Ragil M

14 Oktober 2025 15:49

Iklan

Ragil M

14 Oktober 2025 15:49

Pertanyaan

kemarin pet ku sakit aku ngikuti saran nyelesain banyak misi, sampe sekarang tetep ga sembuh sembuh, sekarang udah sekarat, apakah kalo mati misi nya ngulang dari awal

kemarin pet ku sakit aku ngikuti saran nyelesain banyak misi, sampe sekarang tetep ga sembuh sembuh, sekarang udah sekarat, apakah kalo mati misi nya ngulang dari awal

Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb

Habis dalam

02

:

19

:

51

:

37

Klaim

7

2


Iklan

Egia P

15 Oktober 2025 02:19

<p>kakak aku juga sama nih pet aku sakit terus aku kerjain banyak latihan gak sembuh sembuh sampai akhirnya sekarat dong terus aku tetap nonton video banyak banyak eh tetap sekarat tapi kak kayaknya pet nya itu kalo dah mari kita harus ngehifupin dia kembali</p>

kakak aku juga sama nih pet aku sakit terus aku kerjain banyak latihan gak sembuh sembuh sampai akhirnya sekarat dong terus aku tetap nonton video banyak banyak eh tetap sekarat tapi kak kayaknya pet nya itu kalo dah mari kita harus ngehifupin dia kembali


Egia P

15 Oktober 2025 02:19

typo mari itu mati ya

β€” Tampilkan 3 balasan lainnya

Iklan

Stiawnncu S

15 Oktober 2025 09:04

<p>iya sama, aku juga gitu padahal udah jawab soal berkali-kali</p>

iya sama, aku juga gitu padahal udah jawab soal berkali-kali


Ragil M

15 Oktober 2025 17:36

coba dulu kamu liat video tanpa skip tanpa di percepat min 10 menit, punyaku langsung sembuh, tapi ngerjain kuis sama liat rangkuman juga

Mau jawaban yang terverifikasi?

Tanya ke AiRIS

Yuk, cobain chat dan belajar bareng AiRIS, teman pintarmu!

