Apriyani N

13 April 2024 07:36

Iklan

Apriyani N

13 April 2024 07:36

Pertanyaan

Pernyataan berikut ini benar mengenai fungi, kecuali A) Pada reproduksi seksual fungi, setelah karyogami terjadi meiosis menghasilkan spora B) Plasmogami fungi melibatkan peleburan protoplasma dua sel hifa termasuk intinya C) Fungi yang bereproduksi secara seksual mengalami plasmogarni dan karyogami D) Fungi yang tidak diketahui cara reproduksi seksualnya disebut fungi imperfekti E) Fungi memiliki tahap heterokaryotik antara tahap plasmogami dan karyogami

Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb

Habis dalam

02

:

16

:

41

:

07

Klaim

6

2

Jawaban terverifikasi

Iklan

Nanda R

Community

19 Juni 2024 12:41

Jawaban terverifikasi

Pernyataan yang benar mengenai fungi adalah: E) Fungi memiliki tahap heterokaryotik antara tahap plasmogami dan karyogami. Penjelasan: Fungi memiliki siklus hidup yang kompleks dan dapat melibatkan tahapan heterokaryotik, di mana inti sel hifa yang bersatu setelah plasmogami tetap terpisah (heterokaryotik) sebelum terjadi karyogami. Plasmogami adalah tahap awal dalam reproduksi seksual fungi di mana protoplasma (sitoplasma dan inti) dari dua hifa berbeda menyatu. Karyogami adalah tahap selanjutnya di mana inti dari dua hifa yang menyatu bergabung. Setelah karyogami, terjadi meiosis yang menghasilkan spora, bukan sebaliknya. Meiosis terjadi setelah karyogami untuk menghasilkan spora yang kemudian dapat berkembang menjadi individu baru. Pernyataan lainnya yang benar tentang fungi adalah: A) Pada reproduksi seksual fungi, setelah karyogami terjadi meiosis menghasilkan spora. B) Plasmogami fungi melibatkan peleburan protoplasma dua sel hifa termasuk intinya. C) Fungi yang bereproduksi secara seksual mengalami plasmogami dan karyogami. D) Fungi yang tidak diketahui cara reproduksi seksualnya disebut fungi imperfekti. Jadi, jawaban yang tidak benar adalah: E) Fungi memiliki tahap heterokaryotik antara tahap plasmogami dan karyogami.


Iklan

Kevin L

Gold

20 Juli 2024 04:18

Jawaban terverifikasi

Jawaban E menyatakan bahwa fungi memiliki tahap heterokaryotik antara tahap plasmogami dan karyogami. Pernyataan ini salah karena: * Plasmogami adalah proses peleburan protoplasma dua sel hifa, termasuk intinya, tetapi tidak terjadi fusi nukleus. * Karyogami adalah proses fusi nukleus dari dua sel hifa yang berbeda. * Fungi tidak memiliki tahap heterokaryotik yang stabil. Setelah plasmogami, inti dari dua sel hifa hidup berdampingan dalam satu sel tanpa fusi nukleus. Tahap ini disebut dikaryon. * Dikaryon adalah tahap sementara dalam siklus hidup fungi. Setelah periode waktu tertentu, inti dalam dikaryon akan mengalami fusi nukleus dalam proses karyogami. Kesimpulan Jawaban E karena fungi tidak memiliki tahap heterokaryotik yang stabil. Tahap dikaryon hanyalah tahap sementara dalam siklus hidup fungi.


Mau pemahaman lebih dalam untuk soal ini?

Tanya ke Forum

Biar Robosquad lain yang jawab soal kamu

Tanya ke Forum

Roboguru Plus

Dapatkan pembahasan soal ga pake lama, langsung dari Tutor!

