Adzka A

30 Oktober 2024 07:54

Iklan

Adzka A

30 Oktober 2024 07:54

Pertanyaan

Langit Merah di Ujung Jalan Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh pegunungan, terdapat sekelompok remaja yang akrab. Mereka adalah Mira, Andi, Lila, dan Budi. Setiap sore, setelah pulang sekolah, mereka berkumpul di sebuah lapangan terbuka yang dikelilingi pohon-pohon tinggi. Di sinilah mereka berbagi cerita, impian, dan rahasia. Mira, gadis berambut panjang dengan senyum manis, memiliki mimpi besar untuk menjadi seorang penulis. Setiap malam, dia mencatat ide-ide ceritanya di buku catatan kecil yang selalu dibawanya. Andi, sahabatnya yang ceria, ingin menjadi pemain sepak bola terkenal. Dia selalu berlatih di lapangan setiap sore, berharap bisa mendapatkan beasiswa untuk sekolah sepak bola. Lila adalah gadis yang pintar dan selalu menjadi juara kelas. Dia bercita-cita ingin melanjutkan pendidikan ke luar negeri. Sementara itu, Budi, si pemalu, sangat suka menggambar. Dia bermimpi bisa menjadi seorang seniman, meski sering merasa tidak percaya diri dengan bakatnya. Suatu hari, saat mereka berkumpul, Mira mengusulkan untuk membuat sebuah proyek bersama. "Bagaimana kalau kita membuat film pendek? Kita bisa mengekspresikan mimpi-mimpi kita dalam bentuk cerita," ujarnya bersemangat. "Film? Itu ide yang keren!" seru Andi. "Aku bisa berperan sebagai pahlawan di lapangan sepak bola!" Lila mengangguk setuju. "Aku bisa menulis naskahnya! Kita perlu menampilkan pesan tentang mengejar impian." Budi merasa sedikit ragu. "Tapi, aku tidak yakin bisa melukis atau menggambar untuk film itu." "Jangan khawatir, Budi. Kita bisa membuatnya bersama-sama," Mira meyakinkan. Mereka mulai merencanakan film tersebut dengan giat. Setiap sore, mereka berkumpul untuk berdiskusi, menulis naskah, dan merancang skenario. Mira mengisi catatan kecilnya dengan ide-ide kreatif, Lila menyiapkan naskah, Andi berlatih adegan-adegan aksi, dan Budi menggambar latar belakang. Hari demi hari berlalu, dan proses pembuatan film pun berjalan seru. Namun, di tengah kesenangan itu, mereka juga menghadapi tantangan. Andi mulai merasa stres karena tidak memiliki waktu cukup untuk berlatih sepak bola. Lila mengalami kesulitan dengan naskah, merasa tekanan untuk menghasilkan karya yang sempurna. Sementara Budi, meskipun berusaha keras, merasa lukisannya tidak cukup baik. Suatu malam, saat mereka berkumpul di lapangan, Andi mengungkapkan kebimbangannya. "Aku tidak tahu apakah aku bisa melanjutkan ini. Aku harus berlatih untuk seleksi tim, dan film ini menyita banyak waktu." Lila menambahkan, "Aku juga merasa terbebani. Rasanya naskahku tidak cukup bagus, dan aku takut mengecewakan kalian." Mira, yang selalu optimis, mencoba memberi semangat. "Kita semua memiliki mimpi, dan ini adalah cara kita mewujudkannya. Mari kita dukung satu sama lain. Tidak ada yang sempurna di awal, kita bisa memperbaikinya bersama." Budi yang biasanya pendiam, tiba-tiba berbicara. "Aku juga merasa takut. Tapi, aku ingin mencoba. Mungkin kita bisa membuat film ini sebagai proses belajar, bukan hanya hasilnya." Setelah diskusi itu, mereka semua sepakat untuk terus melanjutkan proyek ini. Mereka mulai membagi tugas dengan lebih baik dan saling membantu satu sama lain. Andi mengatur waktu latihannya, Lila mulai menerima bahwa naskahnya mungkin tidak sempurna, dan Budi berlatih menggambar setiap hari. Setelah beberapa minggu penuh kerja keras, film pendek mereka akhirnya selesai. Mereka mengundang teman-teman dan keluarga untuk menonton pemutaran perdana di lapangan tempat mereka biasa berkumpul. Suasana dipenuhi dengan semangat dan kegembiraan. Ketika film diputar, tawa dan tepuk tangan menggema di seluruh lapangan. Meskipun ada beberapa kesalahan, semua orang menikmati alur cerita yang menggugah dan penampilan mereka. Film itu mengisahkan tentang empat sahabat yang berjuang menggapai impian mereka meskipun banyak rintangan. Setelah pemutaran selesai, orang-orang memberikan pujian dan dukungan. Budi merasa bangga dengan lukisan latar belakangnya, Lila senang naskahnya dapat menginspirasi, Andi bersemangat dengan penampilan aksinya, dan Mira merasa karyanya diapresiasi. Di tengah perayaan, Mira berdiri di depan teman-temannya. "Ini adalah awal dari perjalanan kita. Kita telah belajar banyak tentang kerja sama dan saling mendukung. Jangan pernah ragu untuk mengejar impian kita." Mereka berpelukan, merasakan kebersamaan yang lebih dalam dari sebelumnya. Dengan semangat yang menggebu, mereka berjanji untuk terus mengejar mimpi mereka masing-masing. Waktu berlalu, dan hari-hari cerah di desa kecil itu pun tak pernah pudar. Mira kini menulis cerita-cerita pendek dan mengirimkannya ke majalah, Andi berhasil masuk ke tim sepak bola sekolah, Lila mendapatkan beasiswa untuk belajar di luar negeri, dan Budi mulai menjual karya seninya. Mereka menyadari bahwa perjalanan mencapai impian bukanlah tentang hasil akhir, melainkan tentang proses, persahabatan, dan dukungan satu sama lain. Langit merah di ujung jalan membawa harapan dan semangat baru bagi mereka, menandakan bahwa perjalanan mereka masih panjang. Dan di setiap pertemuan di lapangan, di bawah langit biru, mereka selalu mengingat bahwa mimpi bisa menjadi kenyataan asalkan ada usaha dan keyakinan. Ubahlah cerpen tersebut menjadi sebuah adegan 1, adegan 2, adegan 3, dan adegan 4!!