Chat AiRIS

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

CATATAN DALAM BOTOL Andi Mutiara Muthahharah Namaku Pelangi. Aku sangat suka menulis. Aku selalu menulis catatan harianku di kertas cantik dan memasukkan gulungan kertas itu ke dalam botol. Botol itu akan kulempar ke laut. Di belakang rumahku memang ada pantai yang indah. Selain menulis, aku juga sangat suka melihat pelangi. Aku melempar botol setiap kali muncul pelangi. Itu kulakukan agar kisahku dan kehidupanku di masa depan akan berwarna seperti pelangi. Suatu hari, ayah dan bunda pergi ke Paris karena urusan penting. Mereka memang selalu pergi, sampai-sampai tidak punya waktu untuk kami. Bunda menyuruhku menjaga Rindu, adikku, yang sudah kelas 3. Aku anak cukup berada. Rumahku besar. Tapi, jujur saja, aku sudah bosan hidup seperti ini. Kami hanya berdua setiap hari. Beruntung, aku mempunyai tetangga yang baik. Aku biasa memanggilnya Bibi Hani. Beliau mempunyai warung bakso. Beliau selalu memperhatikanku dan Rindu. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana hidupku tanpa Bibi Hani. Sudah seminggu, orang tuaku belum pulang. Apakah mereka sesibuk itu? Tapi, barusan, aku mendapat sms dari Bunda bahwa sore ini mereka akan pulang. β€œEh, Kak, ada pelangi tuh,”tunjuk Rindu lewat jendela. β€œBenar! Saatnya menulis…!” seruku sambil mengambil kertas, pulpen, dan botol. Lalu, aku menuju pantai di belakang rumah. Aku mencari tempat yang teduh dan mulai menulis. Namaku Pelangi. Aku sangat suka menulis dan melihat pelangi. Setiap hari, orang tuaku pergi. Aku terpaksa tinggal bersama adikku, Rindu. Beruntung aku mempunyai tetangga yang baik hati. Namanya Bibi Hani. Beliau selalu membantuku. Sekarang, ayah dan bunda pergi ke Paris. Tapi, kabarnya, sore ini mereka akan segera pulang. Aku sudah tidak sabar! Pelangi Itulah catatanku. Aku menggulung kertas catatan itu dan memasukkannya ke dalam botol plastik yang sudah kuhias semenarik mungkin. Sejenak, aku menatap pelangi sambil tersenyum. Lalu, aku melempar botol itu jauh-jauh. Setelah itu, aku kembali ke rumahku. Aku menemui Rindu yang sedang menonton TV. Namun, ia terlihat sangat sedih. β€œRindu, ada apa?” tanyaku lembut sambil membelai rambutnya yang panjang. β€œPesawat tujuan Paris-Indonesia jatuh, Kak. Pasti, ayah dan bunda juga ada di pesawat itu,” kata Rindu sambil terisak-isak. 2 Jantungku seperti berhenti berdetak mendengarnya. Kata-kata itu, terasa membuat darahku berhenti mengalir. β€œAyah, Bunda, jangan tinggalin kami. Sudah cukup kami kesepian setiap kalian pergi. Tapi, kami enggak mau kesepian untuk selamanya, tanpa Ayah dan Bunda. Ya Allah, semoga ayah dan bunda segera ditemukan. Selamatkanlah mereka.” Airmataku mengalir deras sambil terus berdoa dalam hati. β€œAssalamu’alaikum, Pelangi, Rindu?” ucap Bibi Hani sambil membuka pintu rumahku. Lalu, beliau masuk. Beliau melihat kami menangis. β€œIya. Bibi sudah tahu semuanya,” kata Bibi Hani sambil membelai rambutku dan Rindu. β€œKalian sabar ya. Orangtua kalian pasti akan segera ditemukan. Bibi Hani akan selalu ada untuk kalian.” Esoknya, aku dan Rindu pergi ke sekolah seperti biasanya. Namun, hari