Chat Tutor

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

Pernyataan berikut yang benar mengenai contoh, cara hidup dan cara reproduksi seksual Zigomycota adalah .... a. jamur hitam roti, saprofit atau simbiosis, zigospora b. jamur merang, saprofit, menghasilkan zigospora c. jamur kuping, saprofit dan parasit, menghasilkan spora kembar d. jamur champignon, saprofit, dengan zigospora e. jamur tape, saprofit, dengan spora tanpa flagella

10

5.0

Jawaban terverifikasi

Cermatilah teks debat berikut. MODERATOR MOSI : Belakangan ini, kasus kejahatan dengan korban anak-anak di Indonesia meningkat tajam. Berdasarkan data lembaga perlindungan anak pada empat tahun terakhir, tercatat 21,6 juta kasus pelanggaran hak anak. Dari jumlah tersebut, 58 persen di kategorikan sebagai kejahatan *pedofilia. Komnas Perlindungan Anak menyatakan saat ini Indonesia dalam kondisi darurat kekerasan pada anak. Kasus terakhir yang menyita perhatian adalah nasib tragis yang dialami gadis usia 9 tahun di Kalideres, Jakarta Barat. Berbagai reaksi mengemuka atas situasi genting ini. Salah satunya yang belakangan ini keras disuarakan adalah wacana perlunya bentuk hukuman baru, yaitu hukuman kebiri. Kebiri (disebut juga pengebirian atau kastrasi) adalah tindakan bedah dan/atau penggunaan bahan kimia. Oleh beberapa pihak, hukuman ini dipandang akan sangat ampuh mencegah dan menurunkan kejahatan *pedofilia. Namun, sejumlah organisasi hak asasi manusia menentang keras wacana ini. Perlukah hukuman kebiri diberlakukan di Indonesia? TIM PRO (AFIRMATIF) PEMBICARA 1 : Anak merupakan generasi penerus yang akan menentukan warna bangsa di masa yang akan datang. Anak-anak yang sehat, cerdas, dan ceria akan menghasilkan generasi yang berkualitas dan berdaya kompetisi tinggi. Mereka diharapkan mampu membawa negara kita menjadi bangsa yang makmur, jaya, dan terhormat di panggung dunia. Tetapi, bagaimana angan itu akan terwujud, jika anak-anak yang masih kuncup, keceriaannya sudah dicabik-cabik dan dirusak jati dirinya. Bagaimana bisa tumbuh mekar secara maksimal, sementara dalam diri nya terpendam luka dan trauma. Maka, kita harus menjaga aset berharga itu dan tidak membiarkan para *predator berkeliaran. Mereka harus dihentikan, diganjar yang setimpal, dan dibuat takut untuk tidak melakukannya lagi. Maka dari itu, kami sangat setuju dengan wacana penerapan hukuman kebiri kepada para *pedofil atau siapa pun yang telah menghancurkan masa depan anak yang notabene adalah masa depan bangsa kita. Dengan hukuman kebiri, kita berharap para *predator itu akan berpikir seribu kali sebelum melancarkan aksinya. Hukum kebiri ini juga sudah dilakukan di negara maju, seperti Belanda, Jerman, Prancis, dan Belgia. Efektivitas hukuman ini sudah terbukti. Hasil riset di negara Skandinavia menyatakan penerapan kebiri mengurangi tingkat pengulangan kejahatan *pedofilia oleh pelaku yang sama hingga 35%. PEMBICARA 