Langit Merah di Ujung Jalan

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh pegunungan, terdapat sekelompok remaja yang akrab. Mereka adalah Mira, Andi, Lila, dan Budi. Setiap sore, setelah pulang sekolah, mereka berkumpul di sebuah lapangan terbuka yang dikelilingi pohon-pohon tinggi. Di sinilah mereka berbagi cerita, impian, dan rahasia.
Mira, gadis berambut panjang dengan senyum manis, memiliki mimpi besar untuk menjadi seorang penulis. Setiap malam, dia mencatat ide-ide ceritanya di buku catatan kecil yang selalu dibawanya. Andi, sahabatnya yang ceria, ingin menjadi pemain sepak bola terkenal. Dia selalu berlatih di lapangan setiap sore, berharap bisa mendapatkan beasiswa untuk sekolah sepak bola.
Lila adalah gadis yang pintar dan selalu menjadi juara kelas. Dia bercita-cita ingin melanjutkan pendidikan ke luar negeri. Sementara itu, Budi, si pemalu, sangat suka menggambar. Dia bermimpi bisa menjadi seorang seniman, meski sering merasa tidak percaya diri dengan bakatnya.
Suatu hari, saat mereka berkumpul, Mira mengusulkan untuk membuat sebuah proyek bersama. "Bagaimana kalau kita membuat film pendek? Kita bisa mengekspresikan mimpi-mimpi kita dalam bentuk cerita," ujarnya bersemangat.
"Film? Itu ide yang keren!" seru Andi. "Aku bisa berperan sebagai pahlawan di lapangan sepak bola!"
Lila mengangguk setuju. "Aku bisa menulis naskahnya! Kita perlu menampilkan pesan tentang mengejar impian."
Budi merasa sedikit ragu. "Tapi, aku tidak yakin bisa melukis atau menggambar untuk film itu."
"Jangan khawatir, Budi. Kita bisa membuatnya bersama-sama," Mira meyakinkan.
Mereka mulai merencanakan film tersebut dengan giat. Setiap sore, mereka berkumpul untuk berdiskusi, menulis naskah, dan merancang skenario. Mira mengisi catatan kecilnya dengan ide-ide kreatif, Lila menyiapkan naskah, Andi berlatih adegan-adegan aksi, dan Budi menggambar latar belakang.
Hari demi hari berlalu, dan proses pembuatan film pun berjalan seru. Namun, di tengah kesenangan itu, mereka juga menghadapi tantangan. Andi mulai merasa stres karena tidak memiliki waktu cukup untuk berlatih sepak bola. Lila mengalami kesulitan dengan naskah, merasa tekanan untuk menghasilkan karya yang sempurna. Sementara Budi, meskipun berusaha keras, merasa lukisannya tidak cukup baik.
Suatu malam, saat mereka berkumpul di lapangan, Andi mengungkapkan kebimbangannya. "Aku tidak tahu apakah aku bisa melanjutkan ini. Aku harus berlatih untuk seleksi tim, dan film ini menyita banyak waktu."
Lila menambahkan, "Aku juga merasa terbebani. Rasanya naskahku tidak cukup bagus, dan aku takut mengecewakan kalian."