ini, aku tidak begitu bersemangat untuk ke sekolah. Apalagi, Rindu. Dari tadi malam, ia terus membisu meski sudah dibujuk oleh Bibi Hani. Tadi pagi, ia juga tidak sarapan. Aku khawatir, kesehatannya akan terganggu. Malamnya, aku mendengar Rindu memanggilku. Aku langsung bangun dan membangunkan Bibi Hani yang memang menginap di rumahku. Aku dan Bibi Hani segera ke kamar Rindu. Badan Rindu sangat panas. Akhirnya, aku terus menunggui Rindu hingga pagi datang. Paginya, aku dan Bibi Hani membawa Rindu ke rumah sakit. Aku terpaksa memberi surat izin kepada guruku untuk tidak sekolah dulu sampai kondisi adikku kembali normal. Setelah itu, Bibi Hani pulang karena masih harus menjaga warungnya. Tidak berapa lama, suster datang memeriksa Rindu. β€œAdikmu belum bangun ya?” β€œBelum, Sus. Oya, Rindu sakit apa, Sus?” β€œAdikmu terkena penyakit thypus. Nanti, kalau adikmu bangun, suapin ya.” Esoknya, aku dan Rindu makan bersama. Tapi, Rindu terlihat tidak nafsu makan. Malamnya, Rindu terlihat pucat. Demamnya sangat tinggi. β€œKak, aku mau keluar sebentar,” pinta Rindu. β€œTidak bisa, Rindu. Kamu harus banyak istirahat. Jangan banyak bergerak dulu.” β€œTolong, Kak. Sebentar saja kok.” Aku pun mengantarnya keluar sebentar. Namun, tiba-tiba Rindu pingsan. Aku melihat Rindu terbaring lemas di tempat tidur. Ia tidak sadar-sadar. β€œKak,” panggil Rindu pelan. Ia membuka matanya. β€œRindu, jangan banyak gerak dulu ya,” cemasku. β€œKak, jangan berhenti menulis ya. Terus menulis bersama pelangi,” ucap Rindu. β€œTentu. Kakak akan selalu menulis.” 3 β€œKakak memang bagaikan pelangi. Semoga hidup Kakak menyenangkan!” β€œRindu, kamu kenapa?” β€œAku ingin pergi bersama ayah dan bunda. Selamat tinggal, Kak.” Akhirnya, Rindu mengembuskan nafas terakhirnya dengan senyuman manis. β€œRindu, jangan tinggalin Kakak. Kakak harus bagaimana?” tangisku kencang. Bibi Hani mencoba menenangkan. Sebelum meninggalkan pemakaman, aku mencium nisan Rindu. Rindu, sampaikan salamku untuk ayah dan bunda…. Seminggu setelah kematian Rindu telah berlalu. Aku menjalani hari seperti biasanya. Namun, aku masih tidak ke sekolah. Kematian Rindu membuatku lebih tertutup. Gerimis turun lagi sore ini. Seperti biasa, pelangi kembali muncul dan aku kembali menulis. Namaku Pelangi. Aku sangat suka menulis dan melihat pelangi. Seminggu yang lalu, Rindu mengakhiri perjalanannya. Ia berpesan agar aku terus menulis bersama pelangi. Rindu sekarang sudah bahagia bersama Ayah dan Bunda. Dan aku di sini sendiri dan kesepian…. Pelangi Aku melempar botol itu jauh-jauh. Aku masuk ke rumah dengan perasaan kesal. Aku membanting pintu dan mengacak-acak kamarku sambil menangis. β€œHuh, percuma namaku Pelangi. Kehidupanku juga tidak berwarna seperti pelangi. Kenapa sih mereka memberiku nama Pelangi? Benar-benar tidak cocok! Orangtuaku mengalami kecelakaan dan aku dan Rindu ditinggalin. Sekarang, Rindu juga ninggalin aku. Ayah, bunda, dan Rindu sudah bahagia bersama di sana. Sedangkan aku sendirian! Aku harus bagaimana? Huuuuhhh,” isakku kencang. Lalu, Bibi Hani masuk dan menemuiku. β€œPelangi, tenang, Nak,” hibur Bibi Hani. β€œAllah memang tidak pernah berhenti