2 : Beberapa pihak mempertanyakan Hak Asasi Manusia (HAM) pelaku. Hukum kebiri tidak akan melanggar HAM. Pasai 28J UUD 1 945 menyatakan bahwa hak asasi seseorang digunakan dengan harus menghargai dan menghormati hak asasi orang lain demi berlangsungnya ketertiban umum dan keadilan sosial. Artinya, hak asasi anak untuk mendapatkan rasa aman perlu dikedepankan, mengingat anak adalah aset bangsa yang perlu dijamin perlindungan dan keamanannya. Dengan demikian, menurut saya, jika memang pelaku tidak menghargai dan menghormati hak asasi orang lain demi terjadinya ketertiban umum, hukuman kebiri tidaklah melanggar HAM. Justru yang seharusnya dilindungi haknya adalah para anak-anak penerus bangsa. Pasal 20 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. lni adalah salah satu bentuk konkret tanggung jawab pemerintah dalam memberantas kejahatan terhadap anak yang sangat marak sekarang ini. Jadi dalam kasus ini, kita tidak perlu menjadikan polemik tentang hak asasi manusia. Akan di bawa ke mana bangsa ini kalau generasi mudanya sudah dirusak dan membiarkannya terus terjadi atas nama HAM? PEMBICARA 3 : Menanggapi wacana penerapan hukuman kebiri ini, ada sejumlah pihak yang keberatan dengan pertimbangan dampak yang akan dialami oleh pelaku. Mereka menawarkan sistem rehabilitasi sebagai solusi yang lebih tepat. Menurut saya, pihak yang seharusnya perlu dibela adalah korban, bukan pelaku. Apalagi dalam konteks ini, korban adalah anak di bawah umur. Hal lain yang berkaitan adalah penerapan hukuman kebiri bersifat ultimum remedium, yang artinya 'kalau tidak mau dikebiri, ya jangan melakukannya'. Saya rasa hal ini sama halnya dengan hukuman mati yang di berlakukan pada pengguna nar*koba. Salah satu pertimbangan hukuman mati bisa diberlakukan adalah karena nar*koba telah mengambil alih masa depan penggunanya. Kejahatan *pedofilia pada hakikatnya berkaitan dengan kemampuan pengendalian dorongan biologis. Selama dorongan itu ada, kemungkinan untuk melakukannya tetap terjadi. Saya yakin, semua orang tua yang memiliki anak di bawah umur pasti akan mendukung hukuman kebiri karena mereka akan membayangkan jika hal tersebut menimpa anaknya. TIM KONTRA/OPOSISI PEMBICARA 1 : Hukuman kebiri tidak akan mempunyai dampak efektif untuk mengurangi kejahatan *pedofilia jika dijadikan sebagai hukuman utama tanpa ada pidana lain dan rehabi*litasi mental. Pengebirian hanya akan menyiksa kondisi mental si pelaku kejahatan, bukan malah mengobati mentalnya. Di samping itu, perlu kita ketahui bahwa ketiadaan testosteron setelah pengebirian akan menimbulkan gejala fisik, seperti kegemukan, impotensi, dan tentunya kemandulan. Dengan demikian, pengebirian dapat dikatakan melanggar hak konstitusional si pelaku. Oleh karena itu, hukuman kebiri ini perlu ditinjau ulang penerapannya. Alangkah lebih baiknya apabila pelaku kejahatan sek*sual diberi sistem pemidanaan rehabi*litasi. Hal tersebut membuat pelaku terbantu, tetapi hak atas tubuhnya tidak dilanggar. PEMBICARA 2 : Menurut hemat saya, hukuman kebiri tidaklah tepat untuk dijalankan. Pertama, hukuman kebiri mungkin akan mengurangi hormon si pelaku. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa pele-cehan tidak melulu terkait secara biologis. Apabila seseorang dikebiri, mungkin si pelaku akan menggunakan motif lain untuk melakukan pele-cehan. Jadi, hukuman kebiri tidak menjamin pelaku akan jera. Kedua, kebiri merupakan pelanggaran oleh pemerintah terhadap hak konstitusional si pelaku untuk bereproduksi sebagaimana diatur dalam Pasal 28b ayat (1). H ukuman kebiri juga melanggar Konvensi lnternasional tentang Anti Penyiksaan yang telah disahkan oleh DPR melalui UU No. 5 tahun 1998 yang pada intinya melarang hukuman kekerasan yang permanen. Lalu, adanya hukuman kebiri menandakan bahwa hukum pidana kita tidak bersemangatkan untuk merehabilitasi atau membuat si pelaku menjadi orang yang baik, tetapi berprinsipkan balas dendam yang tidak mutlak efektif. PEMBICARA 3 : Benar bahwa banyak negara telah menerapkan sanksi kastrasi atau kebiri untuk pelaku kejahatan *pedofilia. Namun, hal itu tak berarti bahwa kebiri merupakan hukuman yang paling efektif menekan kejahatan *pedofilia. Kecaman dari Amnesty International merupakan bentuk kritik terhadap hukuman kastrasi yang justru menciptakan masalah baru. Amnesty International menyebut bahwa setiap tindak kejahatan harus di hukum dengan cara yang sesuai dengan Deklarasi HAM Universal. Selain bertentangan dengan semangat DUHAM, pengebirian pun tidak lantas membawa dampak yang signifikan bagi korban. Mengebiri pelaku bukan jalan keluar yang adil bagi korban. Tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiri dan berkurangnya kejahatan *pedofilia anak. Oleh karena itu, pengebirian merupakan respons yang emosional dan bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan yang hakiki. Akan lebih baik jika pelaku diperlakukan seperti pelaku kejahatan yang mengalami gangguan jiwa. Maksudnya, pelaku diberikan pidana kurungan disertai terapi kejiwaan sehingga pelaku dapat sadar bahwa penyimpangan yang dilakukannya adalah hal yang salah dan pelaku tersebut dapat menjadi orang normal kembali. Dengan begitu, negara sukses dalam menjaga ketertiban umum dan memberikan pelajaran bagi warganya yang pernah melakukan kejahatan. MODERATOR Pemberian hukuman yang keras dan memberi efek jera kepada para pelaku kejahatan sek*sual terhadap anak-anak perlu segera diterapkan. Hukuman kebiri bisa dipilih sebagai salah satu bentuk hukuman kepada para *predator anak-anak yang belakangan ini semakin merajalela. Namun, penerapan hukuman itu perlu mempertimbangkan aspek lain selain dari sisi korban yang dirugikan. Jangan sampai penerapan suatu hukuman bertentangan dengan hukum yang lebih hakiki. Apakah isu yang di perbincangkan dalam perdebatan tersebut?

