Adzka A

30 Oktober 2024 07:54

Iklan

Adzka A

30 Oktober 2024 07:54

Pertanyaan

Langit Merah di Ujung Jalan Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh pegunungan, terdapat sekelompok remaja yang akrab. Mereka adalah Mira, Andi, Lila, dan Budi. Setiap sore, setelah pulang sekolah, mereka berkumpul di sebuah lapangan terbuka yang dikelilingi pohon-pohon tinggi. Di sinilah mereka berbagi cerita, impian, dan rahasia. Mira, gadis berambut panjang dengan senyum manis, memiliki mimpi besar untuk menjadi seorang penulis. Setiap malam, dia mencatat ide-ide ceritanya di buku catatan kecil yang selalu dibawanya. Andi, sahabatnya yang ceria, ingin menjadi pemain sepak bola terkenal. Dia selalu berlatih di lapangan setiap sore, berharap bisa mendapatkan beasiswa untuk sekolah sepak bola. Lila adalah gadis yang pintar dan selalu menjadi juara kelas. Dia bercita-cita ingin melanjutkan pendidikan ke luar negeri. Sementara itu, Budi, si pemalu, sangat suka menggambar. Dia bermimpi bisa menjadi seorang seniman, meski sering merasa tidak percaya diri dengan bakatnya. Suatu hari, saat mereka berkumpul, Mira mengusulkan untuk membuat sebuah proyek bersama. "Bagaimana kalau kita membuat film pendek? Kita bisa mengekspresikan mimpi-mimpi kita dalam bentuk cerita," ujarnya bersemangat. "Film? Itu ide yang keren!" seru Andi. "Aku bisa berperan sebagai pahlawan di lapangan sepak bola!" Lila mengangguk setuju. "Aku bisa menulis naskahnya! Kita perlu menampilkan pesan tentang mengejar impian." Budi merasa sedikit ragu. "Tapi, aku tidak yakin bisa melukis atau menggambar untuk film itu." "Jangan khawatir, Budi. Kita bisa membuatnya bersama-sama," Mira meyakinkan. Mereka mulai merencanakan film tersebut dengan giat. Setiap sore, mereka berkumpul untuk berdiskusi, menulis naskah, dan merancang skenario. Mira mengisi catatan kecilnya dengan ide-ide kreatif, Lila menyiapkan naskah, Andi berlatih adegan-adegan aksi, dan Budi menggambar latar belakang. Hari demi hari berlalu, dan proses pembuatan film pun berjalan seru. Namun, di tengah kesenangan itu, mereka juga menghadapi tantangan. Andi mulai merasa stres karena tidak memiliki waktu cukup untuk berlatih sepak bola. Lila mengalami kesulitan dengan naskah, merasa tekanan untuk menghasilkan karya yang sempurna. Sementara Budi, meskipun berusaha keras, merasa lukisannya tidak cukup baik. Suatu malam, saat mereka berkumpul di lapangan, Andi mengungkapkan kebimbangannya. "Aku tidak tahu apakah aku bisa melanjutkan ini. Aku harus berlatih untuk seleksi tim, dan film ini menyita banyak waktu." Lila menambahkan, "Aku juga merasa terbebani. Rasanya naskahku tidak cukup bagus, dan aku takut mengecewakan kalian." Mira, yang selalu optimis, mencoba memberi semangat. "Kita semua memiliki mimpi, dan ini adalah cara kita mewujudkannya. Mari kita dukung satu sama lain. Tidak ada yang sempurna di awal, kita bisa memperbaikinya bersama." Budi yang biasanya pendiam, tiba-tiba berbicara. "Aku juga merasa takut. Tapi, aku ingin mencoba. Mungkin kita bisa membuat film ini sebagai proses belajar, bukan hanya hasilnya." Setelah diskusi itu, mereka semua sepakat untuk terus melanjutkan proyek ini. Mereka mulai membagi tugas dengan lebih baik dan saling membantu satu sama lain. Andi mengatur waktu latihannya, Lila mulai menerima bahwa naskahnya mungkin tidak sempurna, dan Budi berlatih menggambar setiap hari. Setelah beberapa minggu penuh kerja keras, film pendek mereka akhirnya selesai. Mereka mengundang teman-teman dan keluarga untuk menonton pemutaran perdana di lapangan tempat mereka biasa berkumpul. Suasana dipenuhi dengan semangat dan kegembiraan. Ketika film diputar, tawa dan tepuk tangan menggema di seluruh lapangan. Meskipun ada beberapa kesalahan, semua orang menikmati alur cerita yang menggugah dan penampilan mereka. Film itu mengisahkan tentang empat sahabat yang berjuang menggapai impian mereka meskipun banyak rintangan. Setelah pemutaran selesai, orang-orang memberikan pujian dan dukungan. Budi merasa bangga dengan lukisan latar belakangnya, Lila senang naskahnya dapat menginspirasi, Andi bersemangat dengan penampilan aksinya, dan Mira merasa karyanya diapresiasi. Di tengah perayaan, Mira berdiri di depan teman-temannya. "Ini adalah awal dari perjalanan kita. Kita telah belajar banyak tentang kerja sama dan saling mendukung. Jangan pernah ragu untuk mengejar impian kita." Mereka berpelukan, merasakan kebersamaan yang lebih dalam dari sebelumnya. Dengan semangat yang menggebu, mereka berjanji untuk terus mengejar mimpi mereka masing-masing. Waktu berlalu, dan hari-hari cerah di desa kecil itu pun tak pernah pudar. Mira kini menulis cerita-cerita pendek dan mengirimkannya ke majalah, Andi berhasil masuk ke tim sepak bola sekolah, Lila mendapatkan beasiswa untuk belajar di luar negeri, dan Budi mulai menjual karya seninya. Mereka menyadari bahwa perjalanan mencapai impian bukanlah tentang hasil akhir, melainkan tentang proses, persahabatan, dan dukungan satu sama lain. Langit merah di ujung jalan membawa harapan dan semangat baru bagi mereka, menandakan bahwa perjalanan mereka masih panjang. Dan di setiap pertemuan di lapangan, di bawah langit biru, mereka selalu mengingat bahwa mimpi bisa menjadi kenyataan asalkan ada usaha dan keyakinan. Ubahlah cerpen tersebut menjadi sebuah adegan 1, adegan 2, adegan 3, dan adegan 4!!