memberikan ujian untuk hamba-Nya. Allah melakukan itu agar hamba-Nya selalu tegar dan sabar meghadapi ujian apapun. Percayalah, cobaan itu yang terbaik untuk hamba-Nya.” β€œYang terbaik apanya? Ayah dan bunda pergi ninggalin aku. Rindujuga. Apa itu yang terbaik?” bantahku. β€œTenang, Nak. Bibi akan selalu bersama Pelangi kok.”Aku menatap Bibi Hani, lalu memeluknya erat. Beberapa hari kemudian, aku mulai mengikhlaskan semuanya. Tapi, kemarin, Bibi Hani bilang akan membawaku ke Panti Asuhan. β€œApa Bibi tidak sayang lagi sama aku?” tanyaku setelah mengetahuinya. β€œBukan begitu, Pelangi. Bibi harus menjual dan mengurus keluarga Bibi. Tenang saja, Bibi akan selalu melihat kamu kok. Lagipula, pemilik Panti itu adalah saudara Bibi.” β€œTapi, tolong Bibi jaga rumahku ya. Rumah itu menyimpan banyak kenangan,” kataku. Bibi Hani mengangguk sambil tersenyum. Jadi, untuk terakhir kalinya, aku pergi ke pantai belakang rumahku. Saat itu, pelanginya tampak jelas dan indah di atas pantai. Namaku Pelangi. Aku sangat suka menulis dan melihat pelangi. Setelah kehilangan keluargaku, aku sangat kesal dan putus asa. Aku hampir saja menyalahkan takdir Allah. Namun, Bibi Hani tidak berhenti menghiburku. Hari ini juga, aku akan ke panti asuhan milik 4 saudara Bibi Hani. Jadi, mungkin ini adalah hari terakhirku tinggal di rumahku yang penuh kenangan…. Pelangi Aku dan Bibi Hani berangkat ke panti asuhan. Kata Bibi, di dekat panti itu ada sungai. Tentu saja aku sangat senang. Setelah sebulan, aku mulai terbiasa dengan lingkungan panti. Teman-temanku juga semua baik dan ramah. Di sini, kami seperti satu keluarga yang saling menyayangi. Seperi biasa, aku ingin menulis. Pelangi telah tampak. Aku duduk di batu dan menulis. Namaku Pelangi. Aku sangat suka menulis dan melihat pelangi. Sudah sebulan, aku tinggal di panti. Aku juga mulai akrab dengan teman temanku. Di sini, aku sangat bahagia. Aku dapat merasakan hangatnya rasa kekeluargaan. Kuharap, selanjutnya akan ada kejadian luar biasa dari sekarang.... Pelangi Seminggu kemudian, Bibi Hani datang bersama pria yang tidak kukenal. Tapi, sepertinya, aku pernah melihatnya sebelumnya. Ternyata, pria itu adalah Paman Rusdi. Beliau ingin mengajakku tinggal di rumahnya di Solo. Tentu saja, aku sangat senang mendengarnya. β€œBibi, selamat tinggal. Aku tidak akan bisa seperti ini tanpa Bibi. Bibi benar-benar malaikatku. Maaf kalau selama ini Pelangi ngerepotin Bibi,” kataku sambil menangis. β€œPelangi, kamu anak yang baik. Kamu bisa tegar dan bersabar meskipun telah kehilangan orang tua dan adikmu. Justru, Bibi belajar banyak hal dari kamu. Kamu adalah seorang pelangi yang sesungguhnya. Bibi yakin, kehidupanmu selanjutnya akan penuh warna seperti pelangi. Ibumu tidak salah memberimu nama pelangi. Keluargamu di sana juga pasti bahagia melihatmu,” kata Bibi Hani sambil menyeka airmataku. β€œSelamat tinggal, Bi. Aku akan selalu ingat Bibi,” ucapku sambil melambaikan tangan. β€œSelamat jalan, Pelangi. Ikuti terus cahayamu, dan kau akan bahagia. ” Aku menyeka air mataku dan berusaha tersenyum. Jelaskan watak tokoh pelangi pada cerpen catatan dalam botol!berikan bukti