20

0.0

Jawaban terverifikasi

Iklan

Perhatikan teks di bawah ini untuk menjawab soal nomor 1 sampai nomor 4. Dunia sepakbola Indonesia bagai dihantam badai yang tak berkesudahan. Setelah melanggar regulasi FIFA (Federation lnternationale de Football Association) karena pemerintah melakukan intervensi terhadap PSSI pada musim 2011 - 2012, kini hadir kembali isu pengaturan skor yang diduga melibatkan eksekutif PSSI dan perangkat pertandingan, termasuk wasit. Tingginya tingkat kasus bernada negatif yang melanda sepakbola negeri ini sejalan dengan minimnya prestasi Indonesia dalam kancah internasional, baik Timnas Indonesia maupun klub yang berlaga di AFC Cup ataupun AFC Champions Cup. Dilihat dari grafik timnas Indonesia di level dunia sejak 1993 (tahun dimulainya survei) hingga 2019, dunia persepakbolaan Indonesia menunjukkan tren negatif. Antusiasme yang ditunjukkan masyarakat pun turun melihat sepakbola Indonesia yang carut - marut dan nirgelar. Sikap skeptis kerap kali muncul saat membicarakan sepakbola Indonesia. Publik terkesan lebih menyukai pembicaraan mengenai liga - liga Eropa seperti EPL (English Premier League), La Liga, Bundesliga, dan Ligue 1. Saat diskusi diarahkan ke liga Indonesia antusiasme diskusi meredup, persis yang terjadi di ltalia pada tahun 2006. Dahulu, ltalia mempunyai liga dengan nilai komersial tertinggi di dunia. Diisi dengan pemain - pemain top dunia seperti Ronalda Nazario (lnternazionale), Paulo Maldini (AC Milan), dan David Trezeguet (Juventus), publik seakan terpukau dengan kualitas permainan tim - tim Serie A (liga kasta tertinggi ltalia). Namun, sejak skandal pengaturan skor (Calciopoli) terkuak di Serie A, kepercayaan publik meredup. Secara cepat, tingkat komersialisasi Serie A disalip oleh liga lnggris yang melakukan "ekspansi" bisnis besar- besaran, La Liga yang menghadirkan dua pemain terbaik dunia dengan bumbu rivalitas diatasnya, dan Bundesliga yang kerap memberikan kejutan di tiap laga kontinental, baik Europe League maupun Champions League. Gejolak perpolitikan sepakbola yang sulit ditarik akar masalahnya menjadi sebab musabab kacaunya dunia sepakbola di Indonesia terjadi. Jika mengamati isu belakangan, salah satu acara talkshow Mata Najwa mengangkat tema "Revolusi PSSI". Alasan dibalik timbulnya gerakan revolusi ini tak lain adalah PSSI yang kini memegang hak dan kewajiban sebagai regulator sepakbola Indonesia, dianggap tidak mampu memajukan prestasi liga dan Timnas Indonesia. Publik semakin gerah ketika mengetahui bahwa terdapat conflict of interest dari para executive coordinator atau exco yang menguasai aset tim di Liga 1 Indonesia. Dikarenakan governing body PSSI yang tidak dapat diintervensi oleh pemerintah, penyelesaian konflik kerap lebih suiit. Lalu bagaimanakah strategi memajukan persepakbolaan Indonesia dengan cara yang sustainable seperti liga - liga Eropa ? mari kita ulas dalam pendekatan ekonomi dan manajemen. Untuk mengembangkan sepakbola dalam segi ekonomi, kita tidak dapat secara langsung menerapkan teori ekonomi klasik untuk mengatasi masalah - masalah yang ada, seperti supply- demand pemain sepakbola, market value suatu klub dan ticketing suatu pertandingan sepakbola. Perlu dilakukan pendekatan yang berbeda, dikarenakan ekonomi sepakbola memiliki struktur yang asimetris, inelastis, dan terkadang irasional (Terekli, 2018). Dalam ekonomi sepakbola, klub, pemain, dan fans hanyalah sebagian dari "orchestra untuk menghasilkan musik berkualitas'~ Di sisi lain, pendapatan dari varia bel yang ada, seperti tiket dan penjualan merchandise, sponsor, pembayaran live broadcast, dan pasar taruhan menunjukkan bahwa sepakbola adalah pekerjaan yang profesional. Performa pemain dan klub di lapangan perlu dicatat sebagai hal terpenting yang berkorelasi dengan kesuksesan ekonomis. Transparansi finansial juga perlu dikedepankan