Jihan N

19 September 2024 12:11

Iklan

Jihan N

19 September 2024 12:11

Pertanyaan

menurut pendapat kamu Dewan Pers pada masa Orde Baru apakah sudah sesuai dengan kebijakan atau regulasi pers yang ada ?

Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb

Habis dalam

01

:

20

:

49

:

03

Klaim

4

1

Jawaban terverifikasi

Iklan

Rendi R

Community

20 September 2024 00:18

Jawaban terverifikasi

<p>Pada masa <strong>Orde Baru</strong>, kebijakan dan regulasi pers di Indonesia dikontrol dengan sangat ketat oleh pemerintah. Dewan Pers, yang seharusnya menjadi lembaga independen untuk mengawasi kebebasan dan etika jurnalistik, pada kenyataannya seringkali tidak bisa berfungsi dengan optimal karena tekanan dari pemerintah.</p><p>Berikut adalah analisis apakah Dewan Pers pada masa Orde Baru sesuai dengan kebijakan atau regulasi pers yang ada:</p><p><strong>Fungsi Dewan Pers Sesuai Regulasi, tetapi Tidak Independen</strong>:</p><ul><li>Secara hukum, Dewan Pers didirikan berdasarkan <strong>Undang-Undang No. 11 Tahun 1966</strong> tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers, yang dimaksudkan untuk menjamin kebebasan pers dan meningkatkan kualitas jurnalisme di Indonesia. Namun, selama masa Orde Baru, fungsi Dewan Pers ini lebih banyak diarahkan dan dikontrol oleh pemerintah.</li><li>Pemerintah Orde Baru menggunakan <strong>Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP)</strong> sebagai alat kontrol terhadap media massa. Setiap media harus mendapatkan izin dari Departemen Penerangan, dan pemerintah memiliki kewenangan untuk mencabut izin ini kapan saja jika dianggap tidak sesuai dengan kepentingan penguasa. Hal ini membatasi peran Dewan Pers untuk melindungi kebebasan pers.</li></ul><p><strong>Kontrol Ketat Terhadap Media</strong>:</p><ul><li>Di bawah pemerintahan Orde Baru, ada regulasi yang memperkuat kontrol pemerintah atas pers. Salah satunya adalah <strong>UU No. 21 Tahun 1982</strong> yang merupakan amandemen dari UU No. 11 Tahun 1966, yang memperketat pengawasan pemerintah terhadap pers. Dewan Pers tidak dapat menjalankan peran yang efektif dalam mengadvokasi kebebasan pers karena sangat tergantung pada pemerintah.</li><li>Dewan Pers menjadi lebih sebagai alat pemerintah untuk mengontrol pers dibanding sebagai lembaga independen yang melindungi kebebasan berekspresi dan kebebasan pers.</li></ul><p><strong>Penerapan Sensor dan Pengawasan Media</strong>:</p><ul><li>Salah satu ciri utama pers pada masa Orde Baru adalah adanya <strong>sensor</strong> yang ketat dan pengawasan terhadap berita yang diterbitkan. Pemerintah menetapkan batasan yang sangat ketat terhadap isu-isu yang boleh dan tidak boleh diliput, terutama yang terkait dengan kritik terhadap pemerintah. Dewan Pers tidak memiliki kekuatan untuk menolak kebijakan sensor ini.</li><li>Media yang mencoba melanggar aturan ini akan mendapatkan sanksi, termasuk pembekuan atau pencabutan SIUPP mereka, sebagaimana dialami oleh beberapa media yang ditutup pemerintah seperti <i>Tempo</i>, <i>Detik</i>, dan <i>Editor</i> pada tahun 1994.</li></ul><p><strong>Kebijakan Pembangunan Versus Kebebasan Pers</strong>:</p><ul><li>Pada masa Orde Baru, kebijakan pers diarahkan untuk mendukung agenda pembangunan pemerintah. Media massa dijadikan alat untuk menyebarkan propaganda pemerintah mengenai keberhasilan pembangunan. Dewan Pers, yang seharusnya menjadi pelindung kebebasan jurnalistik, terpaksa berperan sebagai "pengawas" agar media tetap sejalan dengan narasi pembangunan yang diinginkan pemerintah.</li><li>Walaupun sesuai dengan regulasi yang ada, pendekatan ini justru meredam suara kritis pers dan membuat Dewan Pers tidak bisa menjalankan fungsinya secara penuh.</li></ul><p><strong>Kepentingan Politik dan Keterlibatan Pemerintah</strong>:</p><ul><li>Pada masa Orde Baru, Dewan Pers terdiri dari anggota yang ditunjuk oleh pemerintah, sehingga ada konflik kepentingan yang menghalangi independensi lembaga ini. Banyak anggota Dewan Pers yang berasal dari kalangan birokrat dan tokoh yang loyal pada pemerintah, sehingga perannya lebih sebagai perpanjangan tangan penguasa untuk mengatur media, bukan untuk melindungi kebebasan pers.</li></ul><p>Kesimpulan:</p><p>Dewan Pers pada masa Orde Baru <strong>tidak berfungsi secara independen</strong> dan tidak mampu melindungi kebebasan pers karena adanya kontrol ketat dari pemerintah. Walaupun Dewan Pers berjalan sesuai regulasi yang ada, regulasi-regulasi tersebut didesain untuk <strong>membatasi kebebasan pers</strong> dan mengutamakan kepentingan pemerintah, bukan kepentingan umum atau kebebasan berekspresi.</p><p>Pemerintah Orde Baru memanfaatkan Dewan Pers sebagai alat untuk mengekang kebebasan pers dan memastikan bahwa pers hanya meliput berita yang sesuai dengan kepentingan rezim. Dengan demikian, pers pada masa Orde Baru mengalami pengekangan yang signifikan dan tidak sesuai dengan prinsip kebebasan pers yang seharusnya dijamin oleh konstitusi.</p>