2

5.0

Jawaban terverifikasi

Sahabat yang Tergadai Rina dan Maya telah bersahabat sejak kecil. Mereka tinggal di kompleks perumahan yang sama, duduk di bangku sekolah yang sama, bahkan berbagi mimpi untuk bisa terus bersama hingga dewasa. Setiap sore, Rina selalu datang ke rumah Maya untuk bermain atau sekadar mengerjakan PR bersama. Rumah Maya terasa hangat dan nyaman, penuh dengan canda tawa dan rasa kekeluargaan. Maya adalah teman yang selalu mendukung Rina dalam segala hal, tak peduli apa yang terjadi. Namun, suatu hari segalanya berubah. Ayah Maya, yang sebelumnya memiliki usaha sukses, mengalami kebangkrutan. Usahanya gulung tikar setelah dihadapkan pada masalah keuangan yang tak terduga. Keluarga Maya terpaksa menjual rumah mereka dan pindah ke sebuah rumah kontrakan kecil di pinggiran kota. Maya tak lagi bisa mengenakan seragam baru yang biasa mereka beli bersama di awal tahun ajaran. Kini, pakaian Maya tampak kusam, dan sepatu yang dia kenakan mulai berlubang di ujungnya. Pada awalnya, Rina tetap berteman dengan Maya seperti biasa. Mereka masih bertemu di sekolah, dan Rina sesekali mengundang Maya ke rumahnya. Namun, Rina mulai mendengar bisik-bisik dari teman-teman lainnya. "Kenapa masih berteman dengan Maya? Keluarganya sudah jatuh miskin. Nanti kamu jadi terlihat seperti dia." Salah seorang teman di kelas berkata dengan nada mengejek. Bisikan-bisikan itu semakin keras, bahkan beberapa di antaranya terang-terangan menertawakan Maya di depan Rina. Rina merasa tersudut. Di satu sisi, dia merasa bersalah kepada Maya, sahabatnya sejak kecil, yang tidak pernah memintanya apa-apa kecuali persahabatan tulus. Namun di sisi lain, dia merasa takut dijauhi oleh teman-teman lain yang mulai memandang rendah Maya. Rina mulai menjaga jarak. Suatu sore, Maya mendatangi Rina. "Kenapa kamu menjauh? Aku merindukanmu, Rina," Maya bertanya dengan mata yang penuh harap, mencoba mencari jawaban atas perubahan sikap sahabatnya. Rina menghindari tatapan Maya, menunduk dan berpura-pura sibuk dengan bukunya. "Aku sibuk sekarang, banyak tugas. Maaf, Maya." Maya terdiam. Hatinya hancur. Dia tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi dia berharap itu tidak benar. Namun, kenyataannya terlalu menyakitkan untuk diabaikan. Sejak itu Maya tak pernah lagi mengajak Rina berbicara. Mereka masih bertemu di sekolah, tetapi Maya belajar untuk menahan diri dari rasa sakit ditinggalkan. Waktu berlalu, dan pertemanan mereka tergerus oleh jarak yang diciptakan Rina. Suatu hari, sekolah mengadakan reuni kecil bagi siswa-siswa angkatan mereka. Maya, yang sekarang telah menemukan jalan hidupnya sendiri, datang dengan percaya diri. Dia tak lagi terjebak dalam bayang-bayang masa lalu. Rina melihat Maya dari jauh, merasa tertampar oleh keberadaan sahabatnya yang dulu. Maya telah tumbuh menjadi sosok yang mandiri dan sukses, meski tanpa dirinya. Rina mendekat dengan perasaan bersalah. "Maya... maafkan aku." Maya menatapnya, senyumnya tenang. "Rina, aku sudah memaafkanmu sejak lama. Aku hanya belajar bahwa tidak semua hal bisa kita pertahankan, bahkan persahabatan. Kadang, orang berubah, dan itu tidak apa-apa. Yang penting, kita tetap berdiri dan melanjutkan hidup." Rina menahan air matanya. Pada saat itu, dia menyadari bahwa dia telah kehilangan lebih dari sekadar seorang sahabat. Dia telah kehilangan kesempatan untuk setia pada seseorang yang benar-benar berarti dalam hidupnya. Tapi, waktu tak bisa diputar kembali. Rina hanya bisa menerima kenyataan bahwa persahabatan mereka telah tergadai oleh ketakutan dan gengsi. Maya pun berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Rina dalam kesunyian yang menyesakkan. Ubahlah cerpen tersebut menjadi sebuah adegan 1, adegan 2, adegan 3, dan adegan 4