untuk menghasilkan good governance policy. Transparansi finansial berupa data finansial suatu klub dan statistik finansial liga di Indonesia belum diterapkan karena masyarakat atau pihak- pihak terkait tidak dapat diakses secara publik. Setelah menganalisis elemen - elemen yang penting dalam pengembangan ekonomi sepakbola, tahap - tahap yang mantap atau distinguished juga perlu diterapkan. Hal ini dikarenakan kemajuan yang berkelanjutan tidak dapat hadir dalam semalam. Mengutip perkataan Prof.Dr.Simon Chadwick dalam tulisan Amal Ganesha (2014), fase perkembangan industri olahraga dimulai dari amatir, profesional, lalu komersialisasi. Di Indonesia, pengembangan pemain muda yang sudah cukup baik (dilihat dari prestasi Timnas Indonesia U-16 hingga U - 23) tidak dijembatani secara serius oleh klub - klub di Indonesia, sehingga saat fase profesional di klub, pemain muda Indonesia sulit berkembang dan kalah bersaing dengan pemain impor dari Brazil, Spanyol, Jepang, dan lainnya. Selain elemen pertama yaitu pemain, ada juga elemen kedua yang penting, yaitu infrastruktur. lnfrastruktur, seperti kualitas lapangan dan fasilitas pendukung ruang ganti dan bangku tim cadangan dan jajaran pelatih berpengaruh pula dalam menunjang kualitas permainan. Riset membuktikan (De Bosscher et all 2009). bahwa semua good performers dalam dunia olahraga memiliki standar infrastruktur olahraga yang sangat baik. Di Negara berkembang beriklim tropis seperti Brazil, lapangan sepakbola dibuat rata dan memiliki kualitas rumput yang baik. Ketiga, klub perlu melakukan langkah independensi dengan perlahan lepas dari bantuan finansial pemerintah daerah. Di Belanda, lnggris, Spanyol, Jerman, dan ltalia, klub - klub sudah lepas dari bantuan pemerintah daerah. Shifting dari public sector football club menjadi private sector football club memberikan pintu bagi klub untuk mandiri, seperti meraih sponsor dengan memperlihatkan kualitas permainan sehingga mampu bersaing di Liga. Terakhir dan paling utama adalah menciptakan engagement ke para supporter. Di Indonesia, supporter tidaklah menjadi suatu masalah karena Indonesia menempati peringkat kedua dunia dalam persentase penggemar sepakbola terbesar di dunia dengan 77 persen. Indonesia hanya kalah dari Nigeria yang mencapai 83 persen. Dengan estimasi penduduk berjumlah 264 juta pada 2017, pangsa pasar penggemar sepakbola Indonesia adalah yang terbesar di dunia. Pegiat sepakbola dan pemerintah perlu meningkatkan kembali animo masyarakat Indonesia terhadap sepakbola Indonesia dengan menyuguhkan sepakbola indah yang mampu bersaing di ranah internasional. Demikian, realistis atau utopis, kini tergantung kepada governing body PSSI yang memiliki kuasa dalam regulasi sepakbola Indonesia. Publik memiliki andil yang besar dalam menekan PSSI untuk merevolusi dirinya sendiri, karena alasan lex specialis. Namun, jika s-udah tidak ada cara lain, lex sportive semestinya patut dilaksanakan demi menciptakan governing body yang mengerti akan pentingnya komersialisasi sepakbola Indonesia yang berdampak pada hajat orang banyak ini. 4. Pernyataan yang TIDAK MENDUKUNG berdasar- kan paragraf 4 adalah .... A. Dalam ekonomi sepakbola, klub, pemain, dan fans hanyalah sebagian dari "orchestra untuk menghasilkan musik berkualitas" B. Transparansi finansial perlu dikedepankan untuk menghasilkan good governance policy C. Pendapatan dari tiket dan penjualan merchandise, sponsor, pembayaran jive broadcast, dan pasar taruhan menunjukkan bahwa sepakbola adalah pekerja an yang profesional D. Performa pemain dan klub di lapangan perlu dicatat sebagai hal terpenting yang berkorelasi dengan kesuksesan ekonomis E. Transparansi finansial berupa data finansial suatu klub dan statistik finansial liga di Indonesia sudah diterapkan karena masyarakat atau pihak - pihak terkait dapat diakses secara publik