Mira, yang selalu optimis, mencoba memberi semangat. "Kita semua memiliki mimpi, dan ini adalah cara kita mewujudkannya. Mari kita dukung satu sama lain. Tidak ada yang sempurna di awal, kita bisa memperbaikinya bersama."
Budi yang biasanya pendiam, tiba-tiba berbicara. "Aku juga merasa takut. Tapi, aku ingin mencoba. Mungkin kita bisa membuat film ini sebagai proses belajar, bukan hanya hasilnya."
Setelah diskusi itu, mereka semua sepakat untuk terus melanjutkan proyek ini. Mereka mulai membagi tugas dengan lebih baik dan saling membantu satu sama lain. Andi mengatur waktu latihannya, Lila mulai menerima bahwa naskahnya mungkin tidak sempurna, dan Budi berlatih menggambar setiap hari.
Setelah beberapa minggu penuh kerja keras, film pendek mereka akhirnya selesai. Mereka mengundang teman-teman dan keluarga untuk menonton pemutaran perdana di lapangan tempat mereka biasa berkumpul. Suasana dipenuhi dengan semangat dan kegembiraan.
Ketika film diputar, tawa dan tepuk tangan menggema di seluruh lapangan. Meskipun ada beberapa kesalahan, semua orang menikmati alur cerita yang menggugah dan penampilan mereka. Film itu mengisahkan tentang empat sahabat yang berjuang menggapai impian mereka meskipun banyak rintangan.
Setelah pemutaran selesai, orang-orang memberikan pujian dan dukungan. Budi merasa bangga dengan lukisan latar belakangnya, Lila senang naskahnya dapat menginspirasi, Andi bersemangat dengan penampilan aksinya, dan Mira merasa karyanya diapresiasi.
Di tengah perayaan, Mira berdiri di depan teman-temannya. "Ini adalah awal dari perjalanan kita. Kita telah belajar banyak tentang kerja sama dan saling mendukung. Jangan pernah ragu untuk mengejar impian kita."
Mereka berpelukan, merasakan kebersamaan yang lebih dalam dari sebelumnya. Dengan semangat yang menggebu, mereka berjanji untuk terus mengejar mimpi mereka masing-masing.
Waktu berlalu, dan hari-hari cerah di desa kecil itu pun tak pernah pudar. Mira kini menulis cerita-cerita pendek dan mengirimkannya ke majalah, Andi berhasil masuk ke tim sepak bola sekolah, Lila mendapatkan beasiswa untuk belajar di luar negeri, dan Budi mulai menjual karya seninya. 
Mereka menyadari bahwa perjalanan mencapai impian bukanlah tentang hasil akhir, melainkan tentang proses, persahabatan, dan dukungan satu sama lain. Langit merah di ujung jalan membawa harapan dan semangat baru bagi mereka, menandakan bahwa perjalanan mereka masih panjang.
Dan di setiap pertemuan di lapangan, di bawah langit biru, mereka selalu mengingat bahwa mimpi bisa menjadi kenyataan asalkan ada usaha dan keyakinan.