Langit Merah di Ujung Jalan

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh pegunungan, terdapat sekelompok remaja yang akrab. Mereka adalah Mira, Andi, Lila, dan Budi. Setiap sore, setelah pulang sekolah, mereka berkumpul di sebuah lapangan terbuka yang dikelilingi pohon-pohon tinggi. Di sinilah mereka berbagi cerita, impian, dan rahasia.
Mira, gadis berambut panjang dengan senyum manis, memiliki mimpi besar untuk menjadi seorang penulis. Setiap malam, dia mencatat ide-ide ceritanya di buku catatan kecil yang selalu dibawanya. Andi, sahabatnya yang ceria, ingin menjadi pemain sepak bola terkenal. Dia selalu berlatih di lapangan setiap sore, berharap bisa mendapatkan beasiswa untuk sekolah sepak bola.
Lila adalah gadis yang pintar dan selalu menjadi juara kelas. Dia bercita-cita ingin melanjutkan pendidikan ke luar negeri. Sementara itu, Budi, si pemalu, sangat suka menggambar. Dia bermimpi bisa menjadi seorang seniman, meski sering merasa tidak percaya diri dengan bakatnya.
Suatu hari, saat mereka berkumpul, Mira mengusulkan untuk membuat sebuah proyek bersama. "Bagaimana kalau kita membuat film pendek? Kita bisa mengekspresikan mimpi-mimpi kita dalam bentuk cerita," ujarnya bersemangat.
"Film? Itu ide yang keren!" seru Andi. "Aku bisa berperan sebagai pahlawan di lapangan sepak bola!"
Lila mengangguk setuju. "Aku bisa menulis naskahnya! Kita perlu menampilkan pesan tentang mengejar impian."
Budi merasa sedikit ragu. "Tapi, aku tidak yakin bisa melukis atau menggambar untuk film itu."
"Jangan khawatir, Budi. Kita bisa membuatnya bersama-sama," Mira meyakinkan.
Mereka mulai merencanakan film tersebut dengan giat. Setiap sore, mereka berkumpul untuk berdiskusi, menulis naskah, dan merancang skenario. Mira mengisi catatan kecilnya dengan ide-ide kreatif, Lila menyiapkan naskah, Andi berlatih adegan-adegan aksi, dan Budi menggambar latar belakang.
Hari demi hari berlalu, dan proses pembuatan film pun berjalan seru. Namun, di tengah kesenangan itu, mereka juga menghadapi tantangan. Andi mulai merasa stres karena tidak memiliki waktu cukup untuk berlatih sepak bola. Lila mengalami kesulitan dengan naskah, merasa tekanan untuk menghasilkan karya yang sempurna. Sementara Budi, meskipun berusaha keras, merasa lukisannya tidak cukup baik.
Suatu malam, saat mereka berkumpul di lapangan, Andi mengungkapkan kebimbangannya. "Aku tidak tahu apakah aku bisa melanjutkan ini. Aku harus berlatih untuk seleksi tim, dan film ini menyita banyak waktu."
Lila menambahkan, "Aku juga merasa terbebani. Rasanya naskahku tidak cukup bagus, dan aku takut mengecewakan kalian."