26

5.0

Jawaban terverifikasi

Cermatilah teks debat berikut. MODERATOR MOSI : Belakangan ini, kasus kejahatan dengan korban anak-anak di Indonesia meningkat tajam. Berdasarkan data lembaga perlindungan anak pada empat tahun terakhir, tercatat 21,6 juta kasus pelanggaran hak anak. Dari jumlah tersebut, 58 persen di kategorikan sebagai kejahatan *pedofilia. Komnas Perlindungan Anak menyatakan saat ini Indonesia dalam kondisi darurat kekerasan pada anak. Kasus terakhir yang menyita perhatian adalah nasib tragis yang dialami gadis usia 9 tahun di Kalideres, Jakarta Barat. Berbagai reaksi mengemuka atas situasi genting ini. Salah satunya yang belakangan ini keras disuarakan adalah wacana perlunya bentuk hukuman baru, yaitu hukuman kebiri. Kebiri (disebut juga pengebirian atau kastrasi) adalah tindakan bedah dan/atau penggunaan bahan kimia. Oleh beberapa pihak, hukuman ini dipandang akan sangat ampuh mencegah dan menurunkan kejahatan *pedofilia. Namun, sejumlah organisasi hak asasi manusia menentang keras wacana ini. Perlukah hukuman kebiri diberlakukan di Indonesia? TIM PRO (AFIRMATIF) PEMBICARA 1 : Anak merupakan generasi penerus yang akan menentukan warna bangsa di masa yang akan datang. Anak-anak yang sehat, cerdas, dan ceria akan menghasilkan generasi yang berkualitas dan berdaya kompetisi tinggi. Mereka diharapkan mampu membawa negara kita menjadi bangsa yang makmur, jaya, dan terhormat di panggung dunia. Tetapi, bagaimana angan itu akan terwujud, jika anak-anak yang masih kuncup, keceriaannya sudah dicabik-cabik dan dirusak jati dirinya. Bagaimana bisa tumbuh mekar secara maksimal, sementara dalam diri nya terpendam luka dan trauma. Maka, kita harus menjaga aset berharga itu dan tidak membiarkan para *predator berkeliaran. Mereka harus dihentikan, diganjar yang setimpal, dan dibuat takut untuk tidak melakukannya lagi. Maka dari itu, kami sangat setuju dengan wacana penerapan hukuman kebiri kepada para *pedofil atau siapa pun yang telah menghancurkan masa depan anak yang notabene adalah masa depan bangsa kita. Dengan hukuman kebiri, kita berharap para *predator itu akan berpikir seribu kali sebelum melancarkan aksinya. Hukum kebiri ini juga sudah dilakukan di negara maju, seperti Belanda, Jerman, Prancis, dan Belgia. Efektivitas hukuman ini sudah terbukti. Hasil riset di negara Skandinavia menyatakan penerapan kebiri mengurangi tingkat pengulangan kejahatan *pedofilia oleh pelaku yang sama hingga 35%. PEMBICARA 2 : Beberapa pihak mempertanyakan Hak Asasi Manusia (HAM) pelaku. Hukum kebiri tidak akan melanggar HAM. Pasai 28J UUD 1 945 menyatakan bahwa hak asasi seseorang digunakan dengan harus menghargai dan menghormati hak asasi orang lain demi berlangsungnya ketertiban umum dan keadilan sosial. Artinya, hak asasi anak untuk mendapatkan rasa aman perlu dikedepankan, mengingat anak adalah aset bangsa yang perlu dijamin perlindungan dan keamanannya. Dengan demikian, menurut saya, jika memang pelaku tidak menghargai dan menghormati hak asasi orang lain demi terjadinya ketertiban umum, hukuman kebiri tidaklah melanggar HAM. Justru yang seharusnya dilindungi haknya adalah para anak-anak penerus bangsa. Pasal 20 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. lni adalah salah satu bentuk konkret tanggung jawab pemerintah dalam memberantas kejahatan terhadap anak yang sangat marak sekarang ini. Jadi dalam kasus ini, kita tidak perlu menjadikan polemik tentang hak asasi manusia. Akan di bawa ke mana bangsa ini kalau generasi mudanya sudah dirusak dan membiarkannya terus terjadi atas nama HAM? PEMBICARA 3 : Menanggapi wacana penerapan hukuman kebiri ini, ada sejumlah pihak yang keberatan dengan pertimbangan dampak yang akan dialami oleh pelaku. Mereka menawarkan sistem rehabilitasi sebagai solusi yang lebih tepat. Menurut saya, pihak yang seharusnya perlu dibela adalah korban, bukan pelaku. Apalagi dalam konteks ini, korban adalah anak di bawah umur. Hal lain yang berkaitan adalah penerapan hukuman kebiri bersifat ultimum remedium, yang artinya 'kalau tidak mau dikebiri, ya jangan melakukannya'. Saya rasa hal ini sama halnya dengan hukuman mati yang di berlakukan pada pengguna