 

Ubahlah cerpen tersebut menjadi sebuah adegan 1, adegan 2, adegan 3, dan adegan 4!!

Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb

Habis dalam

01

:

01

:

56

:

19

Klaim

9

1

Jawaban terverifikasi

Iklan

Rendi R

Community

03 November 2024 22:42

Jawaban terverifikasi

<p>Berikut adalah pembagian cerita "Langit Merah di Ujung Jalan" menjadi empat adegan:</p><p><strong>Adegan 1: Perkenalan Tokoh dan Impian</strong></p><p><strong>Lokasi</strong>: Lapangan terbuka di desa kecil yang dikelilingi pohon-pohon tinggi.</p><ul><li><strong>Deskripsi</strong>: Mira, Andi, Lila, dan Budi adalah sekelompok sahabat yang sering berkumpul di lapangan setiap sore sepulang sekolah.</li><li><strong>Dialog</strong>:<ul><li>Mira berbagi impiannya untuk menjadi seorang penulis.</li><li>Andi mengungkapkan keinginannya untuk menjadi pemain sepak bola terkenal.</li><li>Lila bercita-cita ingin belajar ke luar negeri.</li><li>Budi yang pemalu mengutarakan impiannya untuk menjadi seniman, meski masih merasa ragu dengan kemampuannya.</li></ul></li><li><strong>Aksi</strong>: Mira mengusulkan ide untuk membuat film pendek tentang impian mereka masing-masing.</li><li><strong>Reaksi</strong>: Andi, Lila, dan Budi merespons dengan semangat, meskipun Budi sedikit ragu karena kurang percaya diri dengan kemampuannya menggambar.</li></ul><p><strong>Adegan 2: Persiapan Proyek Film</strong></p><p><strong>Lokasi</strong>: Lapangan terbuka, rumah masing-masing karakter (untuk persiapan individu).</p><ul><li><strong>Deskripsi</strong>: Mereka mulai merencanakan proyek film pendek dengan membagi tugas masing-masing.</li><li><strong>Dialog</strong>:<ul><li>Mira, Lila, Andi, dan Budi berdiskusi tentang naskah, adegan, dan latar belakang film.</li><li>Mira mengisi buku catatannya dengan ide-ide kreatif.</li><li>Lila menulis naskah, Andi berlatih adegan aksi, dan Budi menggambar latar belakang.</li></ul></li><li><strong>Aksi</strong>: Proses persiapan dan latihan untuk film pendek berjalan dengan baik, tetapi mulai muncul kesulitan bagi masing-masing karakter.</li><li><strong>Reaksi</strong>: Andi merasa kewalahan karena harus membagi waktu antara latihan sepak bola dan proyek film. Lila merasa tertekan dengan naskahnya, dan Budi mulai meragukan hasil karyanya.</li></ul><p><strong>Adegan 3: Konflik dan Kebimbangan</strong></p><p><strong>Lokasi</strong>: Lapangan terbuka di sore hari.</p><ul><li><strong>Deskripsi</strong>: Konflik mulai muncul ketika masing-masing karakter merasa terbebani dengan proyek ini.</li><li><strong>Dialog</strong>:<ul><li>Andi mengungkapkan keraguannya untuk melanjutkan proyek karena ia merasa waktu latihannya terganggu.</li><li>Lila mengutarakan ketakutannya bahwa naskahnya tidak cukup bagus.</li><li>Mira mencoba menyemangati teman-temannya, mengingatkan mereka tentang arti dari mimpi dan dukungan sahabat.</li><li>Budi, yang biasanya pendiam, mengakui bahwa dia juga merasa takut tapi tetap ingin mencoba.</li></ul></li><li><strong>Aksi</strong>: Mereka berdiskusi untuk saling mendukung dan mencari cara agar proyek ini tetap bisa berjalan.</li><li><strong>Reaksi</strong>: Keempat sahabat sepakat untuk terus melanjutkan proyek dengan membagi waktu dan tugas lebih baik.</li></ul><p><strong>Adegan 4: Pemutaran Perdana dan Refleksi</strong></p><p><strong>Lokasi</strong>: Lapangan terbuka yang sudah diatur untuk pemutaran film.</p><ul><li><strong>Deskripsi</strong>: Setelah beberapa minggu bekerja keras, film mereka akhirnya selesai dan diputar di depan teman-teman dan keluarga.</li><li><strong>Dialog</strong>:<ul><li>Para penonton memberikan pujian dan dukungan untuk keempat sahabat.</li><li>Masing-masing sahabat mengungkapkan perasaan bangga mereka akan hasil kerja keras dan proses belajar mereka.</li><li>Mira menyampaikan pesan kepada teman-temannya tentang pentingnya kerja sama dan keberanian untuk mengejar mimpi.</li></ul></li><li><strong>Aksi</strong>: Mereka saling berpelukan dan merayakan hasil karya bersama.</li><li><strong>Reaksi</strong>: Mereka merasa lebih percaya diri dan berjanji untuk terus mengejar mimpi masing-masing.</li></ul><p>Itulah pembagian ceritanya ke dalam empat adegan. Setiap adegan menggambarkan perjalanan persahabatan, kerja keras, konflik, dan pencapaian mereka dalam menggapai impian.</p>