Mira, yang selalu optimis, mencoba memberi semangat. "Kita semua memiliki mimpi, dan ini adalah cara kita mewujudkannya. Mari kita dukung satu sama lain. Tidak ada yang sempurna di awal, kita bisa memperbaikinya bersama."
Budi yang biasanya pendiam, tiba-tiba berbicara. "Aku juga merasa takut. Tapi, aku ingin mencoba. Mungkin kita bisa membuat film ini sebagai proses belajar, bukan hanya hasilnya."
Setelah diskusi itu, mereka semua sepakat untuk terus melanjutkan proyek ini. Mereka mulai membagi tugas dengan lebih baik dan saling membantu satu sama lain. Andi mengatur waktu latihannya, Lila mulai menerima bahwa naskahnya mungkin tidak sempurna, dan Budi berlatih menggambar setiap hari.
Setelah beberapa minggu penuh kerja keras, film pendek mereka akhirnya selesai. Mereka mengundang teman-teman dan keluarga untuk menonton pemutaran perdana di lapangan tempat mereka biasa berkumpul. Suasana dipenuhi dengan semangat dan kegembiraan.
Ketika film diputar, tawa dan tepuk tangan menggema di seluruh lapangan. Meskipun ada beberapa kesalahan, semua orang menikmati alur cerita yang menggugah dan penampilan mereka. Film itu mengisahkan tentang empat sahabat yang berjuang menggapai impian mereka meskipun banyak rintangan.
Setelah pemutaran selesai, orang-orang memberikan pujian dan dukungan. Budi merasa bangga dengan lukisan latar belakangnya, Lila senang naskahnya dapat menginspirasi, Andi bersemangat dengan penampilan aksinya, dan Mira merasa karyanya diapresiasi.
Di tengah perayaan, Mira berdiri di depan teman-temannya. "Ini adalah awal dari perjalanan kita. Kita telah belajar banyak tentang kerja sama dan saling mendukung. Jangan pernah ragu untuk mengejar impian kita."
Mereka berpelukan, merasakan kebersamaan yang lebih dalam dari sebelumnya. Dengan semangat yang menggebu, mereka berjanji untuk terus mengejar mimpi mereka masing-masing.
Waktu berlalu, dan hari-hari cerah di desa kecil itu pun tak pernah pudar. Mira kini menulis cerita-cerita pendek dan mengirimkannya ke majalah, Andi berhasil masuk ke tim sepak bola sekolah, Lila mendapatkan beasiswa untuk belajar di luar negeri, dan Budi mulai menjual karya seninya. 
Mereka menyadari bahwa perjalanan mencapai impian bukanlah tentang hasil akhir, melainkan tentang proses, persahabatan, dan dukungan satu sama lain. Langit merah di ujung jalan membawa harapan dan semangat baru bagi mereka, menandakan bahwa perjalanan mereka masih panjang.
Dan di setiap pertemuan di lapangan, di bawah langit biru, mereka selalu mengingat bahwa mimpi bisa menjadi kenyataan asalkan ada usaha dan keyakinan.

 

Ubahlah cerpen tersebut menjadi sebuah adegan 1, adegan 2, adegan 3, dan adegan 4!!

Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb

Habis dalam

00

:

11

:

53

:

23

Klaim

14

1

Jawaban terverifikasi

Iklan

Rendi R

Community

03 November 2024 22:42

Jawaban terverifikasi

<p>Berikut adalah pembagian cerita "Langit Merah di Ujung Jalan" menjadi empat adegan:</p><p><strong>Adegan 1: Perkenalan Tokoh dan Impian</strong></p><p><strong>Lokasi</strong>: Lapangan terbuka di desa kecil yang dikelilingi pohon-pohon tinggi.</p><ul><li><strong>Deskripsi</strong>: Mira, Andi, Lila, dan Budi adalah sekelompok sahabat yang sering berkumpul di lapangan setiap sore sepulang sekolah.</li><li><strong>Dialog</strong>:<ul><li>Mira berbagi impiannya untuk menjadi seorang penulis.</li><li>Andi mengungkapkan keinginannya untuk menjadi pemain sepak bola terkenal.</li><li>Lila bercita-cita ingin belajar ke luar negeri.</li><li>Budi yang pemalu mengutarakan impiannya untuk menjadi seniman, meski masih merasa ragu dengan kemampuannya.</li></ul></li><li><strong>Aksi</strong>: Mira mengusulkan ide untuk membuat film pendek tentang impian mereka masing-masing.</li><li><strong>Reaksi</strong>: Andi, Lila, dan Budi merespons dengan semangat, meskipun Budi sedikit ragu karena kurang percaya diri dengan kemampuannya menggambar.</li></ul><p><strong>Adegan 2: Persiapan Proyek Film</strong></p><p><strong>Lokasi</strong>: Lapangan terbuka, rumah masing-masing karakter (untuk persiapan individu).</p><ul><li><strong>Deskripsi</strong>: Mereka mulai merencanakan proyek film pendek dengan membagi tugas masing-masing.</li><li><strong>Dialog</strong>:<ul><li>Mira, Lila, Andi, dan Budi berdiskusi tentang naskah, adegan, dan latar belakang film.</li><li>Mira mengisi buku catatannya dengan ide-ide kreatif.</li><li>Lila menulis naskah, Andi berlatih adegan aksi, dan Budi menggambar latar belakang.</li></ul></li><li><strong>Aksi</strong>: Proses persiapan dan latihan untuk film pendek berjalan dengan baik, tetapi mulai muncul kesulitan bagi masing-masing karakter.</li><li><strong>Reaksi</strong>: Andi merasa kewalahan karena harus membagi waktu antara latihan sepak bola dan proyek film. Lila merasa tertekan dengan naskahnya, dan Budi mulai meragukan hasil karyanya.</li></ul><p><strong>Adegan 3: Konflik dan Kebimbangan</strong></p><p><strong>Lokasi</strong>: Lapangan terbuka di sore hari.</p><ul><li><strong>Deskripsi</strong>: Konflik mulai muncul ketika masing-masing karakter merasa terbebani dengan proyek ini.</li><li><strong>Dialog</strong>:<ul><li>Andi mengungkapkan keraguannya untuk melanjutkan proyek karena ia merasa waktu latihannya terganggu.</li><li>Lila mengutarakan ketakutannya bahwa naskahnya tidak cukup bagus.</li><li>Mira mencoba menyemangati teman-temannya, mengingatkan mereka tentang arti dari mimpi dan dukungan sahabat.</li><li>Budi, yang biasanya pendiam, mengakui bahwa dia juga merasa takut tapi tetap ingin mencoba.</li></ul></li><li><strong>Aksi</strong>: Mereka berdiskusi untuk saling mendukung dan mencari cara agar proyek ini tetap bisa berjalan.</li><li><strong>Reaksi</strong>: Keempat sahabat sepakat untuk terus melanjutkan proyek dengan membagi waktu dan tugas lebih baik.</li></ul><p><strong>Adegan 4: Pemutaran Perdana dan Refleksi</strong></p><p><strong>Lokasi</strong>: Lapangan terbuka yang sudah diatur untuk pemutaran film.</p><ul><li><strong>Deskripsi</strong>: Setelah beberapa minggu bekerja keras, film mereka akhirnya selesai dan diputar di depan teman-teman dan keluarga.</li><li><strong>Dialog</strong>:<ul><li>Para penonton memberikan pujian dan dukungan untuk keempat sahabat.</li><li>Masing-masing sahabat mengungkapkan perasaan bangga mereka akan hasil kerja keras dan proses belajar mereka.</li><li>Mira menyampaikan pesan kepada teman-temannya tentang pentingnya kerja sama dan keberanian untuk mengejar mimpi.</li></ul></li><li><strong>Aksi</strong>: Mereka saling berpelukan dan merayakan hasil karya bersama.</li><li><strong>Reaksi</strong>: Mereka merasa lebih percaya diri dan berjanji untuk terus mengejar mimpi masing-masing.</li></ul><p>Itulah pembagian ceritanya ke dalam empat adegan. Setiap adegan menggambarkan perjalanan persahabatan, kerja keras, konflik, dan pencapaian mereka dalam menggapai impian.</p>

Berikut adalah pembagian cerita "Langit Merah di Ujung Jalan" menjadi empat adegan:

Adegan 1: Perkenalan Tokoh dan Impian

Lokasi: Lapangan terbuka di desa kecil yang dikelilingi pohon-pohon tinggi.