nar*koba. Salah satu pertimbangan hukuman mati bisa diberlakukan adalah karena nar*koba telah mengambil alih masa depan penggunanya. Kejahatan *pedofilia pada hakikatnya berkaitan dengan kemampuan pengendalian dorongan biologis. Selama dorongan itu ada, kemungkinan untuk melakukannya tetap terjadi. Saya yakin, semua orang tua yang memiliki anak di bawah umur pasti akan mendukung hukuman kebiri karena mereka akan membayangkan jika hal tersebut menimpa anaknya. TIM KONTRA/OPOSISI PEMBICARA 1 : Hukuman kebiri tidak akan mempunyai dampak efektif untuk mengurangi kejahatan *pedofilia jika dijadikan sebagai hukuman utama tanpa ada pidana lain dan rehabi*litasi mental. Pengebirian hanya akan menyiksa kondisi mental si pelaku kejahatan, bukan malah mengobati mentalnya. Di samping itu, perlu kita ketahui bahwa ketiadaan testosteron setelah pengebirian akan menimbulkan gejala fisik, seperti kegemukan, impotensi, dan tentunya kemandulan. Dengan demikian, pengebirian dapat dikatakan melanggar hak konstitusional si pelaku. Oleh karena itu, hukuman kebiri ini perlu ditinjau ulang penerapannya. Alangkah lebih baiknya apabila pelaku kejahatan sek*sual diberi sistem pemidanaan rehabi*litasi. Hal tersebut membuat pelaku terbantu, tetapi hak atas tubuhnya tidak dilanggar. PEMBICARA 2 : Menurut hemat saya, hukuman kebiri tidaklah tepat untuk dijalankan. Pertama, hukuman kebiri mungkin akan mengurangi hormon si pelaku. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa pele-cehan tidak melulu terkait secara biologis. Apabila seseorang dikebiri, mungkin si pelaku akan menggunakan motif lain untuk melakukan pele-cehan. Jadi, hukuman kebiri tidak menjamin pelaku akan jera. Kedua, kebiri merupakan pelanggaran oleh pemerintah terhadap hak konstitusional si pelaku untuk bereproduksi sebagaimana diatur dalam Pasal 28b ayat (1). H ukuman kebiri juga melanggar Konvensi lnternasional tentang Anti Penyiksaan yang telah disahkan oleh DPR melalui UU No. 5 tahun 1998 yang pada intinya melarang hukuman kekerasan yang permanen. Lalu, adanya hukuman kebiri menandakan bahwa hukum pidana kita tidak bersemangatkan untuk merehabilitasi atau membuat si pelaku menjadi orang yang baik, tetapi berprinsipkan balas dendam yang tidak mutlak efektif. PEMBICARA 3 : Benar bahwa banyak negara telah menerapkan sanksi kastrasi atau kebiri untuk pelaku kejahatan *pedofilia. Namun, hal itu tak berarti bahwa kebiri merupakan hukuman yang paling efektif menekan kejahatan *pedofilia. Kecaman dari Amnesty International merupakan bentuk kritik terhadap hukuman kastrasi yang justru menciptakan masalah baru. Amnesty International menyebut bahwa setiap tindak kejahatan harus di hukum dengan cara yang sesuai dengan Deklarasi HAM Universal. Selain bertentangan dengan semangat DUHAM, pengebirian pun tidak lantas membawa dampak yang signifikan bagi korban. Mengebiri pelaku bukan jalan keluar yang adil bagi korban. Tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiri dan berkurangnya kejahatan *pedofilia anak. Oleh karena itu, pengebirian merupakan respons yang emosional dan bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan yang hakiki. Akan lebih baik jika pelaku diperlakukan seperti pelaku kejahatan yang mengalami gangguan jiwa. Maksudnya, pelaku diberikan pidana kurungan disertai terapi kejiwaan sehingga pelaku dapat sadar bahwa penyimpangan yang dilakukannya adalah hal yang salah dan pelaku tersebut dapat menjadi orang normal kembali. Dengan begitu, negara sukses dalam menjaga ketertiban umum dan memberikan pelajaran bagi warganya yang pernah melakukan kejahatan. MODERATOR Pemberian hukuman yang keras dan memberi efek jera kepada para pelaku kejahatan sek*sual terhadap anak-anak perlu segera diterapkan. Hukuman kebiri bisa dipilih sebagai salah satu bentuk hukuman kepada para *predator anak-anak yang belakangan ini semakin merajalela. Namun, penerapan hukuman itu perlu mempertimbangkan aspek lain selain dari sisi korban yang dirugikan. Jangan sampai penerapan suatu hukuman bertentangan dengan hukum yang lebih hakiki. Apakah argumen yang disampaikan kelompok afirmatif untuk mendukung tesisnya?

12

5.0

Jawaban terverifikasi