Berikut adalah pembagian cerita "Langit Merah di Ujung Jalan" menjadi empat adegan:

Adegan 1: Perkenalan Tokoh dan Impian

Lokasi: Lapangan terbuka di desa kecil yang dikelilingi pohon-pohon tinggi.

  • Deskripsi: Mira, Andi, Lila, dan Budi adalah sekelompok sahabat yang sering berkumpul di lapangan setiap sore sepulang sekolah.
  • Dialog:
    • Mira berbagi impiannya untuk menjadi seorang penulis.
    • Andi mengungkapkan keinginannya untuk menjadi pemain sepak bola terkenal.
    • Lila bercita-cita ingin belajar ke luar negeri.
    • Budi yang pemalu mengutarakan impiannya untuk menjadi seniman, meski masih merasa ragu dengan kemampuannya.
  • Aksi: Mira mengusulkan ide untuk membuat film pendek tentang impian mereka masing-masing.
  • Reaksi: Andi, Lila, dan Budi merespons dengan semangat, meskipun Budi sedikit ragu karena kurang percaya diri dengan kemampuannya menggambar.

Adegan 2: Persiapan Proyek Film

Lokasi: Lapangan terbuka, rumah masing-masing karakter (untuk persiapan individu).

  • Deskripsi: Mereka mulai merencanakan proyek film pendek dengan membagi tugas masing-masing.
  • Dialog:
    • Mira, Lila, Andi, dan Budi berdiskusi tentang naskah, adegan, dan latar belakang film.
    • Mira mengisi buku catatannya dengan ide-ide kreatif.
    • Lila menulis naskah, Andi berlatih adegan aksi, dan Budi menggambar latar belakang.
  • Aksi: Proses persiapan dan latihan untuk film pendek berjalan dengan baik, tetapi mulai muncul kesulitan bagi masing-masing karakter.
  • Reaksi: Andi merasa kewalahan karena harus membagi waktu antara latihan sepak bola dan proyek film. Lila merasa tertekan dengan naskahnya, dan Budi mulai meragukan hasil karyanya.

Adegan 3: Konflik dan Kebimbangan

Lokasi: Lapangan terbuka di sore hari.

  • Deskripsi: Konflik mulai muncul ketika masing-masing karakter merasa terbebani dengan proyek ini.
  • Dialog:
    • Andi mengungkapkan keraguannya untuk melanjutkan proyek karena ia merasa waktu latihannya terganggu.
    • Lila mengutarakan ketakutannya bahwa naskahnya tidak cukup bagus.
    • Mira mencoba menyemangati teman-temannya, mengingatkan mereka tentang arti dari mimpi dan dukungan sahabat.
    • Budi, yang biasanya pendiam, mengakui bahwa dia juga merasa takut tapi tetap ingin mencoba.
  • Aksi: Mereka berdiskusi untuk saling mendukung dan mencari cara agar proyek ini tetap bisa berjalan.
  • Reaksi: Keempat sahabat sepakat untuk terus melanjutkan proyek dengan membagi waktu dan tugas lebih baik.