  • Deskripsi: Mira, Andi, Lila, dan Budi adalah sekelompok sahabat yang sering berkumpul di lapangan setiap sore sepulang sekolah.
  • Dialog:
    • Mira berbagi impiannya untuk menjadi seorang penulis.
    • Andi mengungkapkan keinginannya untuk menjadi pemain sepak bola terkenal.
    • Lila bercita-cita ingin belajar ke luar negeri.
    • Budi yang pemalu mengutarakan impiannya untuk menjadi seniman, meski masih merasa ragu dengan kemampuannya.
  • Aksi: Mira mengusulkan ide untuk membuat film pendek tentang impian mereka masing-masing.
  • Reaksi: Andi, Lila, dan Budi merespons dengan semangat, meskipun Budi sedikit ragu karena kurang percaya diri dengan kemampuannya menggambar.

Adegan 2: Persiapan Proyek Film

Lokasi: Lapangan terbuka, rumah masing-masing karakter (untuk persiapan individu).

  • Deskripsi: Mereka mulai merencanakan proyek film pendek dengan membagi tugas masing-masing.
  • Dialog:
    • Mira, Lila, Andi, dan Budi berdiskusi tentang naskah, adegan, dan latar belakang film.
    • Mira mengisi buku catatannya dengan ide-ide kreatif.
    • Lila menulis naskah, Andi berlatih adegan aksi, dan Budi menggambar latar belakang.
  • Aksi: Proses persiapan dan latihan untuk film pendek berjalan dengan baik, tetapi mulai muncul kesulitan bagi masing-masing karakter.
  • Reaksi: Andi merasa kewalahan karena harus membagi waktu antara latihan sepak bola dan proyek film. Lila merasa tertekan dengan naskahnya, dan Budi mulai meragukan hasil karyanya.

Adegan 3: Konflik dan Kebimbangan

Lokasi: Lapangan terbuka di sore hari.

  • Deskripsi: Konflik mulai muncul ketika masing-masing karakter merasa terbebani dengan proyek ini.
  • Dialog:
    • Andi mengungkapkan keraguannya untuk melanjutkan proyek karena ia merasa waktu latihannya terganggu.
    • Lila mengutarakan ketakutannya bahwa naskahnya tidak cukup bagus.
    • Mira mencoba menyemangati teman-temannya, mengingatkan mereka tentang arti dari mimpi dan dukungan sahabat.
    • Budi, yang biasanya pendiam, mengakui bahwa dia juga merasa takut tapi tetap ingin mencoba.
  • Aksi: Mereka berdiskusi untuk saling mendukung dan mencari cara agar proyek ini tetap bisa berjalan.
  • Reaksi: Keempat sahabat sepakat untuk terus melanjutkan proyek dengan membagi waktu dan tugas lebih baik.

Adegan 4: Pemutaran Perdana dan Refleksi

Lokasi: Lapangan terbuka yang sudah diatur untuk pemutaran film.

  • Deskripsi: Setelah beberapa minggu bekerja keras, film mereka akhirnya selesai dan diputar di depan teman-teman dan keluarga.
  • Dialog:
    • Para penonton memberikan pujian dan dukungan untuk keempat sahabat.
    • Masing-masing sahabat mengungkapkan perasaan bangga mereka akan hasil kerja keras dan proses belajar mereka.
    • Mira menyampaikan pesan kepada teman-temannya tentang pentingnya kerja sama dan keberanian untuk mengejar mimpi.
  • Aksi: Mereka saling berpelukan dan merayakan hasil karya bersama.
  • Reaksi: Mereka merasa lebih percaya diri dan berjanji untuk terus mengejar mimpi masing-masing.

Itulah pembagian ceritanya ke dalam empat adegan. Setiap adegan menggambarkan perjalanan persahabatan, kerja keras, konflik, dan pencapaian mereka dalam menggapai impian.


Iklan

Mau pemahaman lebih dalam untuk soal ini?