6

0.0

Jawaban terverifikasi

Iklan

Persahabatan Kancil dan Paus Di sebuah hutan yang sangat asri, hiduplah seekor Kancil yang bersahabat dengan seekor lkan Paus. Persahabatan tersebut bermula ketika Kancil sedang berjalan di tepi laut dan ada seekor lkan Paus yang terdampar. Karena merasa iba, Kancil pun menolongnya. Akhirnya, lkan Paus itu selamat. Sejak kejadian itu, mereka bersahabat dekat. Paus sering mengajak Kancil menikmati pemandangan laut yang indah. Kancil sangat bahagia bisa naik lkan Paus. Berputar-putar mengelilingi laut yang luas adalah hal yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh Kancil. Pada suatu sore, keduanya sudah berjanji akan bertemu di pinggir pantai. Kancil datang menepati janjinya. Ia pun duduk sambil menunggu Paus datang. Namun, hingga gelap, Paus tidak juga datang. "Mengapa sahabatku, Paus, tidak datang, ya? Tidak biasanya ia mengingkari janji seperti ini," gumam Kancil. "Mungkin Paus sedang ada urusan keluarga. Sebaiknya, aku pulang saja. Hari sudah semakin gelap," kata Kancil sambil meninggalkan tepi pantai. Sesekali ia menoleh ke belakang berharap melihat sahabatnya itu. Sayang, hingga pinggir pantai tak terlihat, Paus tidak juga datang. Kancil pun pulang dengan hati kecewa. Sementara itu, di tengah laut luas ternyata istana para paus tengah dilanda musibah. Raja Paus menderita penyakit yang sangat aneh. Para rakyat paus sibuk mencarikan obat dan tabib untuk menyembuhkan penyakit sang raja. Begitu pula dengan Paus, sahabat Kancil. Ia sibuk berenang ke sana-kemari mencari obat dan tabib yang hebat. "Hmmm ... aku sudah mengarungi laut yang luas ini namun tidak ada satu tabib hebat pun yang kutemui. Jangan-jangan, tabib hebat itu berada di hutan. Ah, mungkin sahabatku Kancil bisa membantuku," kata Paus dalam hati. Menjelang sore, Paus pun pergi ke pinggir pantai, berharap sahabatnya muncul di sana. "Paus! Paus!" terdengar suara Kancil memanggil. Paus senang sekali mendengar suara itu. "Paus, mengapa kemarin kamu tidak datang?" tanya Kancil. "Maaf, Kancil. Saat ini, istana paus sedang dilanda musibah. Raja kami mengalami sakit yang sangat aneh. Semua rakyat paus diperintahkan untuk mencari obat atau tabib untuk mengobati penyakit raja. Kemarin, seharian aku mengelilingi laut mencari obat. Oleh karena itulah, kemarin aku tidak datang. Kancil, apakah kamu punya kenalan tabib yang bisa menyembuhkan Raja Paus?" tanya Paus. "Di hutan, konon ada tabib hebat, tetapi aku tidak tahu rumahnya. Bagaimana kalau besok aku cari tahu dulu. Kalau sudah bertemu, akan kuajak dia ke sini," jawab Kancil. Paus mengangguk senang. Setidaknya ada secercah harapan untuk Raja Paus. Kancil pun pulang. Keesokan harinya, ia mencari tabib hebat itu. Ia mulai memasuki hutan belantara. Hatinya takut namun ia tetap tegar demi membantu sahabatnya. Di tengah jalan, ia bertemu seekor Rusa yang sedang menyirami bunga. "Maaf, Rusa, apa kamu tahu rumah tabib hebat? Aku dengar, rumahnya di dalam hutan ini," kata Kancil membuka pembicaraan. Rusa itu mengangguk. "Kamu tahu? Tolong beri tahu aku, Rusa. Sahabatku, Paus, membutuhkan bantuan tabib itu untuk menyembuhkan Raja Paus yang sedang sakit," pinta Kancil. "Tapi, ada syaratnya! Kamu harus memberikanku semua persediaan makanan musim dinginmu kepadaku. Bagaimana?" Kancil terhenyak. Bila memenuhi syarat itu, ia bisa mati kelaparan saat musim dingin nanti. "Baiklah, tidak apa-apa. Kamu bisa mengambil semua persediaan makanan musim dinginku," jawab Kancil menepiskan kekhawatirannya. Akhirnya, Kancil menyerahkan semua persediaan makanannya kepada Rusa demi menolong Paus, sahabatnya. "Apakah kamu tidak takut kelaparan saat musim dingin nanti, Kancil?" tanya Rusa. "Nanti aku bisa mengumpulkan lagi. Mungkin masih ada sisa sedikit makanan di hutan sebelah. Lagi pula, Paus, sahabatku, sangat membutuhkan tabib itu. Demi me no long sahabatku, aku ikhlas," jawab Kancil. Tiba-tiba sebuah kejadian aneh terjadi di depan mata Kancil. Tubuh Rusa dipenuhi oleh cahaya yang sangat terang dan ia berubah menjadi seeker Kancil tua. "Hah! Siapa kau?" tanya Kancil ketakutan. "Tenang Kancil, aku adalah tabib yang kamu cari. Aku berubah wujud untuk menguji hatimu. Kamu adalah sahabat yang sangat baik, hatimu sangat lembut dan tulus. Sekarang, mari kita temui temanmu, Paus. Aku akan menyembuhkan penyakit Raja Paus," jawab Tabib. Akhirnya, Kancil dan Tabib itu menemui Paus di pinggir pantai. Dengan menaiki tubuh Paus, Kancil dan Tabib itu berangkat ke istana paus. Setibanya di sana, sang Tabib langsung memeriksa penyakit Raja Paus. Ia lalu memberikan ramuan obat dari bunga hutan untuk diminum. Tidak lama kemudian, Raja Paus sembuh. Seluruh rakyat istana paus bergembira. Sebagai ucapan terima kasih kepada Tabib dan Kancil, Raja Paus memberikan mereka hadiah berupa mutiara laut yang sangat indah. Demikian pula persahabatan Kancil dan Paus pun semakin indah. "Kelinci, apakah kamu punya kenalan tabib yang bisa menyembuhkan Raja Paus?" tanya Paus. "Di hutan, konon ada tabib hebat, tetapi aku tidak tahu rumahnya. Bagaimana kalau besok aku cari tahu dulu. Kalau sudah bertemu, akan kuajak dia ke sini," jawab Kancil. 3. Kutipan tersebut menunjukkan bahwa .... a. Kancil bersedia membantu Paus. b. Paus suka mengeluh. c. Kancil dan Paus akan mencari rumah tabib. d. Kancil memanjakan Paus.