Adegan 4: Pemutaran Perdana dan Refleksi

Lokasi: Lapangan terbuka yang sudah diatur untuk pemutaran film.

  • Deskripsi: Setelah beberapa minggu bekerja keras, film mereka akhirnya selesai dan diputar di depan teman-teman dan keluarga.
  • Dialog:
    • Para penonton memberikan pujian dan dukungan untuk keempat sahabat.
    • Masing-masing sahabat mengungkapkan perasaan bangga mereka akan hasil kerja keras dan proses belajar mereka.
    • Mira menyampaikan pesan kepada teman-temannya tentang pentingnya kerja sama dan keberanian untuk mengejar mimpi.
  • Aksi: Mereka saling berpelukan dan merayakan hasil karya bersama.
  • Reaksi: Mereka merasa lebih percaya diri dan berjanji untuk terus mengejar mimpi masing-masing.

Itulah pembagian ceritanya ke dalam empat adegan. Setiap adegan menggambarkan perjalanan persahabatan, kerja keras, konflik, dan pencapaian mereka dalam menggapai impian.


Iklan

Mau pemahaman lebih dalam untuk soal ini?

Tanya ke Forum

Biar Robosquad lain yang jawab soal kamu

Tanya ke Forum

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

Teks 1 Salah Kelas Pagi itu, Joni nampak bahagia sekali. Di meja makan, ibunya bertanya kepada Joni. "Jon, Ibu perhatikan dari tadi kamu senyum-senyum sendiri?" "Anu, Bu, semalam ibu wali kelas membagikan jadwal tatap muka terbatas. Senang rasanya karena besok aku bisa bertemu teman-teman. Belajar daring di rumah membosankan, Bu. Apalagi kalau zoom meeting Matematika." "Memangnya kenapa kalau Matematika, Jon?" Ibu bertanya kembali. "Gurunya galak, Bu, materinya juga susah, wong diajarkan di kelas saja masih susah pahamnya, apalagi daring," jawab Joni. "Oh, begitu," Ibu menimpali. "Ya sudah, Bu. Joni pamit, ya." Joni langsung pergi sambil mencium tangan ibunya. Sekolah sudah nampak ramai. Joni berjalan sambil sesekali melihat jadwal mapel yang dibagikan wali kelasnya. Lalu, dia segera masuk kelas dan ternyata sudah ada guru di dalam kelas. "Selamat pagi, Pak. Maaf, saya terlambat." "Selamat pagi juga, Nak, silakan duduk," sahut Pak Guru. Joni langsung mencari kursi dan duduk tanpa melihat kanan kiri. Saat mengeluarkan buku catatan, Joni mengedarkan pandangannya dan langsung kaget. Semua seperti asing. Dia seperti tidak mengenali teman sekelasnya, apalagi semuanya memakai masker. Dia berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa mereka adalah teman kelasnya. Tidak berapa lama, Joni kaget ketika melihat ke papan tulis Pak Guru sedang menjelaskan soal Matematika, padahal seingatnya jadwal pagi itu adalah Bahasa Indonesia. "Astaga, ini kan kelasku satu tahun yang lalu, ini kan kelas satu. Sekarang kan aku sudah naik kelas dua." Keringat dingin keluar di wajah Joni, lalu dia memberanikan diri menemui Pak Guru. "Maaf, Pak, karena sudah satu tahun daring, saya lupa kalau sekarang saya sudah kelas dua. Saya salah masuk kelas, Pak." Semua peserta didik pun tertawa. Dengan wajah malu, Joni keluar kelas. Teks 2 PKH Pada suatu hari, dua orang ibu rumah tangga sedang berbincang-bincang di depan rumah. Mereka sedang asyik membahas tentang bantuan pemerintah yang dinamakan PKH. Bu Tuti : Mar, aku semakin heran dengan pemerintah sekarang. Bu Marni Loh, kenapa, Bu? Ada masalah? (penasaran) Bu Tuti : Ya jelas ada. Kalau enggak ada, buat apa saya repot-repot membahas masalah ini? Bu Marni: Oalah, Bu, sempat-sempatnya memikirkan pemerintah, memangnya pemerintah memikirkan nasib kita? Bu Tuti : Jangan salah. Tuh, lihat tetangga sebelah kita. Dia dapat bantuan dari pemerintah. Setiap bulan, dia rutin mengambil sembako di warung dekat balai desa sana. Bu Marni Masa? Enggak salah, sampeyan, Bu? Dia, kan, lumayan mampu. Lihat saja, kulkas ada, mesin cuci punya, motor dua, kalau pergi perhiasannya selalu menempel di tangannya. Benar enggak salah, Bu? (sedikit tidak percaya) Bu Tuti : Nah, itu yang membuat saya bingung. Kenapa dia dapat bantuan? Padahal, kalau dipikir, dia tergolong keluarga mampu. Coba kita bandingkan dengan tetangga kita yang lain. Ada yang jauh lebih berhak mendapatkan bantuan itu sebenarnya. Bu Marni : Iya betul Bu. Ngomong-ngomong, bantuan apa yang bisa dia dapat, Bu? Bu Tuti Bu Marni: Masa kamu enggak tahu? Itu, loh, bantuan PKH. Oh, yang rumahnya ditempeli stiker "Keluarga Miskin" itu, to? Bu Tuti Nah, itu kamu tahu, Mar. (mengacungkan jempol kepada Bu Marni) Bu Marni Bu Tuti Ya tahu lah, Bu. Apa, sih, yang tidak saya ketahui? Mar, PKH itu apa, to? (penasaran) Bu Marni Program Keluarga Harapan. Bu Tuti : Harapan apa? Bu Marni Harapan biar dikasih sembako tiap bulan, ha...ha...ha... Bu Tuti : Ngawur kamu, Mar. Tulislah persamaan dan perbedaan kedua teks tersebut