Tanya ke Forum

Biar Robosquad lain yang jawab soal kamu

Tanya ke Forum

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

Kondisi kehidupan bangsa Indonesia pada masa awal kemerdekaan belum stabil. Dibawah ini adalah penyabab ketidakstabilan kehidupan politik pada masa awal kemerdekaan, kecuali... A. Pertentangan antar partai B. Gangguan dari Belanda yang ingin berkuasa kembali C. Munculnya kesulitan ekonomi dan keuangan D. Terjadinya bentrokan antar etnis E. Munculnya gangguan keamanan dalam negeri 2. Pada tanggal 3 November 1945 diterbitkan maklumat pemerintah mengenai pendirian partai partai politik. Sebelum adanya maklumat pemerintah tanggal 3 November 1945, Indonesia merencanakan satu partai tunggal yaitu... A. Masyumi D. PNI B. PKI E. NU C. PSI 3. Terbentuknya Kabinet Sjahrir tanggal 14 November 1945 merupakan suatu bentuk penyelewengan pertama pemerintah RI terhadap UUD 1945. Sejak tanggal 14 November 1945 Indonesia menganut sistem pemerintahan... A. Presidensial B. Liberalisme C. Parlementer D. Terpimpin E. Aristokrasi 4. Berdirinya partai partai politik telah mendorong Sutan Sjahrir yang berasal dari partai Sosialis untuk menghidupkan bentuk pemerintahan dengan cabinet parlementer. Hal ini dilakukan dengan alasan... A. agar perjuangan bangsa Indonesia mendapat dukungan dari negara negara barat B. mengikuti arus perpolitikan Indonesia yang mulai berkembang C. sesuai dengan perkembangan ideology di Indonesia D. sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 E. permintaan dari Presiden Soekarno. 5. Pada masa awal kemerdekaan, system pemerintahan berubah dari presidensial menjadi parlementer. Salah satu alasan dan pertimbangan perubahan system pemerintahan dari presidensial ke parlementer pada awal kemerdekaan adalah... A. Demokrasi bisa segera ditegakkan secara benar B. Parlementer sangat cocok untuk bangsa Indonesia C. Presidensial tidak sesuai dengan Indonesia yang multi etnis. D. Presidensial terlalu sulit untuk diterapkan dalam pemerintahan E. Mempermudah perundingan dengan Belanda 6. Sampai dengan awal tahun 1946, keadaan ibu kota Jakarta semakin kacau. Pemerintah terus didesak dan diteror oleh pemerintah asing.Pada saat ibukota dipindahkan ke Yogyakarta, Perdana Menteri Sjahrir masih berkedudukan di Jakarta untuk... A. menghadapi terror Belanda B. menjalankan roda pemerintahan dari pusat C. menghimpun kekuatan menghadapi Belanda D. menciptakan pemerintahan tandingan E. mengadakan hubungan dengan luar negeri 7. Kondisi kehidupan ekonomi bangsa Indonesia pada awal kemerdekaan tidak stabil. Keadaan ekonomi pada awal kemerdekaan mengalami kekacauan, salah satu factor penyebab antara lain... A. Adanya Blokade ekonomi oleh Belanda B. Rakyat Indonesia hanya mengandalkan pendapatan dalam pertanian . C. Banyaknya investor asing yang mengintervensi perekonomian Indonesia D. Rendahnya sumber daya manusia Indonesia dalam perekonomian E. Sering terjadi konflik horizontal dalam negeri Indonesia 8. Kondisi kehidupan ekonomi pada masa awal kemerdekaan tidak stabil karena terjadi inflasi. Terjadinya inflasi pada masa awal kemerdekaan disebabkan oleh... A. Indonesia belum memiliki mata uang yang sah B. Tentara Jepang masih menguasai sebagian besar sector ekonomi C. Terjadinya pertempuran pertempuran diberbagai daerah. D. Peredaran mata uang Jepang yang belum terkendali E. Munculnya perusahaan perusahaan asing milik Belanda 9. Indonesia harus dapat mengatasi permasalahan ekonomi yang dihadapi pada masa awal kemerdekaan. Salah satu upaya bangsa Indonesia dalam melakukan perbaikan ekonomi pada awal kemerdekaan dilakukan dengan cara ... A. Menaikkan pajak dan bea Cukai B. Meningkatkan produksi pertanian dan perkebunan untuk diekspor C. Mengeluarkan mata uang sendiri (ORI) D. Mengisi kas pemerintah yang kosong E. Mengedarkan uang secara besar besaran. 10. Salah satu penyebab kacaunya kondisi perekonomian Indonesia pada masa awal kemerdekaan karena kas negara kosong. Upaya pemerintah Republik Indonesia mengisi kas negara yang kosong pada awal Kemerdekaan adalah ... A. Menasionalisasi De Javasche Bank B. Membuat kebijakan Gunting Syafruddin C. Mendevaluasi mata uang rupiah D. Sistim ekonomi Gerakan Benteng E. Menyelenggarakan pinjaman Nasional