Pada masa Orde Baru, kebijakan dan regulasi pers di Indonesia dikontrol dengan sangat ketat oleh pemerintah. Dewan Pers, yang seharusnya menjadi lembaga independen untuk mengawasi kebebasan dan etika jurnalistik, pada kenyataannya seringkali tidak bisa berfungsi dengan optimal karena tekanan dari pemerintah.

Berikut adalah analisis apakah Dewan Pers pada masa Orde Baru sesuai dengan kebijakan atau regulasi pers yang ada:

Fungsi Dewan Pers Sesuai Regulasi, tetapi Tidak Independen:

  • Secara hukum, Dewan Pers didirikan berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers, yang dimaksudkan untuk menjamin kebebasan pers dan meningkatkan kualitas jurnalisme di Indonesia. Namun, selama masa Orde Baru, fungsi Dewan Pers ini lebih banyak diarahkan dan dikontrol oleh pemerintah.
  • Pemerintah Orde Baru menggunakan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) sebagai alat kontrol terhadap media massa. Setiap media harus mendapatkan izin dari Departemen Penerangan, dan pemerintah memiliki kewenangan untuk mencabut izin ini kapan saja jika dianggap tidak sesuai dengan kepentingan penguasa. Hal ini membatasi peran Dewan Pers untuk melindungi kebebasan pers.

Kontrol Ketat Terhadap Media:

  • Di bawah pemerintahan Orde Baru, ada regulasi yang memperkuat kontrol pemerintah atas pers. Salah satunya adalah UU No. 21 Tahun 1982 yang merupakan amandemen dari UU No. 11 Tahun 1966, yang memperketat pengawasan pemerintah terhadap pers. Dewan Pers tidak dapat menjalankan peran yang efektif dalam mengadvokasi kebebasan pers karena sangat tergantung pada pemerintah.
  • Dewan Pers menjadi lebih sebagai alat pemerintah untuk mengontrol pers dibanding sebagai lembaga independen yang melindungi kebebasan berekspresi dan kebebasan pers.

Penerapan Sensor dan Pengawasan Media:

  • Salah satu ciri utama pers pada masa Orde Baru adalah adanya sensor yang ketat dan pengawasan terhadap berita yang diterbitkan. Pemerintah menetapkan batasan yang sangat ketat terhadap isu-isu yang boleh dan tidak boleh diliput, terutama yang terkait dengan kritik terhadap pemerintah. Dewan Pers tidak memiliki kekuatan untuk menolak kebijakan sensor ini.
  • Media yang mencoba melanggar aturan ini akan mendapatkan sanksi, termasuk pembekuan atau pencabutan SIUPP mereka, sebagaimana dialami oleh beberapa media yang ditutup pemerintah seperti Tempo, Detik, dan Editor pada tahun 1994.

Kebijakan Pembangunan Versus Kebebasan Pers:

  • Pada masa Orde Baru, kebijakan pers diarahkan untuk mendukung agenda pembangunan pemerintah. Media massa dijadikan alat untuk menyebarkan propaganda pemerintah mengenai keberhasilan pembangunan. Dewan Pers, yang seharusnya menjadi pelindung kebebasan jurnalistik, terpaksa berperan sebagai "pengawas" agar media tetap sejalan dengan narasi pembangunan yang diinginkan pemerintah.
  • Walaupun sesuai dengan regulasi yang ada, pendekatan ini justru meredam suara kritis pers dan membuat Dewan Pers tidak bisa menjalankan fungsinya secara penuh.

Kepentingan Politik dan Keterlibatan Pemerintah:

  • Pada masa Orde Baru, Dewan Pers terdiri dari anggota yang ditunjuk oleh pemerintah, sehingga ada konflik kepentingan yang menghalangi independensi lembaga ini. Banyak anggota Dewan Pers yang berasal dari kalangan birokrat dan tokoh yang loyal pada pemerintah, sehingga perannya lebih sebagai perpanjangan tangan penguasa untuk mengatur media, bukan untuk melindungi kebebasan pers.

