kebangsaan atau asal usul keturunan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Guntur menyebut jika dilihat dari segi hukum (sense of legality), pasal yang diuji oleh pemohon secara umum memang sepertinya tidak memiliki persoalan konstitusionalitas. Namun, jika dilihat dari kacamata keadilan (sense of justice), Guntur melihat norma Pasal 35 Ayat (1) potensial disalahgunakan, sehingga membutuhkan penegasan karena sangat bias terkait dengan larangan diskriminasi in casu dalam persyaratan pada lowongan pekerjaan. Menurut dia, Pasal 35 Ayat (10) sangat jelas menimbulkan ketidakpastian hukum (legal uncertainty) bagi para pencari kerja. Khususnya, dalam frasa "merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan" yang diletakkan pada pertimbangan subjektif pemberi kerja. Guntur berpandangan persyaratan hendaknya diletakkan pada kualifikasi dan kompetensi, sehingga tak masalah berapapun usia calon pekerja, sepanjang telah memasuki usia kerja dan memiliki kualifikasi dan kompetensi sesuai formasi atau lowongan pekerjaan dimaksud. Berdasarkan kutipan diatas : • Apa saja penyebab sektor formal hanya dikhususkan anak pemuda usia 18-25 tahun? • Apakah hanya Negara Indonesia saja yang menerapkan batas usia 25 tahun? (Dibandingkan negara lain) Jelaskan situasi! (Jika perlu) • Mengapa batas usia bukan diskriminasi oleh MK dan mengapa batas usia di negara lain cenderung diskriminasi? Jelaskan perbandingannya! (Jika perlu) 3) Apa jadinya kalau batas usia kerja Indonesia dihapus sepenuhnya &amp; merekut tenaga kerja di semua umur? Jelaskan dampaknya!

4

5.0

Jawaban terverifikasi

Saya kira dewasa ini banyak berjumpa dengan yang disebut “Fundamentalisme agama”. Gerakan fundamentalisme agama ini merupakan ideologi yang berdasarkan nilai-nilai agama tertentu. Gerakan fundamentalisme yang berkembang ini memuculkan sifat fanatik dan eksklusif karena menganggap agama lain itu salah. Nilai toleransi pun menjadi hilang sehingga dapat menimbulkan tindak kekerasan antar pemeluk agama. Perilaku seperti ini jelas bertentangan dengan nilai Pancasila, karena nilai-nilai Pancasila telah mengakui berbagai agama dan toleransi sesuai agama dan keyakinan individu. Masalah agama adalah masalah individu yang tidak dapat dipaksakan oleh siapapun bahkan negara sekalipun. Dari wacana tersebut, manakah solusi yang manakah solusi yang bisa dilakukan dalam mengatasi masalah diatas? 1. Masyarakat cenderung pro aktif dalam hal pertahanan dan keamanan 2. Harus bisa mengikuti agama lain agar memahami semua aturan yang berlaku 3. Masyarakat dapat memanfaatkan situasi untuk mengambil keuntungan dari masalah yang ada 4. Mengintesifkan pembelajaran Pancasila di sekolah dengan penekanan pada implementasi nilai-nilai Pancasila. 5. Menerapkan pembiasaan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila kepada peserta didik dengan membuat keyakinan kelas 6. Menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya toleransi dalam masyarakat majemuk melalui iklan layanan masyarakat 7. Mengintensifkan kinerja aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan represif kepada pihak-pihak yang disinyalir sebagai pelaku intoleransi A. 1, 2, 3 B. 2, 3, 4 C. 3, 4, 5 D. 4, 5, 6 E. 5, 6, 7

1

0.0

Jawaban terverifikasi