Toni K

13 Juli 2022 13:00

Iklan

Toni K

13 Juli 2022 13:00

Pertanyaan

Senyum Karyamin ... Mereka tertawa bersama. Mereka, para pengumpul batu itu, memang pandai bergembira dengan cara menertawakan diri mereka sendiri. Dan Karyamin tidak ikut tertawa, melainkan cukup tersenyum. Bagi mereka, tawa atau senyum sama-sama sah sebagai perlindungan terakhir. Tawa dan senyum bagi mereka adalah simbol kemenangan terhadap tengkulak, terhadap rendahnya harga batu, atau terhadap licinnya tanjakan. Pagi itu senyum Karyamin pun menjadi tanda kemenangan atas perutnya yang sudah mulai melilit dan matanya yang berkunang-kunang. Memang, Karyamin telah berhasil membangun fatamorgana kemenangan dengan senyum dan tawanya. Anehnya, Karyamin merasa demikian terhina oleh burung paruh udang yang bolak-balik melintas di atas kepalanya. Suatu kal i, Karyamin ingin membabat burung itu dengan pikulannya. Tetapi niat itu diurungkan karena Karyamin sadar, dengan mata yang berkunang-kunang dia tidak akan berhasil melaksanakan maksudnya. Jadi, Karyamin hanya tersenyum. Lalu bangkit meski kepalanya pening dan langit seakan berputar. Diambilnya keranjang dan pikulan, kemudian Karyamin berjalan menaiki tanjakan. Dia tersenyum ketika menapaki tanah licin yang berparut bekas perosotan tubuhnya tadi. Di punggung tanjakan, Karyamin terpaku sejenak melihat tumpukan batu yang belum lagi mencapai seperempat kubik, tetapi harus ditinggalkannya. Di bawah pohon waru, Saidah sedang menggelar dagangannya, nasi pecel. Jakun Karyamin turun riaik. Ususnya terasa terpi lin. "Masih pagi kok mau pulang, Min?" tanya Saidah. "Sakit?" Karyamin menggeleng, dan tersenyum. Saidah memperhatikan bibirnya yang membiru dan kedua telapak tangannya yang pucat. Setelah dekat, Saidah mendengar suara keruyuk dari perut Karyamin. "Makan, Min?" "Tidak. Beri aku minum saja. Daganganmu sudah ciut seperti itu . Aku tak ingin menambah utang." "lya, Min, iya. Tetapi kamu lapar, kan?'' Karyamin hanya tersenyum sambil menerima segelas air yang disodorkan oleh Saidah. Ada kehangatan menyapu kerongkongan Karyamin terus ke lambungnya. "Makan ya, Min? Aku tak tahan melihat orang lapar. Tak usah bayar dulu. Aku sabar menunggu tengkulak datang. Batumu juga belum dibayarnya, kan?'' Si paruh udang kembali melintas cepat dengan suara mencecet. Karyamin tak lagi membencinya karena sadar, burung yang demikian sibuk pasti sedang mencari makan buat anak-anaknya dalam sarang entah di mana. Karyamin membayangkan anak-anak si paruh udang sedang meringkuk lemah dalam sarang yang dibangun dalam tanah di sebuah tebing yang terlindung. Angin kembali bertiup. Daun-daun jati beterbangan dan beberapa di antaranya jatuh ke permukaan sungai. Daun-daun itu selalu saja bergerak menentang arus karena dorongan angin. "Jadi, kamu sungguh tak mau makan, Min?" tanya Saidah melihat Karyamin bangkit. "Tidak. Kalau kamu tak tahan melihat aku lapar, aku pun tak tega melihat daganganmu habis karena utang-utangku dan kawan-kawan." "lya Min, iya. Tetapi ... " Saidah memutus kata-katanya sendiri karena Karyamin sudah berjalan menjauh. Tetapi Saidah masih sempat melihat Karyamin menoleh kepadanya sambil tersenyum. Saidah pun tersenyum sambil menelan ludah berulang-ulang. Ada yang mengganjal di tenggorokan yang tak berhasil didorongnya ke dalam. Diperhatikannya Karyamin yang berjalan melalui lorong liar sepanjang tepi sungai . Kawan-kawan Karyamin menyeru-nyeru dengan segala macam seloroh cabul. Tetapi Karyamin hanya sekali berhenti dan menoleh sambil melempar senyum. Dikutip dari kumpulan cerpen Senyum Karyamin, Ahmad Tohari Bagaimana konflik yang terdapat dalam cerpen tersebut?

Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb

Habis dalam

00

:

01

:

48

:

09

Klaim

4

1

Jawaban terverifikasi

Iklan

R. Sari

Mahasiswa/Alumni Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

13 September 2022 10:49

Jawaban terverifikasi

<p>Jawaban yang benar adalah konflik yang terdapat dalam cerpen tersebut adalah ketika Karyamin terpaksa meninggalkan tumpukan batu yang belum mencapai seperempat kubik karena merasa lapar hingga bibirnya membiru dan kedua telapak tangannya pucat, namun disisi lain saat Saidah penjual nasi pecel menawarinya untuk makan ia menolak karena hutangnya yang sudah banyak.&nbsp;</p><p>&nbsp;</p><p>Pada teks cerita "Senyum Karyamin" di atas, menggambarkan tokoh Karyamin yang hidup dalam kemiskinan. Ia sendiri bekerja sebagai tukang batu. Konflik pada cerita di atas muncul ketika Karyamin terpaksa meninggalkan tumpukan batu yang belum mencapai seperempat kubik karena merasa lapar hingga bibirnya membiru dan kedua telapak tangannya pucat, namun disisi lain saat Saidah penjual nasi pecel menawarinya untuk makan ia menolak karena hutangnya yang sudah banyak.&nbsp;</p><p>&nbsp;</p><p>Berdasarkan pemaparan diatas, konflik yang terdapat dalam cerpen tersebut adalah ketika Karyamin terpaksa meninggalkan tumpukan batu yang belum mencapai seperempat kubik karena merasa lapar hingga bibirnya membiru dan kedua telapak tangannya pucat, namun disisi lain saat Saidah penjual nasi pecel menawarinya untuk makan ia menolak karena hutangnya yang sudah banyak.</p>

Jawaban yang benar adalah konflik yang terdapat dalam cerpen tersebut adalah ketika Karyamin terpaksa meninggalkan tumpukan batu yang belum mencapai seperempat kubik karena merasa lapar hingga bibirnya membiru dan kedua telapak tangannya pucat, namun disisi lain saat Saidah penjual nasi pecel menawarinya untuk makan ia menolak karena hutangnya yang sudah banyak. 

 

Pada teks cerita "Senyum Karyamin" di atas, menggambarkan tokoh Karyamin yang hidup dalam kemiskinan. Ia sendiri bekerja sebagai tukang batu. Konflik pada cerita di atas muncul ketika Karyamin terpaksa meninggalkan tumpukan batu yang belum mencapai seperempat kubik karena merasa lapar hingga bibirnya membiru dan kedua telapak tangannya pucat, namun disisi lain saat Saidah penjual nasi pecel menawarinya untuk makan ia menolak karena hutangnya yang sudah banyak. 

 

Berdasarkan pemaparan diatas, konflik yang terdapat dalam cerpen tersebut adalah ketika Karyamin terpaksa meninggalkan tumpukan batu yang belum mencapai seperempat kubik karena merasa lapar hingga bibirnya membiru dan kedua telapak tangannya pucat, namun disisi lain saat Saidah penjual nasi pecel menawarinya untuk makan ia menolak karena hutangnya yang sudah banyak.


Iklan

Mau pemahaman lebih dalam untuk soal ini?

Tanya ke AiRIS

Yuk, cobain chat dan belajar bareng AiRIS, teman pintarmu!

Chat AiRIS

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

Assalamu’alaikum Wr. Wb Yang kami hormati bapak dan ibu serta para hadirirn sekalian yang berbahagia. Puji syukur kita sanjungkan kehadirat Allah swt, karena dengan limpahan dan karunia-Nya kita bisa berkumpul di sini. Salawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad saw, karena beliau menyiarkan agama yang haq, yakni agama islam, agama yang diridai oleh Allah swt. Semoga kita sekalian termasuk ke dalam umat-Nya yang diberkahi. Amin ya rabbal alamin. Hadirin sekalian yang berbahagia! Dirasa amat penting sekali jiwa sosial untuk diterapkan di lingkungan keluarga, sanak saudara, bahkan juga di masyarakat luas. Karena dengan jiwa sosial, maka terjalinlah di antara kita saling tolong-menolong, dan kasih sayang. Sehngga orang-orang yang butuh akan pertolongan kita, akan mendapatkan haq-Nya. Perhatikan kalimat berikut! Puji syukur kita sanjungkan kehadirat Allah swt, karena dengan limpahan karuniaNya kita bisa berkumpul di sini. Kalimat tersebut termasuk …. A. salam pembuka B. ucapan terima kasih C. pengenalan topik D. tema E. judul

164

0.0

Jawaban terverifikasi