135

0.0

Jawaban terverifikasi

Budi memulai suatu usaha dagang (UD) dengan nama "Maju Jaya". Usaha yang Budi jalankan merupakan usaha dagang yang menjual satu produk saja dan diproduksi oleh Budi sendiri bersama karyawannya. Selama satu bulan Budi sudah menjalankan usahanya tersebut, akan tetapi Budi masih bingung apakah usahanya sudah mendapatkan laba atau rugi. UD Maju Jaya Budi mempunyai data sebagai berikut: 1.Biaya-biaya yang terjadi selama satu bulan meliputi: • Biaya penyusutan mobil Pick-up sebesar Rp 15.000.000,- • Biaya gaji mandor sebesar Rp 10.000.000,- • Biaya asuransi kesehatan untuk semua karyawannya sebesar Rp 10.000.000,- • Biaya bahan baku per-unit nya sebesar Rp 35.000,- dan biaya bahan penolong nya sebesar Rp 10.000 per-unit nya. • Biaya listrik &amp; air sebesar Rp 15.000.000,- • Biaya gaji buruh pabrik (tenaga kerja langsung) sebesar Rp 15.000,- untuk tiap unit yang bisa diselesaikan. • Biaya gaji pegawai kantor sebesar Rp 5.000.000,- • Biaya sewa pabrik yang digunakan untuk memproduksi adalah sebesar Rp 30.000.000,- 2. Harga jual produknya adalah Rp 100.000 untuk tiap unit nya. 3. Produk yang bisa dihasilkan dalam sebulan tersebut adalah 1.000 unit Pertanyaannya: 1) Bagaimana cara menghitung unit yang harus dijual dan omset rupiah yang harus dihasilkan agar Budi bisa tahu pada angka berapa UD Maju Jaya dalam keadaan tidak untung dan tidak rugi? 2) Dan jika Budi sebagai pemilik menginginkan untung sebesar Rp 50.000.000,- berapa unit kah produk yang harus dijual? minta tolong yaa kak🙏🏻🙏🏻