Kesimpulan:

Dewan Pers pada masa Orde Baru tidak berfungsi secara independen dan tidak mampu melindungi kebebasan pers karena adanya kontrol ketat dari pemerintah. Walaupun Dewan Pers berjalan sesuai regulasi yang ada, regulasi-regulasi tersebut didesain untuk membatasi kebebasan pers dan mengutamakan kepentingan pemerintah, bukan kepentingan umum atau kebebasan berekspresi.

Pemerintah Orde Baru memanfaatkan Dewan Pers sebagai alat untuk mengekang kebebasan pers dan memastikan bahwa pers hanya meliput berita yang sesuai dengan kepentingan rezim. Dengan demikian, pers pada masa Orde Baru mengalami pengekangan yang signifikan dan tidak sesuai dengan prinsip kebebasan pers yang seharusnya dijamin oleh konstitusi.


Iklan

Mau pemahaman lebih dalam untuk soal ini?

Tanya ke AiRIS

Yuk, cobain chat dan belajar bareng AiRIS, teman pintarmu!

Chat AiRIS

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

A. BERILAH TANDA SILANG (X) PADA HURUF A, B, ATAU C PADA JAWABAN YANG BENAR! 1. Kerajaan Hindu tertua di Indonesia adalah kerajaan …. a. Sriwijaya b. Singasari c. Kutai d. Majapahit 2. Prasasti Batu Bertulis, Prasasti Tugu dan Prasasti Kebon Kopi adalah peninggalan kerajaan …. a. Majapahit b. Demak c. Tarumanegara d. Gowa-Tallo 3. Kerajaan Mataram Islam mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan …. a. Hayam Wuruk b. Sultan Agung c. Sultan Ageng Tirtayasa d. Sultan Hasanudin 4. Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah …. a. Aceh b. Demak c. Gowa-Tallo d. Samudra Pasai 5. Berikut adalah peninggalan kerajaan Islam, kecuali … a. Masjid Demak b. Menara Kudus c. Candi Borobudur d. Pondok Pesantren 6. Kerajaan Majapahit dikenal dengan kerajaan yang mempunyai …. a. Permaisuri yang cantik-cantik b. Angkatan darat yang banyak c. Raja-raja yang bijak d. Kekuatan maritim yang besar 7. Berikut ini yang bukan termasuk kenampakan alam adalah …. a. Sungai b. Pelabuhan c. Danau d. Gunung 8. Daratan yang menjorok ke laut dinamakan …. a. Lembah b. Teluk c. Selat d. Tanjung 9. Wilayah Indonesia dibagi menjadi …. waktu. a. 3 bagian b. 4 bagian c. 2 bagian d. 1 bagian 10. Dataran tinggi Dieng terdapat di Provinsi …. a. Jawa Tengah b. Jawa timur c. Jawa barat d. Banten 11. Kota Semarang, Palembang dan Padang termasuk wilayah Indonesia dengan pembagian waktu … a. WITA b. WIB c. WIT d. WIS 12. Keanekaragaman suku-suku bangsa Indonesia antara lain dipengaruhi oleh …. a. Perbedaan kondisi lingkungan yang ditempati b. Persamaan lingkungan pulau yang ditempati c. Banyaknya gunung berapi di Indonesia d. Perbedaan jenis iklim antar pulau di Indonesia 13. Suku Asmat, Bintuni dan Sentani berasal dari pulau …. a. Kalimantan b. Sumatra c. Papua d. Jawa 14. Upacara pembakaran jenazah di Bali dikenal dengan nama …. a. Wiwit b. Legong c. Ngaben d. Kecak 15. Berikut adalah suku-suku yang ada di pulau Jawa, kecuali …. a. Jawa b. Sunda c. Toraja d. Tengger 16. Alat musik berikut ini yang berasal dari daerah Nusa Tenggara adalah …. a. Bonang b. Sasando c. Popondi d. Rebab 17. Berikut ini adalah contoh pakaian adat yang benar sesuai daerah asalnya adalah …. a. Ulos dari Jawa Barat b. Baju Kurung dari Sumatra Barat c. Beskap dari Sumatra Utara d. Kebaya dari Kalimantan Selatan 18. Berikut yang tidak termasuk kebudayaan daerah Indonesia adalah …. a. Tarian daerah b. Lagu daerah c. Bahasa daerah d. Tanah daerah 19. Orang yang menggunakan jasa atau barang disebut …. a. produsen b. Distributor c. Konsumen d. Penyalur 20. Kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang, yaitu …. a. Usaha angkutan b. Usaha tukang cukur c. Usaha pelayanan kesehatan d. Usaha membuat makanan

5

5.0

Jawaban terverifikasi