25

0.0

Jawaban terverifikasi

Tentukan mana yang merupakan struktur abstraksi,orientasi,krisis,reaksi,dan koda Teks 1 Racun Serangga Alkisah hiduplah sepasang suami istri dengan dua orang anaknya. Setiap pagi kedua anak tersebut pergi berkebun untuk membantu orang tuanya. Namun, tiba-tiba mereka berdua pulang ke rumah dengan tergesa-gesa. Kakak: "Bu, Ibu tolong bu, gawat ini adik menelan kecoa!" Ibu: "Astaga, kok bisa sih kak? Gimana ceritanya? Ayo cepat panggil Bapak suruh bawa dokter ke sini!" Kakak: "Jangan bu, malah tambah gawat nanti. Sebentar lagi kecoanya juga mati." Ibu: "Lho, kok bisa gitu kak?" Kakak: "Iya bu, soalnya adik sudah aku kasih racun serangga bu. Di botolnya kan ada tulisan "dapat membunuh serangga ekstra cepat." Ibu: "Astagfirullah, sembrono kamu!" Kakak: (bingung) Ibu: "Pak, Bapak anak kita makan kecoa." (sambil berlari mencari suaminya). Kakak: (masih tetap bingung) ------------------------------- Teks 2 Tukang roti Pada Pagi hari Azril duduk di teras rumahnya sembari menunggu tukang roti yang biasa lewat. Begitu tukang roti lewat Azril lantas memanggil sang penjual. Azril: "Beli rotinya, Pak." Tukang Roti: "Boleh silahkan mau roti yang mana." Azril: "Ini apa, Pak?" Tukang Roti: "Ini semangka." Azril: "Kalau yang ini apa?" Tukang Roti: "Srikaya." Azril: "Terus ini apa, Bang?" Tukang Roti: "Oh...kalau ini blueberry, dek." Azril: "Gimana sih, terus rotinya mana? Saya mau beli roti bukan buah, kok daritadi yang disebut buah-buahan aja. Gak jadi beli deh saya kalau gini." Tukang Roti: "Yang saya sebut tuh rasa rotinya!" Azril: "Gak jadi, deh!"

14

5.0

Jawaban terverifikasi