37

5.0

Jawaban terverifikasi

Iklan

Sahabat yang Tergadai Rina dan Maya telah bersahabat sejak kecil. Mereka tinggal di kompleks perumahan yang sama, duduk di bangku sekolah yang sama, bahkan berbagi mimpi untuk bisa terus bersama hingga dewasa. Setiap sore, Rina selalu datang ke rumah Maya untuk bermain atau sekadar mengerjakan PR bersama. Rumah Maya terasa hangat dan nyaman, penuh dengan canda tawa dan rasa kekeluargaan. Maya adalah teman yang selalu mendukung Rina dalam segala hal, tak peduli apa yang terjadi. Namun, suatu hari segalanya berubah. Ayah Maya, yang sebelumnya memiliki usaha sukses, mengalami kebangkrutan. Usahanya gulung tikar setelah dihadapkan pada masalah keuangan yang tak terduga. Keluarga Maya terpaksa menjual rumah mereka dan pindah ke sebuah rumah kontrakan kecil di pinggiran kota. Maya tak lagi bisa mengenakan seragam baru yang biasa mereka beli bersama di awal tahun ajaran. Kini, pakaian Maya tampak kusam, dan sepatu yang dia kenakan mulai berlubang di ujungnya. Pada awalnya, Rina tetap berteman dengan Maya seperti biasa. Mereka masih bertemu di sekolah, dan Rina sesekali mengundang Maya ke rumahnya. Namun, Rina mulai mendengar bisik-bisik dari teman-teman lainnya. "Kenapa masih berteman dengan Maya? Keluarganya sudah jatuh miskin. Nanti kamu jadi terlihat seperti dia." Salah seorang teman di kelas berkata dengan nada mengejek. Bisikan-bisikan itu semakin keras, bahkan beberapa di antaranya terang-terangan menertawakan Maya di depan Rina. Rina merasa tersudut. Di satu sisi, dia merasa bersalah kepada Maya, sahabatnya sejak kecil, yang tidak pernah memintanya apa-apa kecuali persahabatan tulus. Namun di sisi lain, dia merasa takut dijauhi oleh teman-teman lain yang mulai memandang rendah Maya. Rina mulai menjaga jarak. Suatu sore, Maya mendatangi Rina. "Kenapa kamu menjauh? Aku merindukanmu, Rina," Maya bertanya dengan mata yang penuh harap, mencoba mencari jawaban atas perubahan sikap sahabatnya. Rina menghindari tatapan Maya, menunduk dan berpura-pura sibuk dengan bukunya. "Aku sibuk sekarang, banyak tugas. Maaf, Maya." Maya terdiam. Hatinya hancur. Dia tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi dia berharap itu tidak benar. Namun, kenyataannya terlalu menyakitkan untuk diabaikan. Sejak itu Maya tak pernah lagi mengajak Rina berbicara. Mereka masih bertemu di sekolah, tetapi Maya belajar untuk menahan diri dari rasa sakit ditinggalkan. Waktu berlalu, dan pertemanan mereka tergerus oleh jarak yang diciptakan Rina. Suatu hari, sekolah mengadakan reuni kecil bagi siswa-siswa angkatan mereka. Maya, yang sekarang telah menemukan jalan hidupnya sendiri, datang dengan percaya diri. Dia tak lagi terjebak dalam bayang-bayang masa lalu. Rina melihat Maya dari jauh, merasa tertampar oleh keberadaan sahabatnya yang dulu. Maya telah tumbuh menjadi sosok yang mandiri dan sukses, meski tanpa dirinya. Rina mendekat dengan perasaan bersalah. "Maya... maafkan aku." Maya menatapnya, senyumnya tenang. "Rina, aku sudah memaafkanmu sejak lama. Aku hanya belajar bahwa tidak semua hal bisa kita pertahankan, bahkan persahabatan. Kadang, orang berubah, dan itu tidak apa-apa. Yang penting, kita tetap berdiri dan melanjutkan hidup." Rina menahan air matanya. Pada saat itu, dia menyadari bahwa dia telah kehilangan lebih dari sekadar seorang sahabat. Dia telah kehilangan kesempatan untuk setia pada seseorang yang benar-benar berarti dalam hidupnya. Tapi, waktu tak bisa diputar kembali. Rina hanya bisa menerima kenyataan bahwa persahabatan mereka telah tergadai oleh ketakutan dan gengsi. Maya pun berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Rina dalam kesunyian yang menyesakkan. Ubahlah cerpen tersebut menjadi sebuah adegan 1, adegan 2, adegan 3, dan adegan 4

70

0.0

Jawaban terverifikasi

Tentukan mana yang merupakan struktur abstraksi,orientasi,krisis,reaksi,dan koda Teks 1 Racun Serangga Alkisah hiduplah sepasang suami istri dengan dua orang anaknya. Setiap pagi kedua anak tersebut pergi berkebun untuk membantu orang tuanya. Namun, tiba-tiba mereka berdua pulang ke rumah dengan tergesa-gesa. Kakak: "Bu, Ibu tolong bu, gawat ini adik menelan kecoa!" Ibu: "Astaga, kok bisa sih kak? Gimana ceritanya? Ayo cepat panggil Bapak suruh bawa dokter ke sini!" Kakak: "Jangan bu, malah tambah gawat nanti. Sebentar lagi kecoanya juga mati." Ibu: "Lho, kok bisa gitu kak?" Kakak: "Iya bu, soalnya adik sudah aku kasih racun serangga bu. Di botolnya kan ada tulisan "dapat membunuh serangga ekstra cepat." Ibu: "Astagfirullah, sembrono kamu!" Kakak: (bingung) Ibu: "Pak, Bapak anak kita makan kecoa." (sambil berlari mencari suaminya). Kakak: (masih tetap bingung) ------------------------------- Teks 2 Tukang roti Pada Pagi hari Azril duduk di teras rumahnya sembari menunggu tukang roti yang biasa lewat. Begitu tukang roti lewat Azril lantas memanggil sang penjual. Azril: "Beli rotinya, Pak." Tukang Roti: "Boleh silahkan mau roti yang mana." Azril: "Ini apa, Pak?" Tukang Roti: "Ini semangka." Azril: "Kalau yang ini apa?" Tukang Roti: "Srikaya." Azril: "Terus ini apa, Bang?" Tukang Roti: "Oh...kalau ini blueberry, dek." Azril: "Gimana sih, terus rotinya mana? Saya mau beli roti bukan buah, kok daritadi yang disebut buah-buahan aja. Gak jadi beli deh saya kalau gini." Tukang Roti: "Yang saya sebut tuh rasa rotinya!" Azril: "Gak jadi, deh!"

25

5.0

Jawaban terverifikasi