1

5.0

Jawaban terverifikasi

Lakon Remaja FOGING Karya U. Nurochmat BABAK I PELAKU Wahyu Tukang sol sepatu Raban Pesuruh di balai desa Bi Acih Pedagang di warung Atin Pelajar SMP, anak Bi Acih Hasan Mantri kesehatan ADEGAN l PANGGUNG MENGGAMBARKAN SUASANA WARUNG BI ACIH PADA SUATU SIANG. JAM DINDING DI WARUNG ITU CUKUP JELAS TERLIHAT MENUNJUKKAN WAKTU PUKUL 13.07. DI DEPAN WARUNG DEKAT TIANG TERONGGOK PIKULAN SOL SEPATU MILIK WAHYU. WAHYU SENDIRI SEDANG SIBUK MENGUNYAH GORENGAN PISANG. SEMENTARA RABAN SEDANG MENIUPI KOPI YANG DIHIDANGKAN BI ACIH. SEDANGKAN ATIN, YANG MASIH BERSERAGAM SEKOLAH SEDANG MENCUCI GELAS DAN PIRING KOTOR DI SAMPING WARUNG. BI ACIH SEDANG MENGGORENG PISANG. Wahyu : (Mulutnya masih disesaki kunyahan goreng pisang) "Jadi, selanjutnya bagaimana kalau begitu?" Raban : (Mengaduk-aduk kopinya dengan sendok. Agak malas menjawab) "Ya, nggak tahulah. Tapi denger-denger, Senin besok akan dimusyawarahkan lagi." Bi Acih : (Tanpa menghentikan pekerjaannya, menoleh sebentar) "Wah, penduduknya keburu banyak yang mati kalo begitu. Masalah kecil saja, musyawarahnya harus beberapa kali." Atin : (Membawa piring dan gelas, yang sudah selesai dicuci, lalu berhenti di samping ibunya) "Tadi di sekolah Atin sudah ada yang dipulangkan karena sakit. Katanya sih, kena DBD." Raban : Ya, gak tahu, itu urusan Pak Lurah, Tin. (menyeruput kopi) Saya kan, cuma pesuruh. Maunya kita memang ingin serba cepat, tapi urusan para pejabat, kan tidak sesederhana itu. (kepada Wahyu) Betul, kan? Wahyu : (tersenyum menyindir) "Ya, memang. Apalagi ini urusan nyawa, Kang! Kalau aparatnya gesit, tentu gak begini. Cuma ngurus pengasapan nyamuk saja perlu musyawarah berhari-hari." ADEGAN 2 ATIN KELUAR PANGGUNG ARAH KANAN Bi Acih : "Di Kampung Jongos saja sudah disemprot kemarin." Raban : "Lain, Bi. Desa mereka kan, pake iuran dari masyarakat. Jadi dananya bukan dari kas desa." Bi Acih : "Aih-aih, kamΒ΅ ini, bagaimana, Ban? Kampung kita juga iuran. Kalau gak salah, Pak RT yang nagihin dua minggu yang lalu." Raban : (mengambil pisang) "Ya, gak tahulah, kalau begitu." Wahyu : "Kang Raban ini pegawai desa, tapi tidak tahu. Jangan-jangan Kang Raban tidak ikut iuran, ya?" Bi Acih : "Ya, nggaklah!" RABAN TERSENYUM MALU ADEGAN 3 HASAN DATANG DENGAN PAKAIAN DAN TAS DINASNYA. DIA TAMPAKNYA SUDAH BIASA MAMPIR DI WARUNG BI ACIH. Raban : (Girang melihat kedatangan Hasan) "Nah, Pak Hasan, nih, yang mengerti masalahnya. Kamu boleh tanya lebih banyak kepada beliau." Hasan : (Duduk di samping Raban) "Apa, sih?" (tersenyum) "Minum saja belum, sudah dituduh mengerti. Coba Mas Raban ceritakan dulu, apa persoalannya?" Wahyu : "Aku yang ngomong!" (sambil mengubah posisi duduknya) "Di beberapa kampung sudah banyak yang terkena demam berdarah, Pak." Hasan : (Hanya melirik dan tersenyum. Perhatiannya segera beralih kepada Bi Acih) "Tolong buat es teh manis, Bi." Wahyu : (Tidak terpengaruh untuk melanjutkan pembicaraannya) "Beberapa minggu yang lalu Pak RT memberitahukan bahwa pengasapan di kampung kita ini akan dilaksanakan sekarang, tapi, kata Kang Raban, belum bisa dilakukan. Nah, kenapa tuh, Pak?" Hasan : (Menerima segelas teh manis dari Bi Acih) "O, begitu. Mungkin belum ada biayanya?" Bi Acih : "Sudah, Pak Mantri. Malah sudah lama." Β· Hasan : "Ya, mungkin, peralatannya yang belum ada. Kalaupun ada, mungkin belum giliran kita karena keterbatasan peralatan, atau karena prosedur." ADEGAN 4 ATIN DATANG SUDAH BERGANTI PAKAIAN. Hasan : "Lagi pula masalah demam berdarah tidak akan selesai dan teratasi hanya dengan foging. Masih banyak hal yang dapat kita lakukan bersama." Atin : "Betul Pak Mantri. Kata Pak Guru juga ada cara lain yang dapat kita lakukan, yaitu 3M, menguras, mengubur, dan menutup barang-barang yang menampung air." Hasan : ''Tuh, kalau sekolah begitu. Biar masih anak-anak, sudah banyak tahu." Raban : "Benar, ya. Saya menyesal dulu nakal, jadi SD aja gak tamat. Nasibnya, ya, begini ... jadi tukang sapu kantor desa." Wahyu : "Sama, saya juga cuma jadi tukang sol." Hasan : "Tapi, ingat! Menyesal kemudian tiada guna. Jadi tidak perlu kita menyesali nasib berkepanjangan. Sekarang syukuri saja yang sudah ada. Barang siapa yang pandai bersyukur, niscaya Allah melipatgandakan kenikmatannya." SEMUA MENGANGGUK-ANGGUK PUAS DAN MENGERTI. HASAN MEMINUM TEH MANISNYA. Bi Acih : "Pak Hasan belum menerangkan alasan foging di kampung kita belum dilakukan." Hasan : "Pertama, mungkin biaya belum ada. Kalau sudah ada, kedua, mungkin peralatan terbatas. Ketiga, prosedur atau strategi pengasapan mengharuskan kampung ini ditunda penyemprotannya." Wahyu : (Heran sampai mulutnya agak menganga) "Maksud Pak Hasan, mm ... apa tuh, tadi yang terakhir? Mmm ...." (memejamkan mata mengingat-ingat) Atin : "Prosedur dan strategi?" Wahyu : (girang) "Nah, itu! Produser dan apa tadi?" Raban : "Energi! (yakin) Duh, payah, nyebutnya aja gak bisa!" Atin : (Tersenyum bersama Hasan, dan Bi Acih) "Bukan, Bang! Tapi Prosedur dan strategi." Hasan : "Begini,'' (memindahkan letak gelasnya) "Prosedur artinya aturan atau petunjuk tatacara melakukannya. Sedangkan strategi itu taktik agar pengasapan benar-benar efektif artinya berhasil dengan baik." Wahyu : (kepada Raban) "Mengerti, gak?" Raban : "Ala, seperti kamu mengerti aja." MELANJUTKAN MINUMNYA. SELESAI peristiwa apa yang dialami oleh mereka?

1

0.0

Jawaban terverifikasi